36. Yeri, Seokjin, dan permintaan maaf

18.6K 2.7K 1.4K
                                    

Kuis kemarin, yang jawab 3 tahun, aku sayang kaliaannn.

Yang jawab bukan 3 tahun juga aku sayang pokoknya. Karena kalian udah mau komen hehe.

Yang nggak komen, juga aku tetep sayang. Karena kalian dukung aku lewat vote.

Intinya, Brothers nggak akan sampai sejauh ini tanpa kalian.

Yang belum vote atau komen, ayoo lakuin. Itu cara kalian mengapresiasi karya orang lain. Dengan kalian kasih bintang atau komen, bisa bikin penulis jadi lebih semangat untuk melanjutkan ceritanya.

Bukannya maksa untuk vote atau komen, cuman mau kasih tau aja. Ngerti kan ya, maksudnya?

Lupyu💜

🌻🌻🌻

Sekarang bukan kuis. Aku mau nanya ke kalian.

Kalian umur berapa?

Kalo aku si 16 tahun wkwwk

Jawab yak

🌻🌻🌻

Yeri membuka knop pintu kamar y/n dan melangkah menuju kamarnya sendiri. Ingin mengistirahatkan tubuhnya. Semalam, gadis itu terlalu aktif. Berjalan ke sana ke mari, menghampiri Abangnya satu persatu.

Yeri membuka knop pintu kamarnya. Masuk ke dalam kamar yang bernuansa ungu itu. Meletakkan hadiah dari y/n di atas meja belajarnya, lalu berjalan ke ranjang tempat tidurnya dan merebahkan dirinya di atas sana.

Otkanya mulai memikirkan akan ucapan y/n tadi. Kembarannya seperti paham apa yang akan terjadi di kemudian hari. Yeri menghembuskan napasnya kasar. Kepalanya mulai berdenyut. Gadis itu memejamkan matanya perlahan.

"Yeri mau berangkat sekolah bareng Bang Jim."

"Tapi Yeri cuma mau berdua sama Bang Tae aja, maaf y/n."

"Abang kenapa sih selalu y/n terus, Yeri kan juga Adiknya Bang Tae."

"Abang sama Yeri aja. Jangan mau sama y/n, dia anak pembawa sial soalnya."

"Kalo Abang pergi, Yeri sendirian di rumah. Abang yang lain lagi kuliah, Bang Jek juga lagi pergi sama Lisa. Yeri takut di rumah sendiri."

Yeri membuka matanya secara tiba-tiba. Perkataan yang ia ucapkan untuk y/n terus tergiang di otaknya. Mulai dari ucapan yang menyenangkan, sampai dengan ucapan yang dapat menyakiti hati y/n.

Rasa bersalah mulai menjalar pada tubuh Yeri. Malu rasanya untuk mengucapkan kata maaf. Takut jika ia sudah mendapatkan maaf, lalu mengulangi kesalahan yang sama.

"Mah, Yeri nggak ngerti kenapa Yeri kaya gini." ucap Yeri menatap foto Mamanya yang ia ambil dari nakas samping trmpat tidurnya.

Sedari kecil, Yeri mudah marah. Marah dengan suatu hal yang menganggunya. Tapi marahnya bukan seperti mengamuk atau apapun yang membahayakan. Lebih ke arah ngelakuin hal atau mengucapkan kata yang dapat menyakiti hati seseorang.

[1] Epiphany | BtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang