بسم الله الر حمن الر حيم
🌼
ALIF
Lelaki itu tersenyum sambil berjalan di lorong gedung tempat kelas Zahra. Ah, melihat senyuman dan mendengar suara lembut Zahra membuat Alif tak henti-hentinya tersenyum. Wajah Zahra terus terngiang di kepalanya.
Rindu yang seakan terus mengalir kini berubah menjadi sungai kebahagiaan. Di hati kecil Alif ada sebuah rasa dimana Alif sungguh tak ingin kehilangan Zahra.
Masya Allah, senyumannya itu
Tapi, ada sebuah rasa bersalah di hati lelaki itu. Rasa bersalah yang tak menyempurnakan kebahagiaan ini. Hanya karena lisannya. Hanya lisannya. Saat Alif tak mengakui status Zahra yang sesungguhnya pastilah wanita itu terluka. Alif tau itu. Tapi, apa yang harus Alif lakukan lagi? Dirinya terjebak dengan perkataannya sendiri dulu.
🌼
Sebuah lengkungan lebar tergantung di wajah cantik Zahra. Pikirannya menyelami kisah beberapa bulan lalu tentang dirinya dan Alif. Ah, bagaimana bisa Zahra lupa itu. Jika bukan kejadian itu, Zahra tidak akan mengetahui nama Alif. Nama yang selalu ia sebut dalam doanya.
"Za, kenapa sih? Kayaknya kamu harus konsultasi ke psikologi deh" Nani ngeri sendiri melihat Zahra tersenyum sendiri. Sudah agak lama Nani tak melihat Zahra seperti itu.
"Mm, kepo kamu" Zahra membuang muka ke arah lain untuk menyembunyikan wajah bahagianya.
Mereka berdua berjalan menuju loker karena Zahra ingin mengambil sesuatu. Nani terus bertanya-tanya ada apa dengan Zahra. Mengerikan jika harus berjalan dengan orang yang senyum-senyum sendiri.
Zahra terus terngiang kejadian tadi pagi di kelasnya. Sampai sore saja dia ingat bagaimana Alif datang dan menyelamatkan dirinya. Lengkungan manis di wajah suaminya terus saja memenuhi pikiran Zahra. Wajah Zahra pasti merah saat mengingat kejadian tadi pagi. Masya Allah.
BRUG!
Tubuh Zahra terhuyung ke belakang. Untunglah dirinya tidak jatuh. Jika saja kakinya tidak kuat menyaimbangkan tubuh.
"Eh, kam—" baru saja Nani akan marah-marah, tapi sebuah telapak tangan malah menutup wajah Nani.
"Diem, sirine ambulans"
Zahra melempar pandangannya ke arah depan sekilas. Ternyata yang bertabrakan dengannya adalah bad boy itu. Siapa lagi jika bukan Amar.
"Dasar lo!" Nani menonjok perut Amar hingga Amar meringis kesakitan lalu dirinya tertawa renyah.
"Kalo gue sirine ambulans, lo mayatnya!" Nani mengerucutkan bibirnya saking kesalnya pada Amar.
Di mata Zahra, mereka berdua telah cukup dekat. Mungkin mereka telah bersahabat. Sudah terlihat dari candaan mereka yang extream.
"Haha, enak aja gue mayatnya! Dasar petinju!" Amar tertawa puas ketika melihat Nani membulatkan matanya karena marah. Sebuah cubitan pun mendarat di tangan Amar.
"Za, kok bisa sih lo asuh anak singa kayak Zika" Amar semakin tertawa puas saat Nani kembali menonjok perutnya. Hanya tonjokan teman pada temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]
SpiritualHight Rank~ 1-#islam 1-#spiritual 1-#airmata 1-#allah 1-#cintasegitiga 1-#ikhlas Note: Part tidak lengkap. Empat belas chapter saya unpub termasuk 3 extra chapter. Di unpub bukan karena keperluan penerbitan, tapi karena tahap revisi. Selamat membaca...