Bagi Capirco hal terindah adalah bagaimana ada yang membalas rasa sayang itu baik dari orang tuanya maupun pandangan pertamanya, satu minggu usahanya untuk membantu Tegar tidak juga membuahkan hasil dan akhirnya cuma satu-satu cara yang dilakukan "Maafkan aku, aku harus pura-pura menjadi Fannya."
Beberapa sms telah dilantunkan keduanya namun ketika pertengahan bulan usaha itu sia-sia, dan begitu marahnya Tegar akan kelakukan Capirco kala itu. Sebuah kehancuran itu sudah tidak bisa dirubah.
"Maksud kamu apa bohongi aku?" Ketus Tegar dengan tangan yang mendorong kepala Capirco.
"Aku gak bermaksud untuk membohongi mas sedikitpun." Capirco yang menunduk terus menurus sembari menangis.
"Lalu buat apa kamu lakuin ini? Jika kamu gak bisa ya udah aku gak maksa kamu, emang aku gak berguna bagi siapapun." Tegar yang menyalahkan dirinya sendiri dan memukul-mukul ke tembok.
"Udah mas, jangan dipukul temboknya. Kasihan."
"Kasihan siapa?"
"Kasihan temboknya."
"Apa?"
"Eh salah, tangannya."
"Kau ini masih aja bsa lawak akan seperti ini, dasar."
"Maaf, tapi please listen to me."
"Maksud kamu apa? Aku gak pernah belajar bahasa asing atau mapel lain."
"Tolong kak, dengarkan aku."
"Dengar apa?"
"Em...."
"Buruan!"
"Em...."
"Am, em, am, em terus aja lagi ambiyen itu bibir."
"Is... sariawan kali mas."
"Buruan ngomong, kalau enggak kita gak berteman."
"Iya-iya, aku cuma mau mas Tegar jangan sakitin tangannya lagi. Pirco gak mau tangan mas luka, lihat itu tangannya berdarah dan itu pasti sakit."
"Halah aku pikir bilang i love you."
"Maksud mas?"
"Jangan baper deh, aku gak sudi punya pacar kayak kamu yang pendiam."
"Lah terus sukanya bawel gitu?"
"Ah udah, males ngobrol sama lo. Gue mau nongkrong sama temen-temen dan lo pulang sana."
"Iya-iya."
Mereka semuanya berpisah sendiri-sendiri, hingga akhirnya keduanya sms untuk saling menyapa dan sebagai teman. Selebihnya keakraban itu menjadi sahabat, dan keduanya saling membantu tak ada sedikitpun rasa malu.
Keuangan Capirco semakin menipis dan tidak ada satupun sahabatnya tahu menahu akan yang menimpanya, yang tahu ialah semua biaya yang dikeluarkan sekolah semua berasal dari orang tua Capirco. Bukan maksud membohongi teman-teman lainnya tetapi dia tidak ingin menambah beban sahabatnya yang sudah dianggap saudaranya itu.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask and Two Sides
De TodoApa kalian tahu bahwa seorang penulis itu tidak hanya mengandalkan imajinasinya? Atau mengapa seorang bisa menulis meski tidak mengandalkan imajinasinya? Dan lalu kapan kita bisa dikatakan sebagai penulis? Semua jawaban itu ada, sebuah imajinasi bis...