Capirco yang kini berangkat sekolah naik sepeda mini menaruh curiga kepada Fannya dan Dita, siapa sangka mereka berdua telah melakukan hal yang tidak diinginkan bahkan melakukan hal di luar pikiran.
Bimm... bimmm.... (suara mobil)
Dengan sengaja mereka menyenggol Capirco hingga terjatuh di parit, dengan percaya diri sahabatnya itu meledek dalam kaca "Cie, sepeda baru ya paling gak buat kenalan lah itu sama lumpur. Iyuh...."
Sebab itulah Capirco harus kembali ke rumah berganti baju dan bukan hari yang ditentukan. Sesampai di sekolah semua tertawa karena menyangka bahwa dia telah lupa hari dan bajunya bisa salah.
"Loh ini hari apa ya? Haha, belum tua saja udah pikun dini."
"Iya tuh, aneh ya orang ini."
"Dasar, udah culun malahan udah pikun pula."
"Stop! Kenapa kalian tertawa?" Dwi yang mencoba menghentikan teman-teman sekelas yang gaduh karena meledek Capirco tiada henti.
"Udah gak papa kok Dwi, aku udah biasa seperti ini."
"Kamu kenapa baju kayak gini sih?"
"Gak papa, tadi aku jatuh kena lumpur jadi balik ganti baju."
"Ya ampun, lain kali hati-hati ya kamu."
"Iya gak apa tenang aja, aku baik-baik dan bahkan sangat baik-bak saja."
"Ya udah kamu di uks saja nanti kalau di hukum gimana? Kan udah ada peraturannya."
"Gak papa, lagian aku ini juga gak sengaja. Kalau di hukum mah tidak masalah di dunia asalkan kamu jangan hukum aku untuk merindu."
"Dasar kamu Pirco, bisa aja buat orang lain happy."
"Maaf."
Bel telah berbunyi para siswa berhamburan masuk ke ruang kelas masing-masing, Fannya dan Dita yang berlari hendak mengerjai Capirco. Capirco yang hendak duduk namun kursinya diambil.
Brukk! (Suara Capirco terjatuh)
Capirco yang menangis menjerit-jerit kesakitan, teman-temannya mengejek bahwa dia sangat lemah dan cengeng. Disisi lain Dwi berantem bersama kedua sahabatnya yang membuat ulah, tak ada yang berusaha memisahkan hingga guru tersebut datang.
Guru datang melihat Capirco terduduk menangis tidak bisa diangkat satu orang, beberapa guru menolong Capirco yang kesakitan dan sementara guru BK memanggil Fannya, Dita dan Dwi. Kegaduhan itu semakin panas di ruang guru BK.
Mereka bertiga saling adu mulut satu demi lainnya, guru BK marah dan memukul tangan dengan penggaris. Sementara keadaan Capirco semakin parah, dia terus menerus menangis dan kesakitan.
"Sakit! Sakit bu, sakit...." Teriakan itu semakin keras ketika bu guru mencoba memegang tulang belakang.
"Iya, sabar Pirco sabar. Pak kepsek udah telpon ambulance buat kamu." Bu Guru mencoba memberikan obat urut namun justru Capirco semakin meronta kesakitan bahkan tidak bisa menggerakan setengah badannya.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask and Two Sides
RandomApa kalian tahu bahwa seorang penulis itu tidak hanya mengandalkan imajinasinya? Atau mengapa seorang bisa menulis meski tidak mengandalkan imajinasinya? Dan lalu kapan kita bisa dikatakan sebagai penulis? Semua jawaban itu ada, sebuah imajinasi bis...