41

7.5K 777 26
                                    

Prissy dan Lify bersorak riang ketika band kesukaan mereka tampil di atas panggung.

Sesuai permintaan kedua gadis tak tahu malu itu jika mereka berada di tempat VVIP dan sudah bersua foto bersama band favorit mereka. Keduanya tampak tertawa dan bernyanyi bersama dengan band yang tengah tampil di atas panggung. Suara fals keduanya ikut menggema bersama penonton yang lain.

Sedangkan untuk Naya yang merasa paling normal di antara kedua sahabatnya hanya memilih duduk dengan tenang sambil menatap penampilan penyanyi dengan tak minat.

Kesal melihat kedua temannya yang asik menggoyangkan pinggul mereka padahal bukan lagu dangdut yang tengah dimainkan, Naya dengan gemas mencubit pinggang Lify dan Prissy yang berada di kedua sisi tubuhnya.

Posisinya memang berada di tengah keduanya dan Naya menyesal memilh tempat seperti ini. Harusnya ia menunggu di Backstage saja daripada bergabung dengan gadis kurang waras seperti teman-temannya ini.

"Nay, lo nyubit gue, ya?" tuduh Prissy seraya mengusap pinggangnya.

"Enggak." Naya mengelak dengan ekspresi datar khas-nya.

"Ah, iya. Lo juga nyubit gue, Nay!" Kali ini Lify berseru diantara banyaknya penonton. "Cubitan lo kek capitan kuku nenek lampir, Nay. Enggak usah ngelak lo."

"Ish. Udah gue bilang, bukan gue," gerutu Naya sebal menjadi korban tuduhan. Padahal bukan dirinya yang mencubit Lify dan Prissy, tapi tangannya bergerak sendiri.

"Terserah!" Kompak Lify dan Prissy berseru. Kedua gadis itu kembali melanjutkan nyanyian dan goyangan mereka. Mengabaikan Naya yang bersungut di tempat.

Tak tahan berada di tempat ramai dan berisik seperti ini, Naya memutuskan untuk pergi ke belakang panggung dan mencari ruangan di mana Abi berada.

Setelah menemukan ruangan Abi, Naya membuka pintu dan masuk ke dalam.

"Gue enggak ganggu, kan?" tanyanya menatap Abi yang tengah sibuk dengan ponsel. Sementara di samping pria itu, Cillia duduk dengan tenang di satu sofa yang sama meski masih ada jarak.

"Oy, Beb. Lo akhirnya datang juga. Gue dari tadi telepon dan kirim SMS ke lo tapi enggak di respons." Abi mendongak kemudian tersenyum lebar menyambut calon tunangannya.

"Kenapa lo telepon gue? Hape gue silent. Jadi enggak akan kedengeran." Naya dengan raut tanpa dosa mengambil posisi duduk di tengah-tengah Abi dan Cillia yang kini wajahnya sudah kelam seperti langit malam.

"Gue tahu lo pasti belum makan. Ini tadi gue minta Bang Rully buat beliin martabak spesial buat lo." Abi bangkit dari duduknya, kemudian mengambil box berisi martabak yang dibeli Rully atas perintahnya.

Naya menerima box tersebut dengan ekspresi curiga. "Ini enggak dicampur racun atau obat pencahar perut 'kan?' tanyanya disambut tawa manis Abi.

"Ya enggak lah. Gue jamin, Bang Rully enggak akan berbuat kriminal," ujar Abi setelah menghentikan tawanya.

"Ya kali."

Naya membuka box berisi martabak kemudian mengunyahnya pelan seraya menikmati rasa lumeran keju dari dalam mulutnya.

"Enak kok ini."

"Memang enak. Udah jadi langganan gue itu," sahut Abi seraya tersenyum lebar.

"Lo mau?" tawar Naya pada Cillia.

"Enggak," sahut Cillia ketus.

"Gue juga basa-basi nawarin lo," sahut Naya sambil menyeringai. "Lidah lo nanti gatal-gatal ya makan martabak ini," ejeknya, membuat Cillia melotot sinis.

"Lo kira gue cewek dusun enggak pernah makan martabak apa, hah?"

"Bukan karena lo dusun kok." Naya tersenyum. "Gue takutnya lo gatal-gatal kayak cacing kepanasan karena gue dibeliin Abi martabak ini."

