Pagi bersajak perih

3.5K 184 27
                                        

Assalamu'alaikum..

Happy reading yaps...jan lupa vote koment🤗



Adzan tahajud di kumandangkan
membias kesunyian, menghempas kelamnya malam. Udara dingin menerpa, langkah nikmatnya melanjutkan tidur dengan mimpi yang indah. Dengan selimut yang semakin rapat ditata.

Tapi, ini hanyalah bayangan semata. Yang lebih menenangkan jiwa adalah bangun dan beradu meminta peleburan dosa.

💗💗💗💗💗💗💗💗

Aku mengerjap-ngerjapkan mata yang sebenarnya masih berat untuk tidak merapat. Aku memaksakan bangun dari tidurku. Aku melihat ke samping.

Gus Rizal!
Untuk sesaat aku terlelap dan melupakan perkara hati yang merana bara. Tapi setelah melihatnya lagi maghliat mengiris lagi.

Aku beranjak ke kamar mandi tanpa membangunkan Gus Rizal terlebih dahulu. Membasuh wajah dengan air rasanya mengejutkan mataku dengan dinginnya. Aku sekalian mandi. Sejuknya benar-benar menelusup di setiap aliran darahku. Aku buru-buru mengusaikan mandiku. Setelah itu aku keluar dengan pakaian rapi dengan kerudung. Aku tidak ingin menampakkan jati diri pada orang yang tidak menghargai hati.

Dia masih belum bangun. Setiap menatapnya yang datang selalu derita. Aku tidak ingin menyesal karena mencintainya, tapi mengapa dia selalu menggores gelas luka.

Tok tok tok!

Ada yang mengetuk pintu, akupun bergegas mendekati pintu dan membukanya. Rupanya Mbak Dela. Dia datang dengan segelas teh di tangan kanannya.

"Ada apa Mbak?" tanyaku.

"Ini teh... biasanya Mas Rizal minum teh sebelum ke masjid dan tolong bangunkan dia... atau dia akan tetap tidur sampai besok..." aku tersenyum mendengar kalimat terakhirnya.

"Ya sudah ini!" Mbak Dela menyodorkan tehnya dan aku menerimanya. Setelah itu Mbak Dela pergi.

Tidur sampai besok? Aku baru tau kalau seorang Gus tidak bisa bangun tahajud.

Aku sembari masuk dan menutup pintu kembali. Aku meletakkan teh di atas meja sebentar. Aku mendekati Gus Rizal. Dia begitu tampan, aku tidak peduli jika mataku tidak sopan, dia sendiri yang telah menghalalkan sesuatu yang sebelumnya dilarang.

"Gus!" panggilku dengan menyentuh lengannya.

"Bangun Gus...!" dia menggeliat tanda dia mendengar panggilanku. Tapi dia tak kunjung membuka mata.

"Jenengan mau bangun kapan... ini sudah mau subuh." aku sedikit berbohong.

Dengan cepat dia membuka mata, mengangkat tubuhnya dari pembaringan. Dia melirik jam di dinding yang masih menunjukkan jam setengah empat. Dia mendecak kesal dan menoleh padaku. Aku tersenyum...

"Maaf!"

Akhirnya dia menurunkan kakinya kelantai. Dia masuk kamar mandi dengan handuk yang di sampirkan di pundaknya. Sembari menunggu keluar kamar mandi aku duduk di sofa dengan mederas Al-Qur'an.

Sedetik tadi begitu mengesankan, meski hanya sekedar membuatnya kesal. Tapi dia tak mengatakan apapun.

Cinta! Sekarang biarkan aku berjuang meski jalannya terjal curam. Biarkan rasa sakit yang menikam agar aku merasa hangat dengan selimut kelam.

Beberapa saat, Gus Rizal keluar dari kamar mandi lengkap dengan jubah putihnya yang menjulur panjang sampai di atas mata kaki. Subhanallah adalah kata yang pantas untuk mewakili hati yang di kupas kagum tak terbatas.

Dia bejalan ke arah meja pribadinya, mengambil peci putih di sana setelah itu beralih ke lemari mencari sesuatu. Aku diam-diam mengamatinya sehingga aku tidak fokus dengan Al-Qur'anku. Setelah itu dia mengeluarkan sorban putih, dengan lihainya dia membalutkan sorban di atas kepalanya. Semua itu menambah kesan ketenangan.

MATSNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang