30

7.9K 676 30
                                    

Nia dan Naya akhirnya memutuskan untuk datang ke rumah sakit dengan Naya sebagai sopir.

Tak membutuhkan waktu lama ibu dan anak itu akhirnya tiba di rumah sakit setelah beberapa menit melintasi jalan raya.

"Ruang mana, Ma, oma?" tanya Naya melirik mamanya yang berada di sampingnya.

"Ruang Anggrek lantai dua, Nay," sahut Nia tenang.

Tidak ada obrolan apapun karena kedua ibu dan anak itu tengah fokus pada langkah mereka dan pikiran mereka masing-masing.

Naya yang tengah memikirkan perjodohan yang diminta neneknya dan Nia yang sedang menyusun rencana bagaimana caranya agar ketika mereka tiba di ruangan nanti tidak ada yang membahas soal perjodohan itu.

Bisa gawat jika mama mertuanya itu tahu kalau Nia sudah mengkambinghitamkan wanita tua itu. Nanti saja jika mertuanya sudah keluar dari rumah sakit maka ia akan menjelaskan pelan-pelan tentang rencana perjodohan Abi dan Naya.

Nia tidak ingin kalah dari adik iparnya itu. Lagi pula Nia harus memastikan jika Evan akan menyesal karena sudah meninggalkan Naya, putrinya yang bagaikan berlian dengan kualitas tinggi dan lebih memilih batu akik seperti Reva.

"Grandma!"

Nia tersentak ketika mendengar suara melengking Naya ketika mereka sudah tiba di ruang rawat Vina--mertua-- dan nenek bagi Naya.

Segera dengan langkah biasa, Nia mendekati ibu mertua dan putrinya kemudian berdiri di dekat mereka.

"Nia, kenapa kasih tahu Naya kalau ibu ada di rumah sakit?" Vina menatap menantunya itu kesal.

"Maaf, Bu." Nia menatap Vina menyesal. "Aku enggak mungkin bohong sama Naya ibu ada dimana dan penyebab ibu masuk rumah sakit," ujarnya diakhiri dengan senyum manis. Nia berharap kalimat yang sudah ia katakan tadi tidak memicu Naya atau Vina untuk membahas soal perjodohan dan penyebab Vina masuk rumah sakit.

Jika Naya berpikir Vina masuk rumah sakit karena berdebat dengan mamanya, maka hal yang sebenarnya terjadi adalah Vina yang terkena darah tinggi karena adu mulut dengan teman sosialitanya.

Ini akibat mulut temannya yang mengatakan jika perhiasan yang dipakainya adalah barang imitasi. Padahal jelas-jelas Vina tidak memakai barang imitasi.

Hal tersebut memicu pertengkaran antara dua wanita tua dan berakhir dengan aksi saling tarik sanggul di kepala.

Vina masuk rumah sakit karena tensi darah tingginya naik dan teman Vina juga masuk rumah sakit karena babak belur.

"Iya, Grandma. Nay khawatir banget waktu dengar dari mama kalau grandma masuk rumah sakit." Naya menatap neneknya dengan sayang. "Grandma udah baikkan 'kan?" tanyanya khawatir.

"Tentu, Sayang. Grandma baik-baik saja. Besok grandma juga bisa pulang," katanya dengan senyum manis. Melihat cucu kesayangannya membuat Vina sehat seketika. Naya adalah pelipur lara bagi Vina.

"Ah, iya, Grandma. Soal per--"

"Ibu sudah minum obatnya? Ingat kata dokter kalau ibu enggak boleh telat minum obat dan makan," sela Nia terlebih dahulu.

Nenek dan cucu itu serempak menoreh menatap Nia yang memasang ekspresi polosnya. Nia bersikap biasa saja dan tidak mau menunjukkan kegelisahannya pada ibu mertua dan putrinya.

"Ah, iya, ibu lupa. Tadi, sebelum kalian datang, ibu berniat untuk minum obat. Ini gara-gara Naya 'sih yang datang dan membuat grandma lupa semua hal." Vina terkekeh seraya mengusap kepala cucunya dengan sayang.

"Grandma bisa saja ngeles kayak bajaj. Bilang aja kalau grandma memang enggak niat mau minum obat."

Vina terkekeh mendengar ucapan cucunya yang memang benar sekali. Vina tidak berniat untuk minum obat dan ia bahagia ketika cucu serta menantunya datang. Tapi, ternyata menantunya itu justru mengingatkannya tentang minum obat.

Mau tak mau Vina terpaksa menelan beberapa butir pil dibawah tatapan mata Naya.

Naya tengah duduk di sofa dalam ruangan neneknya ketika mendapati sebuah notifikasi chat dari seseorang yang membuat Naya jengkel.

Siapa lagi jika bukan Abimana Ralluque.

Pria itu terus mengirim pesan teks atau pesan suara sejak beberapa jam yang lalu dan tidak pernah ditanggapi Naya. Namun, pesan yang dikirim Abi ini sukses membuat Naya ingin melempar ponselnya ke lantai.

"Nay, lo lihat 'kan jempol kaki gue? Besar enggak?"

Abi mengirim sebuah gambar jempol kaki yang sepertinya memang milik pria itu.

Naya tidak membalas karena dirinya terlalu normal untuk meladeni pria absurd seperti Abi.

Namun, sepertinya Abi tidak membiarkan Naya hanya duduk tenang tanpa mengacaukan emosi Naya. Hal itu terbukti dari pesan berikutnya yang membuat Naya ingin sekali memasukkan pemuda itu ke dalam karung.

"Kata orang, kalau jempol kaki cowok itu besar, itu tandanya meriamnya juga besar. Lo udah lihat sendiri kan, Nay meriam punya gue? Besar 'kan?" tulis Abi diakhiri dengan emot polos.

"DASAR COWOK GILA BIN STRES. JANGAN GANGGU GUE!" balas Naya dengan capslok yang menyakitkan mata.

Tak lama balasan dari Abi kembali datang.

"Ya ampun, Nay. Lo tenang aja. Meriam gue pasti bikin lo ketagihan. Jaga donat gue baik-baik ya, Nay. Rawat seperti anak sendiri," tulis Abi kembali dengan kalimat super ambigu yang membuat Naya tak mengerti.

Bodohnya Naya justru bertanya maksud pesan Abi tadi. Ketika balasan dari Abi sudah diterima, Naya kembali meradang dan langsung mem-blokir nomor Abi.

"Donat yang ada di bawah perut lo. Rawat baik-baik ya. Ah, iya, kalau bisa donatnya enggak usah ada topingnya ya."

Emoticon dengan kedipan sebelah mata mengakhiri chat mereka dengan Abi yang tidak akan bisa mengirim chat mesum dan vulgar lagi.

MENGEJAR CALON PENGANTINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang