Karena ulahnya sendiri Fannya memakan umpan yang ia bikin, setelah pulang sekolah harus menangung resiko bahwa diare itu terus menerus dan bahkan sampai masuk ke rumah sakit. Dengan segala cara tetap saja sahabatnya Capirco yang selalu menjadi korban target yang selalu di deritanya.
"Lo kenapa sih Fan?"
"Kenapa-kenapa mules perut gue."
"Lah kok bisa?"
"Ini gara-gara Capirco itu."
"Emang dia kenapa?"
"Dia itu gak makan-makan itu soto, gue udah naruh itu sambal satu mangkok. Gue ngarep dia yang bakalan diare akut gara-gara itu, terus minumannya gue taruh jeruk banyak biar sakit itu perut. Eh lah kok malah ketahuan si kutu kampret Dwi, apesnya gue disuruh habisin itu, dan perut gue gak tahan udah bolak balik tahu gak."
"Fannya, Fannya. Lo itu tololnya gak kelar-kelar tahu gak? Lagian hal sepele kayak gitu harusnya lo bilang sama gue, biar sedikitnya ada jeda buat Dwi agar gak kesitu. Bego kok gak habis."
"Ya udah, di atm gue ada uang dari nyokap. Bantu gue selesaikan itu, awas aja itu Capirco sama Dwi gue gak bakal tinggal diem."
Dari rumah sakit mereka berlanjut ke rumah Fannya, nampak jadi semakin geram ketika sehari mendatang ia beranggapan bahwa Capirco jelas tidak akan pernah ikut ujian selama pembiyaan belum dibayar.
Siapa sangka bahwa tak hanya itu rencana itu akan berjalan, mereka sudah mematangkan niat untuk lebih menyelakai sahabatnya. Capirco yang tak bermaksud naif dia selalu memaafkan Fannya dan Dita walau terkadang kelakuannya melewati batas.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask and Two Sides
РазноеApa kalian tahu bahwa seorang penulis itu tidak hanya mengandalkan imajinasinya? Atau mengapa seorang bisa menulis meski tidak mengandalkan imajinasinya? Dan lalu kapan kita bisa dikatakan sebagai penulis? Semua jawaban itu ada, sebuah imajinasi bis...