Bukan Bayangan

3.4K 193 15
                                    

Hay hay.. Balik lagiii maap kalo upnya lama, dan mengenai kisah kisah jawa yang aku tulis itu sumbernya dari buku sejarah jawa semua yahh dan kalo ada yang beda fersi maklum soalnya kan banyak pendapat dan banyak buku terbitan juga... Gitu aja sihh jan lupa vomentnya yahh.. Aku seneng lohh kalo kalian koment.. Rasanya tuhh adem adem gimana gituuuu

Eh aku kadang ngerasa sungkan lohh nulis novel islami sedangkan aku masih belom baik baik amat hehehe jadi curhat, oh ya bantu tandai typo yakk... Makasihhh

Ok, happy reading





"Sinamun ing samudana,
sesadone adu manis."

Di depan gerbang masuk aku terdiam berdiri di atas trotoar. Aku sengaja tidak masuk, bila mungkin ada Mbak Fiha setidaknya aku bisa langsung menemuinya.

Pagi ini terang, bahkan rindu ini semakin benderang dengan hati yang kian meradang. Ingatanku teriakkan bahwa aku harapkan pertemuan.

Aku menjagang sepedaku dan aku duduk di trotoar yang berdekatan dengan pekarangan bunga yang sengaja di tanam oleh pihak rumah sakit. Tatapanku kosong lurus ke depan, melamun! Tanpa ku sadari mobil taxi baru saja berhenti di dekatku duduk. Siapa yang menyangka bahwa itu adalah Mbak Fiha. Aku terlalu fokus dengan lamunanku, hingga tak menyadari kedatangannya. Tapi di situ Mbak Fihapun tak mendapatiku, sampai akhirnya mobil taxi itu melintas melewatiku, memotong pandanganku yang sukses membuyarkan lamunanku. Aku memalingkan wajah, dan aku mendapatinya masuk melewati gerbang, aku masih sempat terkejut, baru kemudian aku berlari menyusulnya.

"Mbak!" panggilku yang sontak menghentikan langkahnya. Kemudian dia memutar badan menghadapku. Dia diam sejenak. Tatapan nya terkejut.

Berhentilah duhai waktu, biarkan gejolak ini menyatu, jangan menghalangi mereka untuk bersekutu, karena sejatinya hati butuh pengobatan rindu.

Sejenak dia memutar badan hendak pergi tapi...

"Jangan pergi Mbak!" suaraku sedikit berteriak.

Diapun mengurungkan niatnya. Aku berjalan tak gontai menghampirinya. Tatapanku masih padanya. Sampai tepat di hadapannya dengan jarak sehasta.

"Kenapa sulit sekali menemukanmu mbak? " kataku sedikit berbisik karena jarakku tak jauh sehingga harus berbicara keras.

Mbak Fiha malah mengerjap-ngerjapkan mata kemudian menguceknya sebentar.

"Ada apa?" tanyaku yang heran dengan apa yang di lakukannya.

Mendengar pertanyaanku, Mbak Fiha berhenti melakukan kegiatannya, dia menatapku dengan begitu sendu. Aku merasa, ada sesuatu yang ingin di sampaikan dari tatapannya. Tapi sayang, aku benar-benar tak bisa memahami bahasa semacam itu.

Tiba-tiba

Tes!
Air mata itu jatuh dari pelupuknya. Perlahan, kemudian berlanjut deras.

"Kenapa bayangan njenengan selalu menghantui saya... hiks... hiks... saya mohon pergi...! Pergi Gus!" suaranya mengecil terpaut dengan tangisannya.

Bayangan?
Dia menganggapku sebagai bayangan.
Selalu mengahantui?
Apakah dia senang memikirkanku, sehingga bayanganku selalu menghantuinya. Apakah dia juga punya rindu yang sama?

MATSNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang