48

781 90 1
                                    

Part 26

Makan malam berlangsung ramai di tambah dengan dua personel baru yakni Prissy dan Alify.

Naya sendiri cukup terkejut karena kedua sahabatnya sudah tiba di vila sejak sore dan ia sama sekali tidak tahu akan hal itu.

"Nay, mau makan ikan?" tawar Abi yang langsung mendapat gelengan Nays. "Kenapa enggak mau?" tanya Abi penasaran.

"Gue enggak bisa makan ikan. Enggak tahu caranya. Ikan ada tulangnya," bisik Naya agar tak terdengar oleh yang lain.

Abi melongo sebentar sebelum akhirnya ia terkekeh tanpa suara.
"Kalau begitu gimana kalau gue bantu lo misahin daging ikan dengan tulangnya?" tawar Abi dengan sudut bibir meringkuk menjadi senyuman menggoda.

"Enggak perlu. Nanti dilihat sama saudara lo dan gue dikata cewek manja lagi," balas Naya menatap Abi sebentar, sebelum ia memasukkan potongan steak ke dalam mulutnya.

"Gue bantu deh." Abi tak mengindahkan perkataan Naya. Pria itu mulai mencuci tangannya di dalam air dalam wadah dan mulai mengupas daging ikan dengan tulangnya.

Abi terkekeh merasakan cubitan Naya. Namun, pria itu tetap melakukan apa yang ia kerjakan. Pria itu kemudian meletakkan hasil kerjanya di dalam piring Naya dengan tangannya langsung.

Naya bergidik jijik. Di tatapnya Abi dengan tatapan curiga.
"Itu tangan dari ngupil ya?" tuding Naya langsung. "Atau lo habis boker dan enggak cuci tangan?" tambahnya membuat Abi mendelik.

"Lo kira gue cebok pakai tangan kanan apa?" bisik Abi menatap Naya tajam.

Keduanya saling berbisik dan tidak memedulikan keadaan sekitar berikut dengan Reva yang terlihat menundukkan kepalanya dan entah apa yang di pikirkan gadis itu.

"Jadi, apa pekerjaan kalian berdua?" tanya Rasty menatap Alify dan Prissy.

"Kalau saya freelance, Tan. Apa aja saya kerjakan." Prissy menyahut santai.

Dia tidak bohong. Dia memang mengerjakan apa yang bisa dikerjakan. Contohnya ketika orang lain memintanya untuk dibuatkan desain bangunan maka ia akan membuatnya. Ketika sekelompok orang ingin ia menciptakan perangkat anti virus maka ia akan buatkan. Ketika orang ingin ia meretas data, maka akan ia lakukan selagi yang meminta adalah pihak berwajib.

Prissy bekerja satu tahun satu kali dan penghasilan satu hari ia bekerja akan cukup ia habiskan dalam satu tahun.

"Oh." Rasty mengangkat sebelah alisnya. Lalu, tatapannya beralih menatap Alify dengan pandangan bertanya.

"Tukang kredit," sahut Alify tanpa ditanya.

"Tukang kredit?" Rasty membulat matanya sebentar, kemudian ekspresinya berubah seperti semula.

"Makanannya enak. Siapa yang masak?" puji Prissy mengalihkan topik.

"Reva dong yang masak. Anak tante 'kan rajin dan pintar masak," sahut Risa cepat. Dirinya tidak ingin jika Reva tidak dimasukkan ke dalam topik pembicaraan. Beruntung sekali jika saat ini sahabat dari rival anaknya justru mempertanyakan hal yang akan membuat topik tentang Reva terangkat.

"Wow. Masakan lo enak banget, Rev. Serius," ujar Prissy sambil mengacungkan jempolnya. "Tapi--" Prissy tersenyum tak enak menatap Reva. "Tumis ayamnya agak asin, Rev. Kata emak gue, kalau perempuan masak suka agak asin, itu tandanya perempuan itu ngebet pengin kawin," ujar Prissy santai.

"Nikah yang benar, Pris. Kawin-kawin. Lo kira kucing," celetuk Naya menatap sahabatnya malas. Mereka baru selesai makan dan saat ini tetap berada di meja makan dengan beberapa hidangan yang sudah habis.

"Nah, apa pun itu deh." Prissy mengibaskan tangannya. "Lo harus ajak Evan cepat-cepat nikah. Susah 'kan lo dapatin dia?" Prissy tersenyum lebae, namun tidak dengan Reva yang kini justru menunduk dengan tangan terkepal di kedua sisi tubuhnya.

"Evan? Evan siapa?" Rasty mengerut keningnya, membuat Prissy menpuk dahinya pelan.

Prissy terkekeh singkat. "Saya lupa ya tante dan semua orang di sini enggak tahu," gumamnya yang masih di dengar oleh penghuni ruang makan.

"Tahu apa?" Kali ini Vicky, suami Veny dan juga ayah si kembar menyahut dengan penasaran.

"Evan itu tunangan Reva. Mereka tunangan beberapa bulan yang lalu dan sedang merencanakan pernikahan, mungkin?" sahut Prissy sambil mengerut keningnya. "Iya, kan, Va? Lo lagi mempersiapkan pernikahan 'kan?" Kali ini tatapan Prissy beralih menatap Reva.

"Kata siapa? Jangan menyebar gosip yang enggak benar," sangkal Risa mulai mengelak.

"Dih, siapa yang gosip, Tante? Fakta 'kan memang begitu," sahut Alify untuk berkolaborasi dengan Prissy. "Tunangan Reva 'kan pacarnya Naya juga waktu itu. Iya enggak sih, Pril?" Alify menatap Prissy meminta penjelasan.

"Sudah-sudah. Lebih baik juga ke ruangan lain saja. Biarkan mbak yang lain yang merapikan tempat makan," sela Bams ketika melihat suasana yang mulai terasa tak enak. Sementara dua gadis yang tadinya berbicara dengan sadis masih bersikap biasa saja dan tenang seolah mereka tidak pernah melempar bom pada suasana ruang makan.

"Kita ke kamar gue aja," ajak Naya pada kedua sahabatnya.

Keduanya mengangguk setuju dan mulai mengikuti langkah Naya menuju kamar gadis itu.

"Lo berdua apaan 'sih tadi? Kenapa pakai bahas tunangan Reva dan mantan gue?" semprot Naya menatap tajam keduanya.

Mata Naya mengikuti pergerakan kedua orang yang tengah merebahkan tubuh mereka di tempat tidurnya.

Tidak menanggapi pertanyaannya sama sekali.

"Hoam! Gue ngantuk, Fy. Lo?" Suara Prissy terdengar seperti tengah menguap.

"Banget. Ini gue juga langsung ngantuk pas dengar suara burung hantu lagi nyanyi," balas Alify santai.
"Weits. Enggak ada ya lempar gue pakai bantal atau guling segala." Alify menghindar saat Naya akan memukulnya dengan bantal dan bantal tersebut mendarat apik mengenai wajah Prissy.

"Oy, Naya! Muka gue!" teriak Prissy sebal.

"Rasain. Itu hadiah dari gue karena lo berdua udah menjelekkan Reva tadi," ejek Naya menatap Prissy dan Alify.

"Jangan sok suci lo. Gue tahu lo lebih dari siapa pun. Bilang aja maksud lo kalau lo kurang puas sama drama yang gue dan Alify mainkan." Prissy mencibir menatap Naya malas.

Tubuhnya terbaring menatap atap kamar. Hal serupa juga dilakukan Naya dan Alify dengan Naya berada di tengah keduanya.

"Permainan kita tadi kurang yahud. Kapan-kapan gue minta lo bedua untuk menciptakan gelombang drama yang lebih wow," ujar Naya sambil terkekeh.

Tidak perlu menunjukkan taringnya secara langsung pada musuh karena ia akan bermain dengan sembunyi tangan.

Cukup mengandalkan Prissy dan Alify saja maka semua akan berjalan lancar.

"Pasti. Gue juga udah agak gemas sama sepupu lo itu, Nay. Enggak ada matinya," timpal Prissy sambil terkekeh.

"Biasanya orang jahat itu memang matinya agak lama," kekeh Alify.

"Ngomong-ngomong soal mati, gue jadi punya ide untuk nanti malam." Prissy menyeringai menatap Naya dan Alify dengan pikiran yang sudah menyusun rencana untuk nanti malam.

"Rencana apa?" Alify menatap Prissy yang tiduran di samping Naya.

"Nanti gue jelasin. Kebetulan gue bawa perlengkapannya."

Ketiganya mengangguk pasti. Rencana Prissy memang tidak akan pernah gagal untuk mereka.

MENGEJAR CALON PENGANTINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang