23

7.3K 672 7
                                        

__12__

"Beb, sorry ya, lama. Soalnya tadi habis breefing begitu."

Sosok Abi yang terlihat tampan dengan jaket putih yang membalut tubuh tegapnya berjalan santai menuju sofa yang di duduki oleh Cillia dan Naya, kemudian pria itu mengambil posisi duduk di tengah-tengah kedua gadis itu.

"Aku enggak lama kok, Bi. Baru lima menit duduknya," jawab Cillia malu-malu.

Wajahnya merona dengan degup jantung yang berdebar ketika Abi mengambil posisi duduk tepat di sampingnya. Kepala gadis itu menunduk tak berani mendongak meski untuk membalas tatapan Abi.

"Beneran 'kan lo enggak marah? Lo lapar enggak? Gue beliin lo makanan deh buat sarapan."

"Enggak usah, Bi. Tadi aku udah sarapan kok di rumah. By the way, thanks ya atas perhatian kamu," ujar Cillia lagi. Cillia tidak percaya jika Abi begitu perhatian padanya meski mereka sudah menjadi mantan.

"Ck. Lo nyahut aja terus dari tadi."

Abi berdecap menatap Cillia yang kini mulai mendongakkan kepalanya.
"Kan, kamu ngomong sama aku, Bi. Otomatis aku jawab," sahut Cillia menatap Abi bingung.

"Siapa yang ngomong sama elo? Gue lagi ngomong sama pacar gue ini. Enggak usah Ge-er lo jadi manusia," tandas Abi sinis. Abi kemudian mengalihkan perhatiannya pada Naya lagi. "Gimana, Beb, lo mau sarapan apa?" tanyanya pada Naya yang menatap dirinya dan Cillia datar.

"Gue enggak butuh sarapan. Gue cuma pengen karung goni," ujar Naya dengan ekspresi datar.

"Hah? Buat apa, Beb?"

"Buat nutupin muka gue dari rasa malu," tandasnya membuat Cillia merasa tersindir.

Segera, tanpa kata, Cillia bergegas keluar dari stage meninggalkan orang-orang di dalam basestage yang menatap heran kepergian Cillia. Beruntung tidak ada yang memperhatikan mereka tadi. Jika ada mungkin sekarang ini Cillia benar-benar akan mencari karung goni untuk menutupi wajahnya dari rasa malu.

"Dia mantan gue. Gue putus dari dia karena dia dapat cowok yang lebih terkenal dan tajir dari gue," ujar Abi tanpa menunggu Naya bertanya.

"Dan lo pikir gue peduli?" timpal Naya sinis.

"Harus dong. Lo 'kan harus tahu semua seluk beluk tentang gue, Nay. Lo 'kan calon istri gue." Abi tersenyum lebar dari telinga ke telinga, membuat Naya mendengkus sebal.

"Terserah lo. Gue yang waras ngalah."

Dengan mulut tak berhenti menggerutu, Naya tetap duduk sambil menunggu Abi yang tengah bernyanyi di atas panggung. Naya tahu ini sudah mendekati sesi terakhir Abi dan ia bisa pulang.

Naya bisa saja pulang sedari tadi andai saja ia memiliki uang di saku piyamanya.

Ini semua gara-gara Abi yang memaksanya untuk menemani pria itu padahal ia belum bersiap-siap.

Lihat saja sedari tadi banyak orang yang terus menerus menatapnya aneh. Sejak pagi sampai saat ini dimana jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi, ia masih betah duduk di sofa dengan masih mengenakan piyama.

Astaga.

Untung saja urat malu Naya sudah tidak berada di tempatnya. Jika iya, maka mungkin saat ini Naya sudah meraung-raung karena rasa malunya.

Abi masuk ke dalam backstage sepuluh menit kemudian. Pria itu mengulurkan tangannya pada Naya bersiap untuk mengajak calon pengantinnya itu keluar.

Naya mendengkus berusaha untuk berdiri dengan tegap. Namun, belum siap ia berdiri tegap, tubuh Naya hampir linglung dan jatuh.

