60

4.8K 709 181
                                        

Naya menatap datar berkas yang sudah berceceran di lantai. Gadis itu kemudian mendongak seraya tertawa lebar, membuat semua yang berada di dalam lift menatapnya tak paham.

"Reva-Reva. Lo bersikap seolah dunia ini ada di dalam genggaman lo. Padahal enggak sama sekali," ujar Naya. Naya kemudian mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan menghubungi seseorang.

"Om, ke lantai sembilan divisi pemasaran, now," ujarnya pada Danu yang ia hubungi.

Setelah itu Naya tersenyum lagi dan berniat menghubungi papanya. Tidak menunggu lama sambungan telepon langsung terhubung.

"Pa, ke kantor sekarang. Berkasnya udah jadi sampah. Lantai sembilan, divisi pemasaran," kata Naya. Setelah itu ia langsung mematikan sambungan telepon dan memasukkan ponselnya ke dalam tas.

Naya menatap wajah Reva yang memucat, kemudian menatap kedua temannya yang masih bersikap angkuh tidak tahu bahwa karier mereka akan segera hancur di tangan mereka sendiri.

"Lo tahu, Rev, berpura-pura menjadi putri raja ternyata enggak buat lo puas diri. Tapi, selalu pengin ambil posisi putri raja yang asli."

Semua diam mendengar pernyataan Naya yang menurut mereka sedikit ambigu.

"Sekarang ini gue yang akan ambil alih dan mendepak lo dari hidup gue. Bahkan, bokap lo itu enggak akan bisa berbuat apa-apa buat melindungi lo," ujarnya sambil menyeringai.

Tidak lama kemudian terdengar suara langkah kaki di sepanjang lorong membuat tubuh Reva membeku. Namun, ia berusaha untuk menormalkan kembali wajahnya dan tidak ingin papanya tahu apa yang sudah ia lakukan tadi.

"Reva, Naya. Ada apa ini?" tanya Danu setelah tiba di tempat.

Reva mengusap wajahnya dan menatapnya dengan tatapan sayu. Akting di mulai, batinnya sambil berusaha untuk menguatkan hati.

"Pa, tadi aku enggak tahu apa-apa. Tiba-tiba Naya datang nyerang aku. Dia masih enggak terima kalau aku tunangan dengan Evan." Reva melirik Evan yang berdiri di samping papanya. "Dia juga cemburu karena pernah lihat aku ngobrol sama Abi waktu di vila. A-aku sudah memaafkannya, Pa. Aku enggak apa-apa." Reva terisak sambil menundukkan kepalanya.

Evan yang tidak tahan melihat kekasihnya menangis segera mendekat dan merangkul pundaknya. Tatapan tajam Evan di alihkan pada Naya yang masih berdiri di depannya dengan wajah angkuh.

"Kamu benar-benar perempuan keji, Nay. Menyesal aku pernah kenal dan menjalin hubungan dengan kamu. Perempuan berhati iblis!" teriak Evan di akhir kalimat.

Sedetik kemudian Evan dan Reva tersungkur ke depan merasakan tendangan keras dari belakangnya.

Naya yang melihat pasangan itu akan terjatuh ke depannya segera mundur sedikit lalu menatap lurus ke depan. Ke arah sosok Abi yang berdiri menjulang tinggi dengan tangan mengepal dan wajah yang terlihat menahan amarah.

Abi tadi datang ke butik Naya, tapi gadis itu tidak ada di tempat. Lalu, ia melacak letak posisi Naya melalui ponsel yang sudah ia pasang alat pelacak secara diam-diam tanpa sepengetahuan Naya.

Saat tahu Naya berada di kantor papanya, Abi segera bergegas dan melalui akses dari Nando, akhirnya Abi bisa masuk ke gedung tersebut. Abi kemudian menuju lantai sembilan tempat Naya berada dan betapa terkejutnya ia ketika mendapati Naya justru diteriaki oleh pria yang dulunya adalah mantan kekasih Naya.

"Banci lo cuma bisa gertak calon istri gue aja. Kalau lo laki tulen, maju sini berantem sama gue!" bentak Abi. Abi marah mengetahui calon istrinya dikatai sebagai perempuan berhati ibis oleh pria yang pernah menjadi kekasih Naya. Abi siap menantang duel jika memang itu bisa membuat Evan tutup mulut.

MENGEJAR CALON PENGANTINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang