Tegar yang memberikan kabar kepada orang tuanya memiliki sifat pemanis agar terhindar dari beberapa pertanyaan dan akhirnya orang tua Capirco menjenguk walau hanya hitungan menit lalu meninggalkan ruangan itu.
Tak lama dijenguk orang tuanya, Capirco melewati masa kritisnya dan sadar lalu menangis. Dwi yang meminta untuk Tegar keluar sejenak, dia nampak ikut menangis ketika sahabatnya tertimpa depresi berat.
Capirco yang tidak memberikan cerita hanya ingin pulang, dan mencoba mencari orang tuanya tapi sayangnya mereka sudah meninggalkan rumah sakit. Dwi yang berusaha menceritakan apa yang terjadi pada sahabatnya Capirco enggan untuk berbagi ke orang lain termasuk Tegar.
"Dwi...."
"Ya ada apa Pirco?"
"Please, jangan cerita ya ke siapapun termasuk Tegar."
"Kenapa? Dia harus tahu, terlebih kalian sudah bertunangan."
"Aku gak mau kalau semua itu akan membuatnya semakin banyak dendam, aku mohon."
"Baiklah, aku hargai keputusan kamu."
Tegar yang hanya dipanggil ke ruangan Capirco mencoba menguatkan dan berharap segera pulih, Dwi dan Capirco tidak menyangka bahwa sosok Tegar yang biasanya memiliki kecanduan akan rokok dan miras bisa menangis.
Dwi yang mencoba menghibur keduanya ternyata berhasil, bahkan juru rawat dan dokter yang disamping mereka ikut tertawa lepas. Kemungkinan jika Capirco sudah lebih baik dia besok dipulangkan dan tentunya kembali bersekolah,
Begitu bahagianya Capirco mendengar kabar itu, meski di dalam batin dan lubuk yang paling dalam masih teringat peristiwa mengerikan yang pernah dia rasa tuk kali pertama dan terakhir dalam proses keremajaan.
Dwi dan Tegar yang berpamit lebih dulu, Capirco merasa sendiri. Lautan air mata telah menyibak kebahagiaan yang begitu sesaat, tak ada yang bisa dilakukan selain menyerah tetapi tiba-tiba ada seorang dokter muda yang magang salah kamar dan memeriksa keadaannya.
"Mbak, disini yang kuat ya. Ingat, kalau tertawa itu memang mahal tapi ada yang lebih mahal yaitu nyawa."
"Dokter tahu keadaan saya?"
"Mbak yang putus cinta lalu coba bunuh diri pakai obat yang ternyata vitamin kan?"
"Maaf dokter, ini pasien Capirco bukan Tasya. Maaf salah ruangan, seharusnya 2B bukan 2D." Suster yang memberitahu hal itu menahan tawa dan malah justru dokter itu tertawa kecil malu, dan meninggalkan begitu saja. Tanpa sengaja Capirco yang juga ikut terbawa suasana tersebut dan tertawa.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask and Two Sides
RandomApa kalian tahu bahwa seorang penulis itu tidak hanya mengandalkan imajinasinya? Atau mengapa seorang bisa menulis meski tidak mengandalkan imajinasinya? Dan lalu kapan kita bisa dikatakan sebagai penulis? Semua jawaban itu ada, sebuah imajinasi bis...