ENAM

7.9K 735 14
                                        

Naya dan Nia melangkah menyusuri koridor mencari ruangan Danu yang sudah ditanya pada resepsionis.

"Dik Risa, bagaimana dengan Danu? Kenapa dia bisa masuk rumah sakit?" Nia bertanya ketika melihat sosok Risa, istri Danu di depan ruangan.

"Mbak Nia." Risa bangkit dari duduknya menatap kakak ipar dengan mata memerah.

"Iya, maaf ya baru datang. Soalnya baru di kasih tahu," ujar Nia meminta maaf.

Di depan ruangan tidak hanya ada Risa tapi juga Saina kakak ipar Nia dan juga Putra kakak kandung Nia yang berjarak 3 tahun darinya.

Putra adalah anak tertua dari orangtua mereka, sementara dirinya yang kedua atau tengah, dan Danu yang paling bungsu.

Ketiga saudara kandung ini memang akur sejak kecil hingga sekarang, namun hal yang membuat Nia kecewa adalah Danu yang merestui hubungan Reva dan Evan padahal dia tahu jika Evan adalah kekasih Naya.

"Enggak apa-apa, Mbak." Risa menggeleng pelan. "Mas Danu tadi pingsan. Kata dokter dia kecapaian dan ada gejala demam berdarah," ujarnya memberitahu.

Naya dan Nia sama-sama mendengkus dalam hati mendengar kondisi Danu. Mereka pikir Danu terkena serangan jantung atau kolaps makanya Risa menangis seperti itu.

"Reva mana, Dik?" Nia menatap sekeliling dan tak menemukan keberadaan Reva.

Risa tersenyum mengusap air matanya. Wanita itu berujar, "dia masih lembur, Mbak. Mungkin nanti akan datang sebentar lagi."

Mereka memasuki ruangan tempat Danu di rawat setelah diberi izin dokter.

Sementara Naya mengikuti dengan ringan di samping Sean anak sulung Putra dan Saina. Usianya lebih tua satu tahun dari Naya membuat mereka akrab satu sama lain.

"Menurut lo si lotus putih itu di mana sekarang?" bisik Sean pada Naya.

"Di WC kali," sahut Naya asal.

Sean kontan melotot.

"Ya mana gue tahu lah. Gue 'kan bukan kakinya yang mesti tahu dia dimana," ujar Naya malas.

"Ngomong enggak tahu aja susah banget," cibir Sean kesal.

Naya bergeming tak perduli.  Gadis cantik itu kini fokus pada layar ponselnya mencari informasi tentang acara musik yang akan ia hadiri.

"Assalammualaikum," sapa sebuah suara. Pintu ruangan terbuka dan menampilkan wajah lembut Reva.

"Reva, kamu pasti capek pulang dari kantor langsung kesini. Sudah makan, Nak?" Risa menghampiri putrinya dan memeluknya sebentar. Setelah itu ia meminta Reva untuk duduk di sofa sebelah Saina.

"Enggak juga, Ma. Aku langsung kesini waktu mama kabarin aku kalau papa masuk rumah sakit." Reva menjelaskan dengan tersenyum tulus.

"Anak mama memang anak yang baik dan berbakti sama orangtua."

Naya mencibir diam-diam mendengar ucapan lotus putih itu. Pulang dari kantor, eh? Naya tak bisa membantu tapi memberi standing applause untuk perempuan itu yang tampak seperti makhluk suci dari surga.

"Eh, Va, lo kebagian enggak sale  tas di mall tadi?" Naya bertanya ketika melihat sepasang ibu dan anak itu tengah berada di awan. "Gue tadi enggak sempat nemenin elo, sih. Gue berharap lo kebagian ya, soalnya sale kayak gitu jarang terjadi."

Wajah Reva memerah mendengar ucapan Naya. Gadis cantik itu tidak menyadari akan kehadiran Naya yang berdiri di pojok ruangan.

"Huh?" Sean menatap Naya bingung. "Bukannya tadi tante Risa bilang kalau Reva lembur?" tanyanya menambah  sumbu api.

Naya terkekeh menatap Sean tenang. "Gue enggak tahu juga. Kan, gue ketemunya pas waktu gue mau pulang yang artinya udah hampir jam tujuh lebih," ucapnya tenang.

Wajah Reva dan Risa memerah mendengar ucapan Naya. Tak ingin diri mereka di permalukan lebih dan lebih lagi, Risa memutuskan untuk mengubah topik secepat mungkin dan membahas hal lain yang tidak bersinggungan dengan kebohongan Reva.

Hingga hari sudah larut malam baru lah Naya dan Nia pamit undur diri.

MENGEJAR CALON PENGANTINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang