Chapter 18🌼

22.6K 1K 14
                                    

ZAHRA mendongak. Ia mendapati seorang gadis berhijab sedang tersenyum lalu duduk di hadapannya.

"Hai, Za!" sapanya ramah

"Assalamu'alaikum, Nani" tegur Zahra halus. Nani nyengir merasa malu.

"Wa'alaikumsalam, ukhty. Oh ya Za, tumben ke kafe ini" mendengar pendapat Nani, membuat Zahra harus membuat alibi.

"Ah, mm, mau aja" memang Zahra ingin ke sini.

"Kamu lagi sedih, ya?" tebak Nani yang membuat Zahra tegang.

"Sedih kenapa? Aku gak sedih kok" elak Zahra

"Za, jangan bohong sama aku. Kalo kamu udah makan makanan yang berasa coklat pasti kamu lagi sedih dan mencoba ningkatin kebahagiaan kamu dengan coklat"

"Kamu so tau, Nan!"

"So tau kamu bilang? Aku udah jadi sahabat kamu dari ospek kuliah tau! Aku bodoh kalo gak tau kebiasaan kamu!" ucap Nani kesal.

"Maaf, Nan. Kamu tersinggung, ya?" ucap Zahra tak enak.

"Udahlah jangan dipikirin. Kita ke mall yuk! Mumpung ini masih jam tigaan" ajak Nani. Ia sudah jarang jalan-jalan di mall bersama Zahra semenjak dua bulan setengah yang lalu.

"Mm, kayaknya gak bisa deh" tolak Zahra dengan halus

"Kenapa? Ibu tiri kamu? Jangan takut, Za kan ada aku"

"Tetep aja, Nani. Dia tetep ibu aku. Aku harus menghormati dia sebagaimana aku menghormati almarhumah bunda"

"Tap—" baru saja Nani akan bicara, sebuah notif di ponselnya menyita atensi miliknya.

Nani meraih ponselnya lalu membuka chatt dari WA itu sedangkan Zahra sibuk meminun choco milk miliknya.

"Masya Allah, Za!" ucap Nani panik. Wajah Nani telah memerah.

"Ada apa?" Zahra mengernyit bingung.

"Za, kita udah ngumpulin tugas dari Pak Nurman belum?" tanya Nani masih panik.

"Yang mana? Perasaan tugas yang terakhir udah dikumpulin kok. Ada apa emang?" Zahra masih santai meminum choco milknya.

"Bukan yang itu"

"Terus yang mana?" Zahra jadi bingung sendiri.

"Yang tugas berpasangan itu lho, Za. Kamu kan berpasangan sama aku. Kita belum kumpulin kan?"

Zahra mengingat-ingat. Apakah benar ia belum mengumpulkan tugas itu?

"Emang kita belum ngumpulin?" ucap Zahra

"Ya belum lah, Za. Kan waktu itu kita ke kafe pilihan aku buat ngerjain tugas itu. Eh, kamu malah pulang kan? Katamu waktu itu ibu tirimu meminta kamu pulang"

Zahra beristigfar dalam hati. Pertama, karena ia lupa akan tugas itu. Dan yang kedua, ia beristigfar kala mengingat jika ia sedikit berbohong pada Nani agar Nani tidak tau alasan sebenarnya waktu itu.

" Terus gimana dong? Kita kerjain aja besok" Zahra tetap santai

"Gak bisa gitu, Za. Egi udah kasih tau kalo tugasnya harus di kumpulin ke Pak Nurman hari ini jam lima"

Zahra mulai panik. Pak Nurman sangat disiplin soal waktu. Jika tidak di kumpulkan, maka nilai taruhannya.

"Masya Allah, terus gimana dong? Kita kerjain gimana? Ini udah jam tiga!" ucap Zahra panik

"Oke, santuy, santuy. Kita kerjain di rumah aku aja, gimana? Ini waktunya mepet banget. Kalo ke rumah kamu kejauhan" ucap Nani.

Zahra mengangguk setuju lantas ia keluar kafe untuk pergi ke rumah Nani untuk mengerjakan tugas setelah membayar choco milknya.

🌼

Alif berdiri di depan toko mas. Ia sedang menghubungi Zahra. Zahra belum kembali dari kafe. Bahka Alif telah mengecek kafe. Zahra tidak ada.

"Gimana, mas? Zahra ada dimana?" tanya Azira yang menjaga jarak dengan Alif.

"Gak tau. Ini aku telpon beberapa kali tetep gak diangkat" ucap Alif. Alif putus asa. Sudah 20 kali ia menelpon Zahra tapi tetap tidak diangkat.

"Terus gimana?"

"Bentar" Alif menelpon Alika. Bermaksud hati agar Alika menyusulnya dan pulang bertiga agar Alif dan Azira tidak berkhalwat (berduaan) di mobil.

"Hallo, dek. Assalamu'alaikum" ucap Alif kala panggilan tersambung

[Wa'alaikumsalam, Mas Alif. Ada apa?]

"Kamu susul ke toko mas, ya. Mas tungguin kamu"

[Lho bukannya ada Zahra? Emang Zahra kemana?]

"Nggak tau. Pokoknya kamu segera ke sini!"

[Iya, Mas Alif. Alika juga udah di jalan nyusul kalian. Tunggu aja, ya]

Sambungan telpon diputus Alif. Ia bahkan lupa tidak mengucapkan salam saking gusarnya. Pertanyaan demi pertanyaan bergelayut di benak Alif.

Zahra kemana?

Apa dia pulang duluan?

Bersama siapa dia saat ini?

Dia pulang naik apa?

Apa Zahra cemburu pada Azira?

Apa Zahra sakit?

Ada apa dengan Zahra?

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus menggantung tanpa kepastian jawaban. Apa saat ini Alif khawatir pada Zahra?

Entahlah.

Alif terlalu gengsi mengakui bahwa ia khawatir dan cemas pada Zahra.

🌼

Assalamu'alaikum

Gimana chapter ini?
Aku minta maaf ya kalo semisalnya aku jarang update karena sistemku itu bukan kejar setoran misalnya satu hari satu chapter atau dua hari sekali satu chapter dan sebagainya. Aku pakai sistem update semaunya tapi sekali update beberapa chapter. Aku juga punya beberapa cadangan chapter kalo semisal aku males buat mikirin alurnya maka aku akan update chapter yang aku tulis saat offline. Maklum guys di rumahku gak ada signal buat update cerita makanya aku bela-belain ke warung deket rumah buat cari signal. Sekalian jajan sekalian juga update cerita, hehe😂. Ini seperti pepatah 'Menyelesaikan masalah perut sekalian pula meng update cerita di wattpad'. Gak ada pepatah kayak gitu, ya? Oh ya udah deh jangan dipikirin. Maklum efek macet nulis cerita lain, ehehe😀.

Voment nya mana?
Ya udah kalo gitu aku pamit, ya. Masa ceritanya cuma 600 kata lebih ditambah basa-basinya jadi 900?

Tania Ridabani.

Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang