48

2.4K 217 22
                                    

Kaira memandang tajam sebuah foto yang sengaja dia pasang di dinding kamarnya, foto yang menunjukkan gambar seorang wanita berambut sebahu. Matanya sembab menandakan jika dirinya baru saja menangis. Lalu dia mendekati laci kecil didekat nakas dan mengambil sebuah pisau pemotong buah, bak seorang pembunuh Kaira melemparkan pisau itu tepat mengenai mata seseorang dalam foto tersebut.

"GUE BENCI SAMA LO, KARENA LO GUE HARUS MEMBUNUH ORANG YANG PALING GUE CINTAI" teriaknya frustrasi

"SISI AMANDITA HAHAH.... LIAT AJA GUE BAKAL BIKIN PERHITUNGAN SAMA LO. GUE GAK AKAN MEMBIARKAN LO HIDUP TENANG" katanya lagi dengan menatap tajam foto Sisi dan kembali menusuk nusuk foto tersebut.

***

"pah, mah, emang gak boleh ya kalau Prilly berhenti mengkonsumsi obat itu" seru Prilly menatap Dante dan Tiara bergantian, saat ini mereka sedang berada di rumah sakit citra medika.

"gak bisa sayang, kalau kamu gak minum obatnya kamu bisa sakit terus menerus" sahut Tiara menatap Prilly lembut

"tapi mah selama ini Prilly udah gak pernah kelelahan lagi kan"

"sayang. Itu kan cuma vitamin jadi gak apa apa ya kalau di konsumsi" seru Dante

Prilly menghela nafas pelan "tapi Prilly cape pah kalau minum obat terus"

Dante memeluk Prilly, dia sangat tahu bagaimana bosannya Putrinya itu mengkonsumsi obat tersebut meskipun obat itu hanya sebotol vitamin agar kondisi tubuhnya tetap bugar.

"maaf nona, jika nona tidak mengkonsumsi obat ini lagi, itu akan berakibat buruk pada kesehatan nona seperti sebelum nona mengkonsumsi obat ini" seru dokter Dinda

"tapi saya sudah bosan minum obat terus"

"gini aja deh, kalau kamu mau minum obatnya mama sama papa bakalan turutin semua permintaan kamu" kata Tiara

"apa pun mah?" seru Prilly menatap Tiara dengan mata yang berbinar

"iya sayang"

"tapi tetap aja mah Prilly gak mau minum obat itu lagi, Prilly cape"

"sayang liat mama" kata Tiara sambil menarik dagu Prilly agar menatap dirinya "coba kamu ingat deh betapa sedihnya Kirun, Mila, Rio sama Gritte saat tau kalau kamu gak mau minum obat lagi. Masa kamu tega sih liat mereka sedih padahal dulu kalian berlima berkerja keras untuk bisa membeli obat ini. Jadi mama mau kamu tetap minum obatnya ya nak"

Prilly menunduk kemudian mengangguk pelan, dia melupakan fakta bahwa keempat sahabat yang merangkap menjadi saudaranya itu pasti sangat sedih saat mengetahui jika dirinya tidak lagi minum obat tersebut.

"nah gitu donk ini baru anak papa" kata Dante tersenyum kemudian memeluk Prilly membuat sang gadis mungil tersenyum senang

"jadi tuan putri menginginkan apa? Kami siap menyediakan apa pun yang tuan putri minta" canda Tiara mengulum senyum

"mama bisa aja haha" tawa Prilly

"Prilly cuma mau mama sama papa tetap berada disamping Prilly, menjaga dan menyayangi Prilly boleh?"

"tentu saja sayang" sahut Dante dan Tiara

Tanpa mereka ketahui sedari tadi ada yang memperhatikan mereka bertiga dengan pandangan yang sulit diartikan.

***

Disebuah ruangan di rumah sakit citra medika terlihat seorang pria paruh baya yang sedang menatap kosong ke arah tembok, ntah apa yang sedang dia pikirkan sehingga membuat dirinya hanya dapat melamun.

"papa kenapa?"

