بسم الله الر حمن الر حيم
🌼
1 minggu terasa singkat. Monoton. Ujian seakan membuat hubungan Zahra dan Alif monoton. Hati Zahra yang dulu mungkin tak akan pernah kembali, tapi cinta untuk suaminya masih menetap di sisa-sisa kepingan hatinya. Hubungan yang sempat membaik, kembali terguncang dan menjadi datar.
1 minggu sudah Zahra laui di istana barunya. Terasa sepi. Ia terbiasa hidup dengan adanya Iryo yang menyambut di gerbang dengan senyum ramahnya, Ulo yang tak pernah jemu untuk mengobrol, serta Alif dan Azira yang seakan tak pernah ia lalui hari tanpa mereka.
"Iya, bun."
[...]
"Za disini kan sama Bi Neneng. Bunda Yati gak usah khawatir, ya."
[...]
"Iya, Za ngerti kok kekhawatiran bunda. Bunda di London baik-baik ya. Jangan sampai bunda sakit lho"
Zahra terkekeh pelan saat Aryati bicara panjang lebar di telpon. Aryati tak pernah berubah. Jiwa keibuannya selalu tercurahkan untuk Zahra.
"Hehe, udah dulu ya, bun. Za mau cuci muka dulu. In syaa Allah, besok Za telpon lagi"
[...]
"Iya, iya. Za pamit dulu ya. Assalamu'alaikum"
[...]
Zahra memutuskan sambungan telponnya dengan Aryati. Ia selalu merasa lebih lega kala mengobrol dengan wanita itu. Zahra yang sering merasa rindu pada Laras pun sering terobati dengan adanya Aryati. Aryatilah yang membuat Zahra mampu bertahan dan tidak goyah dengan ujian.
Zahra berjalan menuju kamar mandi lalu mencuci mukanya agar lebih segar. Aktivitas hari ini cukup membuat tubuhnya lelah. Kegiatan kuliah adalah kegiatan utamanya.
Benar saja. Setelah Zahra membasuh wajahnya dengan air, ia merasa lebih segar. Zahra mengeringkan wajahnya dengan handuk kecil lalu tangannya meraih ponsel yang semula diletakan diatas nakas. Ponselnya berdering tanda ada panggilan masuk.
Zahra menatap sejenak layar ponselnya yang dihiasi nama 'Suamiku💕'. Zahra sebenarnya bimbang untuk menjawab atau tidak panggilan Alif. Hatinya masih kacau, tapi apakah benar jika ia menolak panggilan Alif?
"Assalamu'alaikum, Mas. Ada apa?" akhinya Zahra mengangkatnya.
[Wa'alaikumussalam. Za, malam ini saya di rumah kita, ya. Sebentar lagi saya pulang. Kamu jangan makan malam tanpa saya]
"Ya udah, Za tunggu Mas Alif pulang"
[Harus ditunggu. Saya secepatnya pulang. Wassalamu'alaikum]
"Wa'alaikumussalam. Hati-hati, mas"
Panggilan terputus, tapi tak elak membuat Zahra tersenyum. Alif. Lelaki sedikit berbeda sikap beberapa hari ini. Hanya saja yang berbeda adalah Zahra. Ia tak lagi seperti dulu yang begitu berharap mendapat cinta Alif. Zahra kini sadar akan satu hal mengapa ia selalu menangis.
Berharap pada manusia. Rasanya sakit saat harapan itu tak terpenuhi. Harusnya nalar mengerti jika manusia tidak akan bisa memenuhi semua ekspektasi manusia lain. Harusnya mengerti. Harusnya sejak awal Zahra iringi hubungan ini dengan keikhlasan bukannya dengan ego. Harusnya Zahra tidak boleh merasa bahwa ia yang paling tersakiti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]
SpiritualHight Rank~ 1-#islam 1-#spiritual 1-#airmata 1-#allah 1-#cintasegitiga 1-#ikhlas Note: Part tidak lengkap. Empat belas chapter saya unpub termasuk 3 extra chapter. Di unpub bukan karena keperluan penerbitan, tapi karena tahap revisi. Selamat membaca...