17. Obviousness

20.3K 2.5K 578
                                    

Harap vote sebelum atau sesudah membaca cerita ini. Jangan lupa untuk meninggalkan komentar.

Terima kasih telah menjadi bagian di dalam cerita ini. Borahae💜

🌻🌻🌻

TUJUH BELAS : Kenyataan

🌻🌻🌻

Tadi Papa mengajak y/n dan Yeri untuk pergi bersama. Papa ingin pergi bersama dua anak perempuannya. Inginnya mengelilingi ibu kota. Tapi anak bungsunya tidak bisa ikut. Katanya, badannya sudah remuk. Ingin segera direhatkan.

Papa hanya bisa menuruti kemauan anaknya. Dan ya, ia pergi berdua bersama anak perempuannya yang satu lagi. Entahlah, Papa merasakan firasat yang tidak enak sejak berangkat tadi.

Di dalam mobil, Papa membicarakan banyak hal. Papa bertukar cerita dengan Yeri. Papa bercerita tentang masa kerjanya. Sedangkan Yeri, menceritakan kegiatan sehari-harinya. Ada satu hal yang tidak ia ceritakan kepada Papa. Tentang y/n. Ia tidak menceritakan perlakuan dirinya terhadap y/n. Jika Yeri ceritakan, bisa-bisa Yeri habis dibentak oleh Papa.

"Pah, Yeri mau nanya." tanya Yeri dengan mata yang fokus menatap ke arah Papa. Sedangkan Papa hanya mengalihkan tatapannya sekilas ke arah Yeri.

"Tanya apa sayang?"

"Kemarin malem, Yeri tiba-tiba inget sesuatu. Waktu masih kecil dulu kan Babysitter yang ngerawat y/n kecelakaan. Setelah itu kan nggak ada yang ngerawat y/n lagi tuh. Kenapa Papa gak manggil babysitter baru untuk ngerawat y/n?" Papa menunjukkan wajah berpikirnya. Yeri terus menatap Papa dengan fokus.

"Itu ya. Waktu itu Papa bener-bener kacau. Bingung harus kaya gimana. Jadi Papa cuma nyuruh babysitter yang lain buat bantu y/n mandi, pakai pakaian, sama makan aja. Selebihnya y/n lakuin sendiri." Yeri seperti tidak setuju dengan jawaban yang Papa ucapkan.

"Kenapa Papa nggak nyuruh babysitter yang lain untuk nidurin y/n? Bukannya Yeri gimana-gimana. Tapi kan, kita semua sebelum tidur selalu didongengin. Sedangkan y/n, untuk tidur aja pasti susah banget karena nggak ada yang nemenin." ucap Yeri. Papa mengelus rambut Yeri dengan lembut.

"Iya maaf. Itu kan udah lama juga Dek." jawab Papa. Yeri kembali menatap lurus ke arah jalan.

"Yeri sayang y/n?" tanya Papa. Yeri kembali menatap ke arah Papa.

"Sayang. Tapi kadang Yeri benci. Yeri takut kalo Abang nggak sayang lagi sama Yeri. Papa juga. Yeri takut Papa nggak sayang lagi sama Yeri."

Papa terkekeh pelan mendengar ucapan anaknya.

"Papa itu sayang kalian semua. Memang awalnya, Papa nggak suka kalo liat y/n. Setiap Papa liat y/n, Papa selalu inget sama Mama. Tapi semenjak Mama datang ke mimpi Papa, Papa mau terbuka sama y/n." ucap Papa. Yeri tersenyum mendengarnya.

"Janji akan selalu sayang sama Yeri?"

"Janji!" jawab Papa.

"Pah, Yeri mau tanya lagi." Papa hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Yeri sama y/n kan kembar. Tapi kenapa Abang cuma benci sama y/n sedangkan Yeri enggak?" sedari dulu, Yeri juga bingung akan hal itu. Kenapa hanya y/n saja? Intinya, otaknya terus terputar dengan kata 'kenapa'.

"Soal itu ya? Papa belum siap untuk kasih tau. Papa lagi mau seneng-seneng. Papa lagi nggak mau sedih karena rindu sama Mama." Yeri hanya mengangguk. Ia mengerti. Ia merasakan seperti apa yang Papa rasakan. Merindukan Mama rasanya sudah seperti kewajiban setiap harinya

[1] Epiphany | BtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang