Sudah cukup gus

6.4K 258 17
                                    

Pagi ini sampai sore ini, aku masih sibuk di dalam dapur bersama mbak-mbak yang lain. Ada yang sibuk mengupas bawang merah bawang putih. Ada yang lagi goreng kerupuk. Sedang aku sendiri sedang sibuk membuat teh dan kopi untuk tamunya bu nyai. Entah Kamu dari mana? Bu nyai minta agar aku yang membuat sendiri bukan orang lain

"mbak kalo sekarang semuanya di selesaikan besok ngapain"
Tanya dewi

"besok kan masih perlu adang sama buat oseng oseng mi nya"

"itu ajh mbak"

"yo ndak tau lihat ajh besok"

"acaranya malem kan mbak.."

"he emm"

"kira kira kita bisa ikut acaranya ndak ya"

"ya kalo udah selesai yah ikut,kalo belum ya ndak"

"nasib nasib"

"heh..ojok ngersulo,rontok ganjaran kamu"

Beberapa saat air yang ku rebus sudah mendidih. Aku mengangkatnya dari atas kompor dan segera menuangkan airnya ke dalam gelas yang sudah kusiapkan.

Setelah itu, aku mengantarkan teh dan kopi nya ke ruang tamu. Dengan lewat dapur, kemudian ruang makan ndalem, ruang tengah dan barulah sampai ruang tamu.

"punten..amitt "

Kataku pada orang-orang di hadapanku sembari menyuguhkan teh dan kopi titik aku hanya cukup menunduk, Akupun tak enak hati kalau harus menatap mereka.

"monggo di unjuk.."

Kata bu nyai pada tamu-tamunya. Aku kembali ke dapur tapi sebelum sampai di dapur_

Deg!

Gus rizal yang baru keluar dari kamar hampir saja menabrak ku, tapi dia hanya tersenyum kemudian ngeloyor pergi ke depan. aku menahan diri agar tidak menoleh kearahnya. Tanpa alih-alih lagi, Aku berjalan cepat kearah dapur

Senyumnya! Mengapa harus dia berikan. Ya Allah Ah Astagfirullah. Aku hanya mencoba mencintai tanpa dosa. Tapi bagaimana?

"mbak,wonten terpal ndak"
Tanya kang afif yang sedang sibuk menyiapkan dekor.

"ten gudang kang!"
Jawab lina,sukseslah kang afif pergi ke gudang.
Aku kembali ke tempat,membantu mbak mbak yang lain buat bumbu.

"mbak ..gus rizalnya ada?"
Setelah kang afif pergi,gantilah kang amin yang datang menanyakan gus rizal.

Apa rasa hatiku krentek saat namanya nya di sebut. Aku benci dengan kepekaan macam ini.

"ten ndalem toh kang"
Dewi menjawab dengan Ketus.

"tolong timbalaken mbak"

"kang amin ini ndak lihat ta kita ini lagi sibuk"

"sebentar ae mbak ...penting ini"

"tapi masih ada tamu kang"
Kataku menyela

"sekedap mawon mbak"

"ya sudah sebentar"

Aku beranjak dari tempat dudukku dan beringsut masuk, Bagaimana cara memanggilnya, aku tidak enak dengan para tamunya nya juga dengan bu nyai.
Aku berjalan menelusuri ndalemnya Pak Kyai yang tanpa belokan sama sekali. Cukup lurus dan sampailah aku di ruang tengah. Sekarang Aku Bimbang. Tapi sejenak aku mendapati Gus Rizal duduk di atas hambal. Kurasa dari sana dia bisa melihatku

"sstt..sstt.."
Aku mengisyaratkan, untungnya Gus Rizal cepat menoleh padaku dia melongokkan dagunya tanda dia bertanya padaku

"sini"

MATSNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang