17

3.4K 391 15
                                    

Gue menghela nafas lesu, soalnya ini hari terakhir gue sama Jaehyun menghabiskan waktu di California. Gue terhenyak saat Jaehyun melingkarkan tangannya di pinggang gue. Sekarang gue lagi berada di balkon kamar hotel, berusaha memikirkan gimana caranya supaya gue puas refreshing sebelum menghadapi rentetan ujian kelulusan.

"Harusnya gue yang marah sama lo bangsat. Tiap kali bertindak lo main perasaan. Ingat, ya. Meskipun kita ini sahabatan, tapi ada batasan yang gak boleh di lalui," ungkap gue yang cemberut.

Jaehyun natap gue lekat-lekat, "Gimana ya mau jelasinnya. Soalnya gue udah nganggap lo sebagai orang yang bisa gue andalin. Gak ada orang lain yang bisa ngelakuin hal itu, Rose. Gue gak maksud kok mainin perasaan lo, gue emang ngelakuinnya atas dasar suka," ungkap Jaehyun yang berdehem pelan.

"Halah, bacot maksimal lo!" gerutu gue yang memutar bola mata kesal.

"Ishh. Gue beneran tau. Tapi masalahnya cuma satu, hati gue bukan milik lo," jelas Jaehyun.

"Gimana jika gue terlanjur sayang? Lo gak mikir sampai sana, kan? Tiap kali kejebak dalam friendzone, pasti cewek selalu jadi korbannya. Gue gak mau. Gue pengen hubungan kita itu kayak waktu kecil, jalannya tanpa beban. Sekarang kenapa harus ada orang ketiga di antara kita coba?" ujar gue yang beneran sedih.

"Bukannya jika sahabat kita itu bahagia, kita harusnya bahagia juga? Lo salah kalau nganggap cewek yang selalu jadi korban dalam friendzone. Cowoknya juga korban kok, korban cinta dalam diam. Sakit lek ngeliat orang yang kita suka deket sama cowok lain. Dan lagi lo bilang gue gak mikir dalam bertindak? Lo gak tau aja maksud gue ngelakuin itu."

"Najis sok misterius," sahut Rose yang mencubit kedua pipi Jaehyun kuat-kuat.

"Tapi gue beneran minta maaf kalau sikap gue udah nyinggung perasaan lo. Gue beneran gak maksud. Kalau di dunia ini gue harus milih mana orang yang gak boleh gue lukai maka jawabannya cuma lo."

"Gombal, anyingg," sela Rose yang mendengus keras. "Sana ah, lo! Gak usah meluk-meluk," desis gue, tapi Jaehyun makin mengeratkan pelukannya.

"Lo tau kenapa gue gak bisa suka sama lo?"

Gue mendongak menatap manik mata Jaehyun lekat-lekat. Gue ga tau perasaan ini apa namanya, tapi saat mikir Jaehyun udah nemuin orang yang harus dia lindungi melebihi sahabat masa kecilnya, hati gue sakit. Sesak. Maksa diri buat gak mikirin pun, tetap kepikiran.

"Kenapa?" tanya gue lirih, tapi masih mencoba buat tersenyum.

"Karena dalam siklus pacaran itu terkadang hubungan naik-turun, tapi kalau sahabatan menurut gue abadi."

Gue menghela nafas panjang dan tersenyum kecut, "Iya abadi, sakitnya juga sama abadinya," batin gue.

"Lo tenang aja, ya. Meskipun lo bukan masa depan gue tapi gue janji gak bakalan ninggalin lo," ungkap Jaehyun.

Gue narik kerah bajunya, dan mendekatkan jarak wajah kami. "Lo bisa janji buat ngelakuin itu selamanya? Paling pas lo nikah, yang namanya sahabat udah gak mungkin ada di kamus hidup lo. Basi," lirih gue.

Jaehyun menangkup kedua pipi gue, "Mungkin orang yang gak bakal gue lupain kalau gue udah pikun, jawabannya lo doang."

"Alay, alay tai. Paling cuma omong koson------"

Cup~ Jaehyun ngecup kening gue sehingga gue refleks membekap mulut gue. "Makasih Rose, makasih udah datang ke dunia buat jadi fragmen di siklus hidup gue."

"Sialan!" balas gue dengan nada melemah seraya mukul dadanya pelan. Jaehyun makin mengeratkan pelukannya.

Orang kayak gini gimana mau dilepasin coba Bambang? Jelasin ke gue, tolong.

Nikah Muda [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang