"Gila! Seru! Seru! Pokoknya tadi itu seru pakai banget dan enggak akan terlupakan deh!" seru Lify saat mereka sedang dalam perjalanan pulang.
Abi yang duduk di depan bersama sopir bahkan menutup telinganya ketika mendengar suara nyaring yang memekakan telinga.
Mengapa sahabat-sahabat calon istrinya memiliki suara badai 'sih? Gerutu Abi kesal.
"Lebay. Gitu doang lo pada heboh," sinis Naya terdengar.
"Lha, lo enggak tahu gimana euforia ketika ketemu sama idola, Nay. Bawaannya kek naik roller coaster." Kali ini Prissy ikut buka suara dan berseru tak kalah heboh dengan Lify.
"Lo berdua belum ketemu aja sama malaikat Izrail dan merasakan histeria ketemu sama tuh malaikat," celetuk Naya yang disambut pekikan terkejut ke empat orang dalam mobil.
"Astagfirullah!"
Mobil berhenti mendadak membuat pekikan histeris terdengar sehingga membuat beberapa orang yang berada di luar tersenyum.
"Naya, gara-gara lo ngomong gitu, kita hampir aja ketemu sama malaikat Izrail." Lify memukul pundak Naya keras.
"Gue belum siap, Nay. Gue belum kawin. Gue belum merasakan duduk di pelaminan dan belum merasakan yang namanya malam pertama," timpal Prissy ikut memukul paha Naya.
"Bukan omongan gue yang buat kita hampir saja meet and greeet dengan malaikat Izrail, bodoh. Tapi, yang di depan kita ini." Naya menatap gemas Lify dan Prissy yang menurutnya sangat berisik dan mengganggu.
Kompak, kedua gadis itu menatap lurus ke depan dan menemukan sekelompok orang tengah berdiri di depan mobil dan menghadang laju kendaraan mereka.
"Malam ini kayaknya kita bakal olahraga," ujar Lify menatap kedua sahabatnya.
"Gawat, Mas. Mereka ini kawanan begal yang selalu buat resah masyarakat." Sopir Abi berujar panik. "Kita enggak akan bisa mundur kalau begini, Mas. Mobil kita juga di hadang dari belakang," tambahnya membuat Abi sedikit panik.
"Terus kayak mana, Pak? Apa kita perlu telepon polisi sekarang?" ujar Abi panik. Dirinya paling malas jika berurusan dengan yang namanya polisi dan akan berakhir di media dengan time line berbagai judul.
Tidak! Abi tidak mau jika namanya masuk koran dan majalah dengan berita jika seorang penyanyi papan atas seperti dirinya di keroyok oleh kawanan begal.
Sementara Abi yang panik tak menyadari jika ketiga gadis yang duduk di kursi belakang sudah keluar terlebih dahulu dan baru disadari Abi setelah mendengar teriakan sopirnya.
"Mbak, mau ke mana?"
Abi menoleh kemudian menatap horor ketiga gadis terutama calon istrinya yang saat ini tengah berkacak pinggang di depan pria yang di duga sebagai bos begal.
"Astaga, Naya." Abi keluar dari mobil setelah memberi pesan pada sopir untuk segera menghubungi polisi.
"Mending gue ya, tukang kredit keliling tapi dapat duit halal. Dari pada lo semua, badan doang yang digedein, tapi pekerjaannya jadi hantu," cibir Lify menatap remeh enam pria di depannya.
Prissy menoleh dengan kernyitan di dahinya. "Kok hantu Sih, Lip?" tanyanya tak mengerti.
"Hantu 'kan kerjaannya tukang nakutin orang, Pris. Jadi, mereka ini enggak lebih dari hantu pengangguran dan pecundang yang cuma ngambil hak yang bukan milik mereka."
"Jangan banyak cangcingmen lo pada. Serahin aja barang-barang kalian dan kalian bisa langsung pergi dengan selamat," ucap seorang pria dengan topi di kepalanya.
Naya memiringkan kepalanya menatap enam orang di hadapannya datar. "Kalau kita enggak mau?" Suaranya terdengar santai, namun terdengar datar dan tidak bertenaga, seperti seseorang yang baru saja terbangun dari tidur dalam keadaan mengigau.
"Yeah, kalau lo enggak mau juga enggak apa-apa. Jangan menyesal karena kita enggak akan kasih ampun buat cakor alias calon korban kita."
"Ugh, takut. Emak, mau nyusu!" ujar Prissy terlihat ketakutan. "Eh, tapi susu apa ya yang enak?" tanyanya menatap Naya polos.
"Susu buaya," sahut Naya seraya melipat tangannya di dada.
"Serius? Memang ada?"
"Ada. Mau lihat?"
Prissy mengangguk mantap.
Tak berapa lama Naya mulai mengeluarkan bubuk merica dari dalam tasnya. Gadis cantik itu melangkah maju menyemproti wajah pria-pria yang menjadi tukang begal tersebut.
Setelah enam pria itu lengah karena rasa perih yang mengenai mata, barulah Prissy dan Lify bergerak menarik orang-orang itu menjauh dari kendaraan mereka dan menghajar para begal secara berutal.
Prissy menghajar satu preman, Abi dua, Lify tiga, dan Naya duduk dengan santai di atas kap mobil.
Tidak ada niat untuk bergabung dengan calon suami dan para sahabatnya. Tugasnya sudah selesai dan saatnya ia menunggu hasilnya.
"Hue! Tangan gue sakit banget ih!" keluh Prissy seraya mengibas tangannya.
"Lebay," cibir Naya menatap Prissy tak minat.
"Gue udah ikat mereka berlima. Sisanya masih sama Lify." Abi menghela napas dan menyandarkan tubuhnya pada Naya yang langsung mendapat tepisan dari gadis itu. Naya melotot. Namun, Abi tak peduli.
"Minggir," desis Naya.
"Numpang nyender doang, elah, Nay. Lelah abang, Nay," gumam Abi.
Naya memutar bola matanya mendengar ucapan Abi. Baru tiga preman yang dihajar dan pria itu sudah kelelahan. Padahal pertahanan para preman begal itu tidak terlalu kuat.
"Lipy, udah. Bisa mampus itu orang kalau lo pukul pakai tas lo itu," teriak Prissy. Melihat sahabatnya memukul seorang preman habis-habisan menggunakan tas mahalnya membuat Prissy ngeri sendiri.
"Gue sebel tahu sama ini orang. Enggak punya perasaan amat." Lify menendang kaki preman tersebut sebelum memilih kembali ke tempat teman-temannya berada.
"Kenapa memangnya?" Abi menatap sahabat calon istrinya bingung.
"Karena dia pukul tas 10 juta gue." Lify mengangkat tas merah maroon miliknya tepat di depan muka, kemudian menurunkannya lagi dengan wajah cemberut.
"Lebay lo. Lipy, gue kasih tahu ya sama lo, kalau sesuatu yang berlebihan itu enggak baik," ujar Prissy dengan ekspresi serius. "Lagian gue juga belum pikun-pikun amat kalau harga tas lo itu cuma 150 ribu," tandasnya menatap Lify.
"Seratus lima puluh ribu mata lo kerlap-kerlip. Gue belinya sepuluh juta tahu," sungut Lify tak terima.
"Lo beli tas itu di tanah abang, Lip. Jalan sama gue, belinya sama gue, dan itu pun lo masih utang sama gue 150 ribu. Belum lo bayar dari satu minggu yang lalu." Prissy menatap sahabatnya gemas. Dirinya jelas masih ingat jika tas itulah yang dibeli Lify di tanah abang seminggu yang lalu dan itupun masih utang.
Lify menggaruk telinganya yang tak gatal.
"Memang iya begitu?""Bodo amad."

KAMU SEDANG MEMBACA
MENGEJAR CALON PENGANTIN
Narrativa generaleDi tinggal kekasih yang sudah berpacaran selama satu tahun tidak membuat Anaya Bilqis begitu terpuruk karena ia menganggap pria yang bersamanya bukan jodohnya. Hingga akhirnya orangtua Naya berasumsi bahwa Naya gagal move on dan berniat mencarikan j...