Tak ada manusia yang terlahir sempurna, kehidupan Capirco yang selesai dari tempat tersebut dia memutar otak untuk bisa membantu teman dan adik-adiknya. Setiap akhir pekan ia selalu menyelipkan barang-barang termasuk boneka, robot, mobil-mobilan dan beberapa kardus makanan kecil.
Memang dia masih berusia tiga belas tahun, usia dimana Capirco mengenal rasa kasih kepada sesama. Baginya kehidupan yang sempurna itu tak akan lengkap jika kita tidak bisa berbuat kasih kepada orang tua, musuh dan semuanya.
Kelahiran Capirco di keluarga memang disandang sebelah mata baik dari orang tuanya sendiri maupun lingkungannya, terlebih dia bekerja yang sangat tidak ada martabatnya sebagai wanita tetapi hal itu ditepis.
Tak ada yang bisa memahami karakter dan sisi Capirco, memang kehidupannya penuh dengan berbagai topeng satu demi satu ia tutupi. Bahkan banyak mengira pribadinya telah rusak, dan bahkan dicap sebagai anak yang tidak memiliki pendirian ataupun pembawa masalah.
Perjalanannya telah direkam melalui coretan yang tak terpatah, ketika ia harus menerima bahwa salah satu diantara kakinya patah terkena beberapa tendangan dari bapaknya yang terkadang Capirco lelah tetap dipaksa untuk bekerja.
Tak hanya sebuah tendangan, ketika itu Capirco ingin menyiapkan peralatan dan persiapan untuk ulang tahun sekolah. Fannya dan Dita sengaja menaruh minyak kayu putih dituang di lantai tangga, nasib beruntung Dwi tidak melaporkan kepada kepala sekolah karena nasihat Capirco. Namun hal itu membuat kaki Capirco diperban dan harus memakai kursi roda untuk sampai kesembuhannya.
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask and Two Sides
RandomApa kalian tahu bahwa seorang penulis itu tidak hanya mengandalkan imajinasinya? Atau mengapa seorang bisa menulis meski tidak mengandalkan imajinasinya? Dan lalu kapan kita bisa dikatakan sebagai penulis? Semua jawaban itu ada, sebuah imajinasi bis...