Chapter 23🌼

22.7K 998 13
                                    

PIPI Zahra terasa panas menjalar ke seluruh muka. Air mata semakin deras luruh. Dada Zahra semakin sesak dengan tamparan dari sang ibu tiri.

"Maksud kamu apa, Zahra?!!" Zahra berusaha menatap wajah Silvi yang terlihat sangat murka. Wajahnya sangat tak bersahabat bagi Zahra.

"Mak-maksud ib-u apa?" tanya Zahra masih menangis sambil memegangi pipi bekas tamparan ibu tirinya.

"Maksud saya?! Kamu tanya apa maksud saya?! Kenapa kamu relain Alif menikah lagi, hah?!!" Silvi murka. Ia menjambak kepala Zahra. Zahra tak kuasa menahan air mata yang semakin deras.

"Karen-a Zahra yak-in Mas Alif bis-sa membagi cintanya dengan adil, bu" lirih Zahra.

PLAK! PLAK!

Setelah melepaskan jambakan itu, Silvi kembali menampar Zahra. Wajah Zahra telah memar-memar. Zahra memegangi pipinya yang ditampar Silvi.

"DASAR ANAK BODOH!! ALIF ITU TAMBANG EMAS KAMU, ZAHRA!! BAGAIMANA JIKA HARTA ALIF DIBAGI DUA, HAH?!! DASAR ANAK BODOH!!"

Zahra semakin deras menangis kala mendengar teriakan Silvi. Itu sangat membuat tubuh Zahra berguncang hebat.

Bagaimana bisa ibunya berpikir bahwa Alif adalah tambang emas kekayaan? Zahra bisa menyimpulkan bahwa restu yang ia dapat dari Silvi semata-mata karena Silvi menganggap Zahra adalah tambang emas. Astagfirullah.

Bunda, Zahra takut, bisik Zahra dalam hati.

Zahra memegang pipinya yang terasa sangat panas. Sudut bibirnya terasa perih.

"Zahra menganggap Mas Alif sebagai suami Za. Za gak nganggap Mas Alif sebagai tambang emas kekayaan. Za men-"

JEBET!

Silvi mendorong Zahra hingga spontan Zahra terhuyung ke depan dan menginjak ujung gamisnya. Kepalanya pas terpentok ke sudut meja. Kepalanya terasa sangat sakit. Zahra mendesis pelan saking sakitnya kepala. Silvi berjalan mendekati Zahra.

"Bunda.." lirih Zahra pelan tapi masih bisa di dengar Silvi membuat perepuan glamor itu semakin murka.

"BUNDA?! BUNDA KAMU BILANG?! BUNDA KAMU UDAH MATI, ZAHRA!! DIA UDAH BAU TANAH!!"

Zahra ingin melawan, tapi ia tidak sanggup. Kekuatan tubuhnya seakan hilang entah kemana. Silvi pun pergi berlalu tanpa rasa bersalah telah menganiaya Zahra.

Pintu dibanting keras. Mata Zahra berkunang-kunang. Kepalanya terasa berat. Pandangan mulai gelap.

🌼

Alif keluar kamar mandi. Ia telah menggunakan pakaian santai yang diantar Ulo beberapa puluh menit lalu.

Alif melihat Azira sedang duduk di atas kasur sambil membaca novel. Alif menyusul Azira duduk di atas kasur.

"Baca novel?" tanya Alif pada Azira. Azira mengangguk.

"Heem" Azira tersenyum ke arah Alif.

"Seru banget sampe gak nganggap suaminya" Alif hanya bercanda. Azira tersenyum simpul lalu menutup bukunya.

"Cuma bercanda" ucap Alif khawatir bila istrinya menyangka bahwa itu bukan guyonan.

"Tau kok" jeda beberapa detik. "Zira udah nyiapin barang-barang Zira buat besok"

"Kamu udah gak sabar mau ke rumah kita ya, zawjaty?" goda Alif. Alif, Azira, dan Zahra telah memutuskan mereka bertiga akan satu rumah.

"Zauji, Zira udah gak sabar mau ketemu Zahra" Alif hanya mengangguk kecil.

Hatinya merasa tidak enak tentang Zahra. Apa ada sesuatu yang terjadi pada Zahra? Entahlah, Alif merasa cemas meninggalkan Zahra sendiri di rumah. Ada terbesit rasa takut terjadi sesuatu, tapi Alif mencoba mengenyahkan rasa penasaran itu walau tak bisa hilang.

Alif berbisik di telinga Azira. Wajah Azira tampak agak terkejut lantas ia berusaha tenang lalu mengangguk karena memang itulah kewajibannya sebagai istri.

🌼

Mata Zahra mengerjap-ngerjap. Kepalanya terasa berat. Sudut bibir masih terasa perih. Suada adzan juga berkumandang syahdu di telinga Zahra.

Zahra bangkit dari posisi terlentangnya. Ia masih di tempat yang sama saat terakhir kali kesadarannya ada.

Zahra tak sanggup bangun. Tubuhnya seakan ringsek. Ia merasakan kepalanya terasa berat.

"Astagfirullah.." lirih Zahra.

Zahra mengusap keningnya ternyata terdapat luka. Mungkin luka yang diakibatkan benturan kepalanya dengan sudut meja yang lumayan tajam.

Zahra mencoba bangkit dari posisi duduknya dengan bantuan meja. Dengan langkah berat, Zahra berjalan ke arah kamarnya.

Waktu telah menunjukan pukul setengah lima. Zahra bersiap untuk mandi. Bagaimana pun ia tak ingin ketinggalan solat subuh.

Setelah beberapa menit, Zahra telah selesai mandi dan memakai gamis berwarna pastel. Ia telah mengambil wudhu dan sekarang siap untuk solat subuh.

Berbagai gerakan solat telah dilakukan Zahra hingga diakhiri doa. Kepala Zahra kembali berkunang-kunang. Mungkin akibat kejadian semalam.

"Ingatlah, Zahra. Sabarlah atas perlakuan ibu. Yakinlah dia akan bertaubat suatu hari nanti. Allah mengabulkan doa orang teraniaya" ucap Zahra menguatkan.

Pandangan Zahra menjadi gelap. Ia kembali tak sadarkan diri di atas sajadah dan masih memakai mukenah.

🌼

Assalamu'alaikum

Masya Allah, perlakuan ibu tiri Zahra bikin naik darah, ya😡. Hati-hati jangan ditiru!! Voment?

Tania Ridabani.

Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang