44. Penjelasan Namjoon

15.9K 2.2K 529
                                    

Enggak Yeri sepenuhnya deh wkwkw

Part ini aneh banget sumpah.

Kuuuiiiisssssss

Jungkook minta maaf sama y/n saat berada di?

A. Rumah

B. Rumah sakit

C. Kamar

Jawaabbb

🌻🌻🌻

Papa melangkahkan kakinya menuju ruang keluarga. Tak enak rasanya bila terus berada di dalam kamar. Pusingnya bukan mereda, justru semakin penat. Papa mengedarkan pandangannya. Menatap sekeliling rumah. Benar-benar sepi. Apa mungkin hanya ada dirinya saja di rumah ini?

Senyumnya seketika mengembang saat melihat tiga anaknya sedang mengobrol di ruang keluarga. Ia kembali melangkahkan kakinya dengan cepat.

Setelah sampai, laki-laki paruh baya itu duduk di samping Namjoon. Merenggangkan tubuhnya yang terasa sakit akibat tidur berjam-jam. Tiga anak laki-lakinya menolehkan kepalanya dan menatap Papa dengan tatapan khawatir.

"Belum sembuh Pah?" tanya Yoongi. Papa menatap Yoongi melalui ekor matanya. Senyum smirk mulai muncul di wajahnya. Bukannya tidak suka dengan pertanyaan anaknya, justru ia merasa senang. Tapi entahlah, saat menatap wajah Yoongi, ia langsung mengingat y/n.

"Papa sakit juga gara-gara kamu Yun."

"Kok jadi Yoongi yang disalahin?"

"Kalo kamu nggak ngucapin hal yang bikin y/n sakit hati dan pergi kaya sekarang, Papa nggak akan mungkin sakit karena khawatir sama y/n, Yoongi." jelas Papa. Yoongi memutar bola mata malas. Kenapa selalu itu yang menjadi bahan pembicaraan di keluarganya?

"Yoongi nggak ada ngusir dia. Kalo dia pergi dari rumah, emang karena dianya aja yang cari perhatian. Caper sana-sini supaya semua orang benci sama Yoongi." Jimin, Namjoon, dan Papa yang mendengarnya langsung mengepalkan tangannya kuat. Papa hendak membuka suara, tapi Yoongi langsung mengucapkan kalimat lagi.

"Pah, Yoongi sayang Mama melebihi Yoongi sayang diri sendiri. Jadi Papa jangan terlalu ngurusin apa yang Yoongi nggak suka. Intinya Yun nggak ada niat untuk bunuh anak kesayangannya Papa." Yoongi langsung beranjak. Pergi ke kamarnya. Ingin kembali tidur dari segala penatnya hari ini.

"Kepala batu. Orang kaya gitu susah untuk dikasih tau."

"Liat Yoongi kaya gitu bikin Papa ngerasa nggak bener ngedidik anak." Papa menundukkan kepalanya. Mengucapkan kata maaf di dalam hati. Kata maaf untuk istri tercintanya, karena telah gagal mendidik anak.

Jimin yang berada di samping Papanya langsung mencoba menenangkan Papa. Namjoon pun pindah jadi duduk di samping Papa.

"Ini bukan karena Papa yang salah ngedidik anak. Tapi emang Bang Yun yang salah di sini. Dan Bang Yun juga nggak sepenuhnya salah. Dari faktanya, Bang Yun dan Bang Jin itu Abang tertua. Mereka lebih dulu ngerti gimana rasanya punya seorang Ibu, gimana rasanya dimanjain sama Ibunya, dan juga gimana hidupnya yang benar-benar bahagia karena ada seorang Ibu. Selang dua tahun, mereka berdua punya Adik, begitu seterusnya sampai Adik yang paling terakhir. Mereka pasti berdoa yang terbaik untuk proses lahiran Mama. Menanti kedatangan Adiknya, apalagi dari yang mereka tau kalau Adiknya perempuan. Saat Yeri sudah lahir, mereka berdua bahagia bahkan kita juga. Tapi saat itu, kita berenam, liat Mama di bawa entah kemana dengan posisi Mama yang nggak sadarin diri. Bang Yun dan Bang Jin yang udah paham Mama kenapa, langsung nangis. Merasa takut dan coba jelasin ke kita apa yang terjadi." ucap Namjoon dengan sangat jelas. Jimin dan Papa mendengarkan Namjoon dengan sangat teliti. Seperti tak ingin ada satu kata pun yang terlewat dari pendengarannya.

Namjoon benar-benar mengingat

"Sekitar dua puluh menit kemudian, kita liat Papa. Bang Yun dan Bang Jin langsung lari ke arah Papa dan meluk Papa. Kita cuma diam karena emang nggak ngerti apa yang terjadi. Cuma bisa duduk diam diawasi pengasuh kita. Bang Yun keliatan benar-benar kehilangan. Setelah tau Mama nggak ada di hari-harinya, nggak ada lagi sosok Ibu yang suka membacakan dongeng sebelum tidur, tak ada lagi yang mengecup ataupun memeluknya. Mereka merasa kalau hidupnya benar-benar beda seperti yang kemarin-kemarin."

"Setiap anak kecil pasti selalu mikir yang aneh-aneh, jadi Bang Yun berpikir kalau Mama meninggal karena mencoba selamatin y/n. Yang Namjoon liat dari tatapan Bang Yun, dia nggak sepenuhnya benci y/n. Cuma kalau liat y/n, dia kembali inget sama yang dulu-dulu. Setiap malam juga Namjoon suka liat Bang Yun mandangin foto Mama, entah itu dihandphone ataupun di figura."

Mendengar ucapan Namjoon, Papa merasakan sesak di dadanya. Merasa bersalah karena saat itu ia lebih memilih untuk pergi untuk menenangkan pikirannya dan membiarkan pengasuh yang merawat semua anaknya.

Jimin pun hanya diam. Mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Namjoon. Hal dulu juga menjadi pelajaran baginya. Ia bahkan sudah berani membentak y/n saat umurnya belum menginjak 12 tahun.

"Tapi walaupun begitu, apa yang Bang Yun lakuin emang salah. Namjoon juga belum tau, dari gerak-gerik atau tingkah yang Bang Yun lakuin, dia ada tanda-tanda ingin berubah. Tapi yang Namjoon yakinin, ada saatnya Bang Yun meminta maaf dan memulai semuanya dari awal. Mencoba menjadi Abang yang terbaik untuk kita semua." jelas Namjoon. Bahu Papa bergetar. Namjoon langsung membawa Papa ke dalam pelukannya.

Menepuk punggung Papa dengan pelan. Mencoba memberikan rasa tenang pada Papanya ini.

"Kalo Jimin kurang percaya, liat tatapan Bang Yun saat natap y/n. Jimin perhatiin kalo y/n udah kembali ke sini." Jimin langsung menganggukkan kepalanya.

Mereka kembali diam. Fokus dengan pikirannya masing-masing. Tapi Jimin langsung membuka ponselnya saat mengingat sesuatu.

Tadi malam, lelaki tampan itu memikirkan tentang Yeri. Mulai mencari di internet lewat sifat-sifat yang Yeri tunjukin saat melihat y/n dimarahi oleh Abang.

"Papa sama Abang tau gangguan Schadenfreude?" Papa menggelengkan kepalanya. Sedangkan Namjoon berpikir, seakan mengingat kata yang diucapkan Jimin.

"Merasa senang saat melihat orang lain menderita?"

Jimin langsung menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Jimin rasa, Yeri punya gangguan itu." Papa dan Namjoon menautkan alisnya. Merasa kurang masuk akal mendengar apa yang Jimin ucapkan.

"Jimin tau dari mana?" tanya Papa.

"Jimin sering liat tingkah Yeri saat y/n dibentak-bentak."

"Jadi kita perlu bawa Yeri ke dokter spesialis?" tanya Papa lagi.

Jimin kembali mengangguk.

Papa menghela napasnya. Kenapa masalah kembali hadir?

Dari jauh, Yeri yang memang baru saja dari dapur, mendengar apa yang mereka ucapkan. Merasa terkejut saat mendengar apa yang Jimin ucapkan.

Gadis cantik itu langsung menghampiri mereka. "Jadi maksud kalian, Yeri gila? Yeri beda dari remaja-remaja yang lainnya?"

Entahlah, seketika, Yeri merasa asing. Tak bisa membayangkan seperti apa hidupnya jika harus melakukan terapi atau apapun itu yang berhubungan dengan apa yang Jimin bilang.

Hidupnya seakan berbeda dari kemarin-kemarin.

Ia mulai merasakan sakit di hatinya. Jadi, kenapa Yeri sebenarnya?

🌻🌻🌻

Part ini aneh banget astaghfirullah:(

Maafin aku yak:(

Mungkin ada yang ingin kalian sampaikan?

Alapyu

Nggak tau up chapter berikutnya kapan:'

Tunggu aja okay.

Stay safe yaa.

Sampai ketemu lagii

Terima kasih❤
Jakarta, 17 April 2020.

[1] Epiphany | BtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang