Setelah istikhorohku, jawabannya iya. Aku mendapat titik terang disana tapi sedikit temaram disekitarnya. Aku tanyakan pada Mbah Putri dan Mbak Kakung, mereka bilang itu bagus tapi akan ada beberapa masalah.
"Kabeh sak karep mu nduk.... nek kamu karep yo ora opo, tapi nek ora karep ora usah dipekso...." begitu dawuhnya Mbah Kakung.
"Nggeh Mbah...."
"Nek kamu karep, omongno cepet! Pak Kyai ojo di gantung...." Mbah Putri menambah.
"Nggeh, mbenjeng saya ke sana."
"Kamu karep ta nduk?"
".........." aku mengangguk.
Ya Allah, kini harapanku ku langitkan padamu.
Bertuturnya cinta dalam penghujung senja, yang akan menghantarkan pada malam berkemintang. Cinta itu seperti alam, di lihat dalam segi manapun dalam waktu apapun yang hadir pastilah keindahan.
💗💗💗💗💗💗💗💗
Setiap lautan selalu ada pelabuhan, seperti halnya penantian yang berteman dengan pertemuan.
Nampak seulet senja di kaki langit. Kemuningnya yang rupawan akan lenyap di lahap malam. Kemudian datang para penjaga malam yang mengerling di tengah peraduan. Cahayanya yang mengkilat jauh di padang. Tapi semua itu akan biasa saja bagi orang yang tak peduli alam.
Di pagi hari mereka berangkat tanpa perlu menyapa terangnya mentari surya. Menghabiskan waktu dengan pikiran mengejar kenyataan, meraka lelah dan pulang. Di perjalanan pun mereka tak hiraukan panggilan malam. Sampai di rumah, mereka langsung beradu dengan ranjang. Semacam itu kelelahan hanya miliknya, seharusnya mereka mencoba berbagi pada alam. Alam akan memahami kepenatanmu dengan menyajikan keindahan.
Di balik kaca kereta yang akan membawaku ke Gresik, terlihat langit kemerahan yang melambai-lambai tanda dia dan aku akan berpisah. Perjalananku masih satu jam lagi, sebaiknya aku tidur sebentar. Di sampingku Lina begitu fokus dengan handphonenya. Entah ada apa dengan handphonenya sehingga dia tak mengajakku ngobrol sama sekali.
"Lin.... aku tidur sek ya...."
"Hemmm" jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangan dari handphonenya.
Handphone, oh handphone. Alat sederhana yang dalam sesaat membawa orang menyukainya. Alat kecil yang mampu mengubah banyak orang. Tergantung penggunanya, Ada yang terbengkalai tak karuan karnanya, ada pula yang di buat gampang urusannya.
Aku mulai memejamkan mata, menenggelamkan diri dalam mimpi-mimpi yang tak pasti. Keriuhan dalam kereta menemaniku menuju lelap. Langit bayangan terpenuhi sudah dengan alam semu. Dengan berselimut angin, berguling dingin aku tidur.
"Fiha.... ojo nakal-nakal nduk"
"Nggeh buk"
"Sampean nek nakal-nakal nanti di makan Batara Kala mau...."
".........." aku menggeleng keras.
"Fiha janji yo!"
"Nggeh.... memang Batara Kala itu siapa?"
Betara Kala terkenal dengan ganasnya dan gemar memangsa manusia. "Bocah Sukerta" atau "Jalma Sukerta". Menurut Layang Paramayoga, Batara Kala itu terjelma dari Kama Salah, yang ceritanya......
Suatu senja Batara Guru bercengkrama bersama Dewi Uma Nglanglang Jagat, menikmati keindahan alam dengan mengendarai Nandini. Setelah sampai di atas samudra di sebelah utara tanah Jawa, timbul niat Batara Guru bersenggama dengan Dewi Uma.
Tapi Dewi Uma tak menaggapainya karena merasa malu bersenggama di atas punggung Nandini. Meskipun demikian besarnya api asmara Batara Guru memaksa Dewi Uma agar melayaninya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATSNA
Любовные романыTentang cinta seorang madu yang dengan diamnya hanya menuai berbagai luka.. Tentang cinta yang harus berpijak di atas cinta yang kian merana ikut melara dalam takdir yang memaksa..