"Lo." Cillia menatap Naya geram. Setelah itu Cillia memutuskan untuk pergi dengan menghentakkan kakinya, meninggalkan Naya yang dengan raut wajah tanpa dosa tetap menikmati martabaknya dan Abi yang terkekeh senang.

"Lo suka banget mancing emosi orang," komentar Abi sembari mengusap bibir Naya.

"Bukan gue kok yang suka mancing emosi orang. Tapi, orangnya aja yang gampang kepancing," sahut Naya datar. "Segmen lo belum mulai?" tanyanya tanpa menatap Abi.

"Belum. Masih sepuluh menit lagi. Tadi udah brefing dan gue dapat segmen 3 dan lima."

Naya mengangguk. Tidak ada obrolan lagi di antara mereka. Naya sibuk menyantap martabaknya sedangkan Abi terus menatap wajah Naya dari samping.

"Lo kenapa ngelihatin gue dari tadi? Belum pernah ngerasain di colokin dengan kuku kuntilanak?" sinis Naya tanpa menoleh.

"Lo cantik," komentar Abi membuat Naya mendengkus.

"Enggak usah lo bilang, nenek-nenek joging juga tahu gue cantik," sahut Naya percaya diri.

"Gue suka dengan kepercayaan diri lo. Dengan ini gue enggak akan ragu buat bawa lo ke publik nanti," ujar Abi tersenyum lebar.

"Hm."

"Mas Abi, sudah mau masuk segmen mas Abi," ujar Sinta yang baru saja melangkah masuk. Di tatapnya Abi dan Naya yang duduk berdampingan.

"Oke." Abi mengangguk. "Gue tampil dulu ya, Beb. Lo mau nunggu di sini atau ikut gue?" Abi menatap Naya yang menggelengkan kepalanya.

"I stay here."

"Oke. Wait me, Darling." Abi melempar kecupan jarak jauh yang membuat Naya bergidik jijik dengan tingkah pria itu.

"Pergi sono!"

Abi terbahak melihat ekspresi Naya. Pria itu memilih untuk keluar dengan senyum manis bertengger di sudut bibirnya. Abi merasa bahagia dengan kehadiran Naya di hidupnya.

"Kenapa lo ngelihatin gue dari tadi? Jangan bilang lo lagi membandingkan diri lo dengan diri gue ya. Karena lo dan gue itu bagai air kolam dan air got." Naya menatap Sinta sinis. Naya tahu sejak awal Sinta dan Nindy tak menyukai kehadirannya. Hal itu yang membuatnya juga tak menyukai asisten Abi ini.

"Gue cuma enggak sangka aja kalau selera Mas Abi begitu rendah," ucap Sinta berani, membuat Naya bangkit dari duduknya. Kaki jenjang terbalut high heels 7 cm melangkah mendekat ke arah Sinta dan berdiri tegap di hadapan wanita yang sudah menghina dirinya.

"Lo pikir lo udah melebihi apapun yang ada di diri gue?" Senyum Naya mengembang lebar. "Lo harusnya sadar dengan posisi lo saat ini. Siapa lo dan siapa gue, itu lo harus pikirin," decapnya seraya menepuk pundak Sinta yang lebih tinggi darinya.

"Ingat, seorang asisten enggak berhak untuk ikut campur dan mengomentari hidup majikan."

Naya mundur beberapa langkah membalas tatapan Sinta yang tengah menatapnya dengan tatapan penuh kebencian.

"Gue yakin hubungan lo dengan Mas Abi enggak akan bertahan lama. Sebentar lagi kalian pasti putus." Sinta mengepal kedua tangannya merasa geram dengan sikap angkuh Naya.

"Oh, iya?" Naya tersenyum menantang. "Hubungan gue yang enggak akan bertahan lama atau lo yang sebentar lagi hengkang dari pekerjaan lo," pungkasnya dengan senyum jumawa.

"Kita lihat saja nanti." Sinta tersenyum sinis sebelum akhirnya memilih pergi meninggalkan Naya yang menggeleng kepalanya melihat tingkah asisten Abi satu ini.

Naya tahu Sinta menyimpan rasa pada Abi. Sayangnya Abi memilih mengejarnya untuk menjadi pengantin pria itu.

🍂🍂🍂🍂🍂

MENGEJAR CALON PENGANTINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang