Prolog

912K 52.4K 4.9K
                                    

Bagi keluarga pesantren, menjodohkan dan menikahkan anak mereka dengan anak dari kiai pesantren lain adalah hal yang biasa, istilah seorang gus yang menikahi seorang ning sangatlah lumrah di masyarakat, begitu juga di kalangan santri, karena sejat...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagi keluarga pesantren, menjodohkan dan menikahkan anak mereka dengan anak dari kiai pesantren lain adalah hal yang biasa, istilah seorang gus yang menikahi seorang ning sangatlah lumrah di masyarakat, begitu juga di kalangan santri, karena sejatinya mereka dianggap memiliki kedudukan yang sama.

Begitulah yang kini dialami seorang pria yang merupakan seorang gus dari sebuah pesantren besar, sedikit berbeda memang, jika biasanya anak dari kiainya langsung, tetapi dia justru akan menikahi cucu dari seorang kiai. Namun tidak masalah, karena masih tetap dalam lingkup keluarga pesantren.

“Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahrill madzkuur hallan.
SAH.

Sang mempelai pria berhasil mengucapkan akad dalam satu tarikan napas, sangat tegas dan lugas.

Serentak dua keluarga berucap syukur pada yang maha kuasa tatkala kata sah menggema memenuhi ruangan, seulas senyum tercipta dari sudur bibir sang pria, setetes air mata tampak hampir membasahi pipinya.

Jika dilihat memang tidak ada yang berbeda, namun jika dicermati saksama, jelas ini berbeda.

Tidak ada mempelai wanita di sana.
Mengapa demikian?

Karena pernikahan ini dirahasiakan.
Wanita yang disebutkan namanya dalam akad, tidak mengetahui jika dirinya sudah dinikahkan, dia tidak tahu jika dirinya sudah memiliki seorang suami.

Suami rahasia.

Lantas, akan seperti apa pertemuan mereka nanti?

Dan, mengapa pernikahan ini dirahasiakan?

“Ali, saya percaya kamu bisa menjaga dan membimbing putri kami,” ujar mertuanya, ia menepuk pundak sang pria yang kini sudah sah menjadi menantunya.

“Itu sudah menjadi tanggung jawab saya, Pak.”

“Panggil Ayah saja Li, sekarang kan kamu menantu kami," gurau sang mertua tertawa pelan.

“I-iya, A-yah.”

Sang menantu tampaknya terlihat canggung, maklum saja karena ini pertemuan kedua mereka, namun kewibawaan serta pembawaannya yang setenang air seakan tidak pernah hilang. Sang mertua lantas tersenyum, sorot matanya menyiratkan kebanggaan pada laki-laki yang telah sah menjadi suami putrinya.

“Ayah harap, kamu bisa sabar menghadapi sifat putri kami nantinya,” ujarnya sambil melihat ke arah sang istri yang mengiyakan sambil tersenyum.

“Insya ‘Allah, saya mohon doanya," balasnya penuh kesungguhan.

“Doa Ayah selalu menyertai kalian.”

Kira-kira, seperti apakah wanita yang sudah dinikahinya?

Dan, apakah 'istrinya' nanti akan menerima pernikahan ini?

Suami Rahasia✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang