بسم الله الر حمن الر حيم
🌼
ZAHRA tersenyum tipis melihat pantulannya di cermin. Dirinya begitu manis dengan gamis warna favoritnya. Merah marun. Hijab marun panjang pun menjuntai menutup mulai dari kepala hingga 1 jengkal di bawah pinggang. Begitu manis.
Akankah Zahra bisa tersenyum seperti ini hingga ajal menjemputnya? Akankah malam ini senyumannya akan luntur?
Sehabis Isya, Zahra mengganti pakaiannya dengan gamis yang rapi. Alif mengajaknya ke suatu tempat. Ia yakin suaminya bisa menepati janjinya. Sebenarnya Zahra tak ingin terlalu berharap, tapi apakah Alif akan mengingkari janjinya? Zahra rasa tidak. Ia yakin sekali.
Zahra putuskan akan menunggu Alif di kamar saja. Kejutan untuk Alif. Senyuman manis tergantung di wajah Zahra yang semakin elok. Dirinya duduk di tepian kasur menunggu Alif.
Zahra menghentak-hentakan kakinya pelan di lantai karena cemas. Pikirannya berkelana. Sudah sekitar 30 menit Zahra menunggu kemunculan Alif.
Zahra merogoh ponselnya yang sebelumnya ada di dalam slingbagnya. Ia mengirim pesan pada Alif, tapi nampaknya WhatsApp Alif tidak aktif. Zahra pun memasukan kembali ponselnya ke dalam tasnya itu. Setengah jam bukan waktu yang lama bukan? Bukan waktu yang lama jika dibandingkan 3 jam lamanya.
Zahra bangkit dari duduknya. Hatinya sudah gundah. Apakah dirinya bodoh dengan meyakini Alif tidak akan mengingkari janjinya? Apakah dirinya terlalu polos untuk mengerti jika Alif hanya mempermainkannya? Apakah Alif setega itu hingga mempermainkan hatinya?
Waktu 30 menit kedua kembali terlewati begitu saja oleh Zahra. Sudah genap 1 jam Zahra menunggu Alif yang tak kunjung datang.
"Kamu terlalu yakin, Zahra Maisya Limah!" Zahra mengejek dirinya sendiri dengan senyum kecut.
Sudah melenceng 1 jam dari waktu yang Alif janjikan. Hah, dengan begitu bodonya Zahra larut dalam kebahagiaan hingga melupakan jika bisa saja Allah hancurkan harapannya.
Zahra mengeratkan pegangannya pada ponselnya yang beberapa menit lalu ia ambil dari tas untuk memberi Alif pesan. Begitu bodohnya ia terus masuk dalam harapan semu.
Tubuh Zahra bergetar menahan isakan tangis yang berusaha ia redam. Mengapa Alif selalu bisa menarik ulur hatinya? Apakah Alif tidak bosan memberi harapan semu pada Zahra?
Zahra mematikan daya ponselnya lalu berjalan ke kamar mandi setelah meletakan ponselnya di nakas.
Zahra menangis sesenggukan di kamar mandi. Dengan cepat, ia kucurkan air di kran lalu membasuh wajahnya yang telah dipoles make up tipis nan natural.
Zahra menatap nanar pantulan dirinya di cermin yang polos tanpa make up.
Malangkah hidup kamu, Za?
Tak ada gunanya lagi untuk bersedih hati. Lebih baik dirinya mengambil wudhu untuk mendirikan shalat witir lalu segera tidur. Percuma jika dirinya terus berharap pada manusia. Tak akan berujung baik.
🌼
Kamar itu terbuka. Seorang pria berpakaian santai dengan celana mocca selutut itu memasuki kamar bernuansa ungu tersebut. Dihirupnya aroma di kamar tersebut. Tak ada aroma parfum mawar yang sering ia cium di kamar tersebut. Sekitar 2 minggu kamar ini terasa mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]
SpiritualHight Rank~ 1-#islam 1-#spiritual 1-#airmata 1-#allah 1-#cintasegitiga 1-#ikhlas Note: Part tidak lengkap. Empat belas chapter saya unpub termasuk 3 extra chapter. Di unpub bukan karena keperluan penerbitan, tapi karena tahap revisi. Selamat membaca...