Part 39

32 9 2
                                    


Hari terakhir bagi Capirco justru mendapatkan kebahagiaan yang tak terukur, dokter muda yang ternyata juga berakhir masa magang tersebut tak sengaja berpas-pasan di luar menunggu taxi namun sementara Capirco yang tak kunjung dijemput Tegar.

"Mbak udah baikan?"

"Sudah pak dokter."

"Aduh jangan pak, saya masih dua puluh satu tahun."

"Ya mas, maaf."

"Mari sekalian saya antar, siapa tahu sejalan nantinya."

"Tidak perlu repot, saya juga sudah menunggu."

"Tidak apa, mari saya antar."

Capirco yang akhirnya diantar dengan dokter tersebut, hendak berbicara perihal sakit orang tua dokter dan beberapa waktu tak sengaja Capirco melihat Tegar dengan Fannya berpelukan di taman yang jauh dari rambu lalu lintas.

"Mas, bisa terobos rambu lalu lintas gak?"

"Kenapa mbak?"

"Saya gak mau melihat orang berpelukan."

"Oh, romantis sekali mereka ya."

"Udah mas terobos saja."

"Ya udah lewat jalan kiri nanti jauh tidak apa."

"Terima kasih."

Air mata itu kembali menetes, teringat peristiwa yang menimpanya seakan membuatnya meragukan rasa sayang Tegar. Dokter yang melihat Capirco menangis langsung memberikan sapu tangannya "Kecantikan seorang wanita itu jika dia tidak menyembunyikan perasaan, dan justru menumpahkan bening-bening kaca dari matanya."

"Maksud dokter?"

"Kamu menyembunyikan perasaan sayang yang begitu dalam, tetapi justru tidak bisa kau katakan tetapi justru melalui air mata itu."

"Dokter puitis juga."

"Seorang puitis itu merangkai kata, bukan membuat orang menjadi tenang dan damai seperti saat ini."

"Oh iya, itu udah kost saya. Terima kasih tumpangannya dokter."

"Sama-sama, mbak."

(Bersambung)


Mask and Two SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang