03 || Hari Sial Part 2

749 140 30
                                    

Selepas pulang sekolah, Dewa langsung berpamitan kepada ke empat sahabatnya itu, padahal mereka semua berniat ingin mengajak Dewa nongkrong di Cafe. Yaitu, tempat biasa mereka kumpul, tapi mungkin mood Dewa sedang tidak baik hari ini dan mereka semua mengerti, terutama Cika.

"Dewa, kalo lu butuh seseorang buat jadi temen cerita, gua bisa kok jadi orang yang tepat. Gua janji bakalan jadi pendengar yang baik." Dewa yang sadar bahwa tangan Cika sudah berada di pundaknya pun langsung menyingkirkannya.

"Makasih ya Cik, tapi gua rasa gak perlu deh. Yaudah kalo gitu gua balik duluan ya, semua." Kini Dewa sudah siap melajukan motornya.

"Hati-hati, Bro! Jangan keluyuran mulu, nanti bikin anak orang babak belur lagi dah." Di situasi seperti ini Caka selalu bisa menjadi pencair suasana.

"Gak lucu lu, cicak," timpal Bimo.

"Biarin, yang penting gua ganteng dari pada lu jomblo," jawab Caka dengan pedenya.

"Heh! Cicak kadal, si Jeni mau sama lu juga kepaksa kali gara-gara kagak dapet kakak kelas cogan itu, iya kan Jen?"

Waduhh!! Kok malah jadi gini si? Bisa-bisa Jeni diamuk Caka kalo emang bener begitu kenyataanya.

"Bener yang dibilang si marmut ini?" tanya Caka dengan tatapan maut ke arah Jeni.

"Ihh! Apaan si Bimo, gak kok Caka, cuma Caka yang ada di hati Jeni gak ada yang lain," jawab jeni sambil melotot ke arah Bimo.

"Tuh dengerin ... Jeni itu sayangnya cuma sama gua bukan sama yang lain," sambung Caka.

"Jangan percaya, boong itu," jawab Bimo tidak terima.

Dewa yang sudah malas mendengar perdebatan si dua hewan ini lebih memilih untuk pergi meninggalkan mereka dan segera pulang karena hari ini ia benar-benar lelah.

"Ihh, stop!! kalian semua apa-apaan si, liat kan gara-gara kalian, Dewa jadi langsung pergi." Kini Cika yang turun tangan memisahkan mereka bertiga, memang pusing jika harus berteman dengan kucing dan anjing yang setiap hari ribut karena hal yang tidak jelas.

🌹🌹🌹

Setelah Dewa sampai di halaman rumahnya, Dewa berniat masuk ke dalam rumahnya, tetapi langkah Dewa terhenti ketika mendengar papah dan mamahnya ribut di ruang tamu sambil memegang sebuah kertas yang membuat Dewa harus menguping pembicaraan mereka terlebih dahulu.

"Mah, ini tuh gara-gara kamu. Kamu kan ibunya seharusnya kamu bisa lebih bisa didik anak kamu itu, dan mungkin kalo kamu gak selalu sibuk sama kerjaan kamu, Dewa gak akan jadi anak sebandel ini." Papah marah dan menunjuk mamah seakan-akan ini semua adalah salah istrinya.

"Pah, kamu harusnya sadar kamu sebagai papahnya juga sama. Ke mana kamu? Apa kamu pernah perhatian sama Dewa? Gak!! Kamu juga selalu sibuk sama kerjaan kamu. Jadi sekarang aku mau tanya, bedanya kamu sama aku itu apa?" Mamah yang tidak terima pun membela dirinya dengan alibi bahwa ini bukan hanya kesalahannya tapi juga kesalahan suaminya.

"Pokoknya aku gak mau tau, kamu urusin anak kesayangan kamu itu. Aku capek, di kantor banyak kerjaan dan sekarang di rumah pun juga harus dibebanin sama masalah anak kamu itu," kata papah seraya menaruh kertas itu di atas meja dan pergi ke kamarnya.

"Pah, kamu gak bisa gitu dong. Dewa itu kan juga anak kamu bukan anak aku doang, kamu juga harus ikut tanggung jawab," jawab mamah mengikuti Papah.

"Berisik!! Aku pusing!!"

Bahkan orang tuanya sendiri pun saling melemparkan kesalahan demi membela diri mereka masing-masing. Lalu apa artinya Dewa di mata mereka? Dewa tau, jika mereka menikah karena dijodohkan tanpa didasari cinta karena alasan kerja sama perusahaan, lalu melahirkan dirinya hanya untuk sebagai bahan rebutan agar menjadi penerus perusahaan mereka.

Sadewa Biantara ( SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang