02

1.2K 109 3
                                    

Hari demi hari pun terlewati.Riku dan Tenn kini berada di luar sebuah tempat hiburan milik Ayahnya yang kosong karena telah ditutup.Mereka menatap pintu yang tak bisa mereka buka lagi.Seperti hari-hari biasanya,mereka ketempat itu setelah pulang sekolah.

"Tenn-nii,kita tidak bisa lagi bermain ditempat ini" Riku terlihat sedih dan menatap Tenn yang berada disebelahnya.
"Tak apa Riku,masih ada tempat dirumah yang lebih nyaman dan hangat bukan?" Tenn mencoba menenangkan Riku,dia pun meraih tangan Riku dan mengajaknya pulang.Tanpa mereka sadari,sepasang mata telah memperhatikan mereka sejak tadi,terlihat sesosok laki-laki paruh baya yang berpenampilan rapi,menggunakan jas,dan berkacamata hitam.Dia memperhatikan anak kembar beda warna surau yang telah berjalan menjauh darinya.

"Akhirnya aku menemukan anak yang cocok" dia tersenyum tipis lalu masuk kedalam mobil.Entah apa yang telah direncanakannya.

"Kami pulang.." Riku dan Tenn masuk kedalam rumah.Sepi,tak ada orang,mungkin Ayahnya sedang pergi keluar.Riku masuk duluan kedalam kamar,sedangkan Tenn masih berada di ruang tengah.
"Sebenarnya siapa orang yang selalu mengawasi kami?" rupanya Tenn tau kalau selama ini dia dan adiknya dalam pengawasan seseorang.

"Tenn-nii?" seperti biasa,Riku selalu memecah lamunan Tenn.
"Tenn-nii,kamu baik-baik saja kan,Tenn-nii sakit?" sungguh,adiknya ini tidak bisa berubah,dia tetap mengkhawatirkan orang lain yang sedang melamun memikirkan masalah.Seperti dia mengerti saja apa yang dipirkan Tenn saat ini.

"Ahaha..aku baik-baik saja Riku,kamu tidak perlu khawatir oke?" Tenn mengacak surau merah Riku.
"Baik Tenn-nii"

Kalau boleh jujur,sebenarnya Riku selalu mengagumi sosok kakak yang selalu baik dan bisa melakukan apa saja ini,bahkan sebenarnya Tenn bisa saja lompat kelas karena sangat pintar,namun dia tidak ingin meninggalkan Riku dikelas sendiri.Karena Tenn yakin,Riku tidak akan bisa berteman baik dengan orang lain.Hidup ketergantungan dengan Tenn membuat Riku mengerti,bahwa dia tidak sekuat Tenn,dia sangat rapuh hingga harus berada dibelakang Tenn meminta perlindungan darinya.

"Mau makan malam apa Riku?" yang ditanya malah gantian sedang melamun sekarang.
"Riku?" masih diam tak ada jawaban."Nanase Riku?"kini Tenn memanggilnya dengan nama lengkap.Dan Riku masih saja terdiam,sepertinya lamunannya lebih kuat daripada panggilan kakaknya itu.
"Riku,kalau kamu tidak mau jawab,aku juga akan diam" Tenn sedikit menekan pada kata 'diam'.
"Ehh.." Riku baru sadar sekarang.

"Ma-u ma-kan a-pa..??" Tenn sedikit kesal dengan sikap Riku yang sering melamun ini."A-aku omerice saja ehehe.."Riku tersenyum datar sambil menggaruk pipinya dengan jari telunjuk.

"Hemmhh..akan aku buatkan" Tenn tetap dengan tatapan marahnya mulai berjalan menuju dapur.
"Ehh..memangnya aku salah apa ya? Kenapa Tenn-nii kelihatan marah begitu?" Riku masih bingung dan sedikit memiringkan kepalanya kekanan.

Pagi pun tiba,tidak ada tanda-tanda Ayah mereka pulang.Baru saja Tenn dan Riku mau berangkat ke sekolah,seorang Bapak yang sepertinya Tenn kenal pun datang.

"Permisi,ini ada surat dari kantor Ayah kalian" dia memberikan surat itu kepada Tenn,dan menatap mereka berdua dengan kasihan."Semoga kalian bisa menerimanya dengan lapang dada,saya permisi dulu".Setelah mengucapkan itu,dia pergi menjauh dari rumah Riku dan Tenn.Apa maksudnya dengan lapang dada itu?.Padahal Tenn juga ingin mengajaknya masuk untuk sekedar berterimakasih,tapi sepertinya dia sibuk.Tenn pun membuka surat itu dan membacanya.Seketika dia membulatkan matanya tak percaya,Riku yang berada didekatnya pun bertanya-tanya dengan sikap kakaknya ini.

"Tenn-nii,ada apa,kenapa Tenn-nii kaget seperti ini,apa isi surat itu Tenn-nii?"Riku dihujani oleh banyak pertanyaan,sedangkan yang ditanya masih mematung dan hampir meneteskan air mata.
Karena ingin tau,Riku merebut surat yang berada di tangan Tenn.Dia membacanya dengan teliti.

Memories MelodiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang