🌼بسم الله الر حمن الر حيم🌼
Happy Reading🌼
Vote»Read»Coment»Share🌼
HARI ini terasa seperti hari-hari sebelumnya. Hari yang terasa menyedihkan bagi Zahra. Bantinnya tertekan. Apakah ia harus stay or go away?
Zahra bersimpuh di atas sajadah sambil mengangkat tangannya ke atas. Ia ceritakan segaka kegundahan hatinya. Apakah ia harus mengalah? Apakah ia harus mulai mengikhlaskan dan berdamai dengan takdir? Merasa egois selalu menghujam hatinya pilu.
Zahra menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Ia harus kuat. Ia tidak boleh membuat setan tertawa melihat perpisahannya dengan Alif hanya karena rasa sepihak. Tapi apakah memang benar Zahra egois dengan mempertahankan pernikahan ini? Apakah di hati Alif masih belum tumbuh cinta untuknya karena Allah? Ah, pertanyaan-pertanyaan baru bermunculan membuat kepaaa Zahra terasa pening. Pertanyaan lama pun belum terjawab olehnya. Ah, semua terasa makin pelik dengan permainan perasaan ini.
Zahra membereskan perangkat shalatnya setelah melaksanakan shalat Ashar yang diakhiri doa dengan pelengkap air mata. Zahra mesti menambah kecintaannya pada Allah dan menggantungkan segala harap pada Allah.
Terbesit di otak Zahra untuk mengajak Azira jalan-jalan sore hari ini yang cukup cerah. Sangat pas untuk jalan-jalan. Zahra ingin mencairkan suasaaa canggung yang sering terjadi diantara dirinya dan Azira.
Zahra menapaki anak tangga menuju kamar Azira. Ia yakin perempuan itu ada disana.
Zahra menghentikan langkahnya sejenak. Ia melihat Alif berjalan cepat menuju kamar Azira dengan wajah yang tampak cemas. Ada apa?
Zahra berlari kecil menuju kamar Azira. Alif telah memasuki kamar Azira dan tak menyadari Zahra juga akan menyusul dirinya masuk kamar Azira.
Zahra menghentikan langkahnya di depan kamar Azira. Salahkah ia jika ikut masuk ke kamar Azira? Apakaj ia tidak akan mengganggu Azira dan Alif?
Zahra yang telah memegang gagang pintu kamar Azira untuk membuaka lebih lebar pintu itu pun hanya membeku di tempatnya.
"Ada apa, Zira? Ada apa meminta Mas untuk pulang secepatnya?" Alif tampak cemas, tapi tidak dengan perempuan di depannya yang tampak sumringah.
"Mas Alif akan segera menjadi seorang ayah"
Deg!
Kening Zahra berkerut. Hatinya terasa ditusuk beribu sembilu yang menyebabkan kesesakan. Ada sesuatu yang keras menghantam dadanya keras. Air mata menembus begitu saja, refleks. Dosakah ia menangis diatas kebahagiaan orang lain? Tepatnya kebahagiaan suami dan madunya.
Tangan Zahra hanya tergantung di gagang pintu. Pintu yang hanya menyisakan sedikit celah.
Wajah cemas Alif mendadak berubah menjadi raut kebahagiaan. Ia sangat bahagia.
"Kamu hamil, Zira?" anggukan Azira begitu membuat Alif meloncat-loncat bahagia layaknya anak kecil yang diberi lolipop oleh ibunya. Azira turut bahagia melihat ekspresi Alif.
Zahra tersenyum getir. Inikah perasaan kecewa baru yang harus ia pendam? Bolehkah Zahra kecewa? Zahra menatap nanar ke arah pintu kamar Azira. Dibalik pintu ini ada dua orang yang tengah berbahagia. Harusnya Zahra pun berbahagia. Harusnya ia ridho dengan semua ini. Tapi, salahkah ia merasa sakit saat madunya hamil sedangkan dirinya belum tersentuh? Ah, hati Zahra terasa remuk saat ini. Mengingat hal itu... Ah, sudahlah. Ia hanya akan membuka luka lama yang susah payah diikhlaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wanita Kedua [Dihapus Sebagian]
EspiritualHight Rank~ 1-#islam 1-#spiritual 1-#airmata 1-#allah 1-#cintasegitiga 1-#ikhlas Note: Part tidak lengkap. Empat belas chapter saya unpub termasuk 3 extra chapter. Di unpub bukan karena keperluan penerbitan, tapi karena tahap revisi. Selamat membaca...