Beruntung Abi sigap menahan pinggang Naya.

Tatapan kedua insan itu bertemu membuat mereka saling menyelam ke dalam manik mata masing-masing membuat Sinta yang berniat memanggil Abi berdeham untuk menyadarkan aksi tatap-tatapan kedua sejoli tersebut.

Naya melepaskan tubuhnya dari tubuh Abi, kemudian bergerak cepat merapikan rambutnya.

Naya salah tingkah.

Berada dengan posisi seperti tadi membuat jantung seorang Naya berdetak tak normal.

Astaga!

Apa yang terjadi? Batin gadis itu tak percaya.

Hal serupa pula terjadi pada Abi.

Pria itu berdeham sejenak sembari melirik Sinta dengan tatapan sengit karena dianggap sudah merusak momen penting antara dirinya dan Naya.

"Astaga." Abi mengusap wajahnya kemudian tersenyum lebar seraya memperhatikan Naya yang berusaha mengedarkan pandangannya ke arah lain.

"Cie Naya, salah tingkah ya, gue peluk tadi," goda Abi tak ingin berada dalam suasana akward.

"Apaan 'sih lo? Gue salah tingkah sama lo? Hell yeah, gue akan salah tingkah kalau gue dipeluk sama Harimau. Kalau di peluk sama elo yang ada gue pasti gatal-gatal!"

Naya menatap Abi sengit. Naya sampai mengucapkan kata-kata aneh yang membuatnya meringis sendiri di dalam hati.

Seriously? Kalau gue peluk harimau, yang ada gue pasti udah mati berdiri, ujar batin Naya sambil meringis ngeri.

"Ya udah kalau begitu, lo anggap aja gue Harimau. Enak kok dipeluk sama gue." Abi tersenyum lebar dari telinga ke telinga membuat Naya mencibir.

"Antar gue pulang. Gue belum mandi dari pagi," perintah Naya dengan ekspresi sebal yang tampak menggemaskan di mata Abi.

"Siap sayangku. Gue antar lo ke rumah calon mertua gue dengan selamat," ujar Abi bersemangat. Lalu tatapan pria itu beralih menatap Sinta yang berdiri terbengong menatap interaksi bosnya dan gadis tak di kenalnya itu.

"Kenapa lo manggil gue?"

Naya berjengit ngeri mendengar nada dingin yang keluar dari mulut Abi.

Astaga!

Naya tidak tahu jika Abi bisa mengeluarkan nada seperti itu. Naya hanya tahu jika Abi selalu mengeluarkan kata-kata nyeleneh dengan rayuan gombal yang terkadang membuat perut Naya mulas.

Serius ini Abi? Batinnya bertanya-tanya heran.

"Itu, Mas, Mobil udah disiapkan buat pulang." Sinta meringis mendengar nada yang biasa digunakan Abi.

"Ya udah, Beb. Kita keluar terus gue antar lo ke rumah. Habis itu gue mau izin pamit sama elo ya, Beb," ujar Abi kembali dengan nada menyebalkan sepertinya biasanya.

"Lo mau kemana juga bukan urusan gue," sahut Naya ketus.

"Gue mau ada meeting dengan klien buat bahas proyek kerjasama gitu, Beb. Gue 'kan bakal jadi brand ambasador dari sampo yang lagi trend sekarang," balas Abi tak nyambung.

"Jaka sembung makan ubi. Enggak nyambung Abi."

"Ugh! Dengar lo nyebut nama gue, Nay, bawaanya pengin banget gue bawa lari lo ke KUA. Serius deh, Nay, gue enggak bohong."

Malas menanggapi Abi yang Naya rasa kewarasannya hanya tinggal beberapa persen saja, segera Naya berbalik pergi keluar dari backstage.

Naya bisa gila jika terus berada di dekat pria tak waras itu.

Sementara di belakangnya, Abi tidak berhenti berceloteh dengan rayuan maut yang tidak akan membuat Naya meladeninya lagi.

Pusing Naya lama-lama berada di dekat pria itu.

🌺🌺🌺

MENGEJAR CALON PENGANTINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang