Chapter 13🌼

23.3K 926 20
                                    

AZIRA terduduk di kursi sambil menangis. Ia menunggu Alif datang.

Ayah Azira kini sangat kritis. Kesehatannya menurun drastis membuat Azira cemas.

Azira tidak bisa memberi tau adiknya. Pasti adiknya akan sangat cemas dan khawatir. Azira tidak mau mengganggu kuliah adiknya. Biarkan ia dan ibunya yang mengetahui soal ini.

"Assalamu'alaikum.." Azira mendongak lalu berdiri dengan deraian air mata masih mengalir.

"Wa'alaikumsalam, Mas Alif" ucap Azira masih sesenggukan.

"Gimana keadaan Pak Akbar?" tanya Alif cemas

"Kesehatan ayah menurun. Ia sedang kritis. Di—" ucap Azira terpotong oleh dokter yang menangani ayahnya.

"Azira, Pak Akbar telah siuman. Kondisinya sangat lemah. Dia ingin bertemu denganmu dan calon suami mu" ucap Dokter Lafiya sambil berlalu pergi.

Azira langsung berlari masuk ke ruangan Akbar.

"Ayah.." lirih Azira sambil menangis dan mengusap rambut hitam Akbar.

Akbar tersenyum lemah ke arah putrinya. Pemandangan yang sangat mengharukan bagi Alif.

"Ayah harus kuat.." sambung Azira

"Bunda mana?" lirih Akbar

"Ayah.." ucap Rima dengan wajah khawatir. Ia berlari kecil mendekati suaminya.

"Bunda.." lirih Akbar. Air mata Rima tak bisa terbendung.

"I-iya, ayah.." sahut Rima

"Ayah minta jaga adiknya Azira. Ayah gak mau dia putus kuliah, ya. Dia harus S2 di luar negri. Biar perusahaan sementara bunda yang urus, ya" ucap Akbar membuat air mata Rima dan Azira semakin deras.

"Ayah jangan gitu bicaranya" pinta Azira sambil menangis

"Zira, ayah minta lakukan apa yang ayah inginkan. Ayah yakin Alif adalah lelaki yang tepat untukmu. Ayah mohon setujuilah sebelum ayah pergi" ucap Akbar begitu lemah

"Ayah.." tangis Azira pecah

"Zira.."

"Baiklah, ayah. Tapi, ayah harus sembuh"

Hanya sebuah senyuman yang menghiasi wajah Akbar.

"Sini, ayah mau cium anak ayah.." Akbar pun mencium kening Azira

"Ayah pamit, ya. Sampein sayang ayah ke adek.

" Ash-hadu alla illa-ha.." kepala Akbar terkulai ke arah kanan dengan mata tertutup.

Suasana menjadi panik.

"Ayah? Ayah bangun ayah!!" suara mesin detak jantung sudah menunjukan garis lurus membuat air mata tak terbendung lagi.

"Ayah bangun!! Ayah jangan tinggalin Zira!! Zira masih butuh Ayah di hidup Zira!! Ayah bangun!!" Azira begitu emosional. Ia bahkan mengguncang-guncangkan tubuh Akbar.

Rima hanya bisa menangisi kepergian Akbar.

Alif memastikan keadaan Akbar. Ternyata denyut nadi Akbar sudah tidak teraba.

"Innalillahi wa innailahi roji'un" lirih Alif.

"Ayah!!!!" teriak Azira kala mendengar perkataan Alif. Rima juga mengikuti perkataan Alif.

🌼

Jam di pergelangan tangan Zahra telah menunjukan pukul empat sore. Hari ini Zahra tidak membawa ponsel karena ponselnya dibawa Alif. Zahra juga tidak mengerti dengan sikap Alif pagi-pagi tadi.

Zahra menaiki motor maticnya untuk pulang sore ini. Untunglah tidak ada mata kuliah lagi. Zahra lelah jika harus terus kuliah.

Zahra membelah jalanan ibu kota yang basah. Beberapa jam lalu, ibu kota diguyur hujan yang cukup deras yang menyisakan rintik-rintik kecil dan genangan air di jalanan yang berlubang.

Zahra merasa ada yang mengikuti dari belakang. Ia gas motornya. Zahra sengaja belok ke arah yang berlawanan dengan rumahnya.

Ternyata memang benar. Dua lelaki bertubuh besar itu mengikuti Zahra. Zahra semakin takut lalu menggas motornya.

Motor yang mengikuti Zahra menikung dan menghadang Zahra di depan.

Tanpa pikir panjang Zahra meletakan motor di tepi jalan yang sepi itu. Ia tidak mau jika kedua lelaki itu mendekatinya. Jika tidak kepepet seperti ini, mungkin saja Zahra akan melajukan motornya ke kantor polisi bukannya meninggalkan motor di tepi jalan.

"Jangan dekati saya!" teriak Zahra panik ketika melihat dua pria itu mendekat.

Mentok! Zahra berada di depan sebuah toko yang tutup. Ia tidak bisa mundur lagi.

"Tolong!!" teriak Zahra. Percuma saja. Tempat ini sangat sepi.

"Percuma kamu teriak! Gak akan ada yang denger! Serahin semua harta kamu ke kami! Cepat!" bentak salah satu lelaki itu

"Nggak!!" Zahra berteriak sambil memeluk tasnya. Zahra tetap berteriak meminta tolong. Tetap tidak ada orang yang lewat.

Ya Allah, lindungi hamba...

Zahra merapalkan dzikir. Ia yakin Allah akan membantunya.

Zahra terduduk di teras toko itu. Ia hanya bisa pasrah menunggu pertolongan Allah.

BUGH!

BUGH!

Zahra membuka mata kala mendengar pukulan yang cukup keras. Para preman itu tergeletak di sisikl sebuah balok kayu yang besar.

Zahra mendongak.

"Za ayo bangun!" ucap seorang pemuda yang tak asing lagi bagi Zahra.

"Kak Raffi.."

🌼

Assalamu'alaikum

Semoga feel dari cerita ini dapet, ya. Ayah Azira meninggal😭. Semoga feelnya dapet soalnya aku pertamaan nulis tentang seseorang yang meninggal. Sebebernya pertamaan nulis tentang kepergian seseorang yang bener-bener aku hayati sih, hehe😅.

Voment😌.

Tania Ridabani.

Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang