Ketika itulah langkah Capirco dengan menggendong sahabatnya yang sangat membencinya tertatih-tatih, Fannya yang pingsan di gendongannya di turunkan kembali.
Waktu yang terus berjalan tak dipedulikannya, Capirco yang menghubungi guru pengajar lalu ditolong dibawa ke ruang UKS. Keduanya nampah merah hitam wajahnya, Dwi yang hanya khawatir dengan Capirco membawakan minuman air putih hangat dan balsem dioleskan ke dada sahabatnya.
"Tuhan, sembuhkan sahabatku. Capirco anak penyabar dan penyayang, jika ia sembuh nanti aku akan makin sayang dengan dia. Amin."
"Aku gak papa kok, Dwi. Aku cuma kelelahan saja, oh iya Fannya gimana?"
"Tadi habis dari UKS cowok dia langsung dirujuk ke rumah sakit, kamu gak usah mikirin dia. Dia kan jahat sama kamu."
"Tak semuanya yang ada dikehidupan dibalas sama rata, bahkan batu bata ataupun terumbu karang saja bisa terkikis dengan air. Kenapa kita gak berusaha untuk tidak mencampurkan kebencian dibalas dengan kebaikan?"
"Hem...."
"Aku tahu dia udah kelewatan kelakuaannya, tapi alangkah baiknya kita pegang erat dia supaya tidak semakin jauh pergaulannya. Aku gak mau sahabatku semua tertelan dalam kegelapan."
"Tapi kamu harus hati-hati, dia itu sangat kejam dan bahkan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan mas Tegar. Aku cuma mau kamu yang ngisi hatinya bukan malah justru Fannya itu."
"Iya, ya udah nanti pulang kita besuk dia di rumah sakit."
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mask and Two Sides
RandomApa kalian tahu bahwa seorang penulis itu tidak hanya mengandalkan imajinasinya? Atau mengapa seorang bisa menulis meski tidak mengandalkan imajinasinya? Dan lalu kapan kita bisa dikatakan sebagai penulis? Semua jawaban itu ada, sebuah imajinasi bis...