"gpp sayang"

"jangan sedih dong pah, kan mama cuma beberapa hari dirawat disini"

"iya sayang"

"papa mau makan? Biar Sisi beliin di kantin"

"gak perlu nak, sebaiknya kamu istirahat saja"

"yaudah deh pah, Sisi tidur dulu ya pah"

"iya, good night sayang"

"good night too pah"

Mereka adalah Sisi dan Leo. Mereka tengah menjaga Mariska yang memang sedang sakit dan harus di rawat inap dirumah sakit.

"kenapa Prilly bisa bersama dengan keluarga Dante? Lalu obat apa itu yang harus dikonsumsi Prilly" batin Leo

"sebenarnya apa yang terjadi pada Prilly? Ntah mengapa aku merasa bersalah padanya" batin Leo lagi

Yah, Leo tidak sengaja mendengar percakapan Prilly dengan dokter Dinda tadi sehabis dia mengunjungi dokter yang menangani Mariska. Awalnya dia ingin menghampiri dan menghina Prilly tapi niat itu dia urungkan kala melihat kehadiran seorang pengusaha terkenal Dante Wijaya dan bagai disambar petir disiang bolong Leo terkejut saat Prilly memanggil Dante dengan sebutan papa dan memanggil istrinya dengan sebutan mama. Dan hal yang paling mengejutkan lagi bagi Leo adalah Prilly harus mengkonsumsi obat setiap harinya dan dia sama sekali tidak tahu sejak kapan gadis itu mengkonsumsi obat obat tersebut.

"pah" sebuah Suara membuyarkan lamunan Leo membawanya kembali ke alam nyata

Dialihkannya perhatian pada seseorang yang berada diatas brankar, tersenyum Singkat Leo segera menghampiri istrinya itu.

"ada apa ma? Apa mama mau sesuatu?" tanyanya

Mariska menggeleng pelan "papa kenapa? Dari tadi mama panggilin papa gak denger. Papa ada masalah?"

"nggak kok, papa lagi banyak kerjaan aja dikantor makanya kadang agak gak fokus" bohong Leo

"gitu ya pah. Oh ya Sisi mana?"

"tuh lagi tidur" tunjuk Dante pada seorang gadis yang sedang tidur diatas sofa

"ya ampun kasian banget, kenapa gak disuruh pulang aja pah kasian ntar badannya pegel pegel"

"papa tadi udah bilang tapi dia gak mau, dia bilang mau jaga mama disini"

Mariska tersenyum tipis "mama sangat bahagia bisa menjadi ibu untuk Sisi, kalau papa bahagia gak?"

"papa juga bahagia mah. Ehem, mah tadi papa gak sengaja ketemu Prilly di sini"

Mariska langsung menatap Leo saat nama Prilly disebutkan.

"terus?"

"dia gak sendirian. Dia bersama pengusaha terkenal Dante wijaya dan tadi papa juga mendengar obrolan mereka dengan seorang dokter perempuan" Leo menjeda perkataannya "mama tau apa yang mereka bicarakan?"

Mariska menggeleng "gak tau"

"mereka membicarakan tentang Prilly yang harus mengkonsumsi obat setiap harinya"

"obat? Obat apa?"

"ntahlah papa gak tau tapi yang jelas kalau Prilly tidak mengkonsumsi obat itu maka kesehatan Prilly akan memburuk"

Tiba tiba sebuah kilasan masa lalu menghantam ingatan Mariska tentang Prilly.

"aa..anak saya kembar?"

"iya bu keduanya perempuan. Tapi salah satu anak ibu" tunjuk dokter pada sebuah bayi yang bertubuh mungil dan berkulit putih tapi agak pucat seperti kekurangan gizi

"yang ini memiliki fisik lemah bu kemungkinan besar dia tidak akan bertahan lama kecuali dia mengkonsumsi obat khusus"

"mah.. mama hei mah" seru Dante mengibaskan tangannya di depan wajah Mariska

"eh papa"

"mama kenapa kok melamun?"

"nggak kok, mama cuma kepikiran sesuatu tapi gak terlalu penting sih pah"

"daripada mama banyak pikiran mending istirahat lagi aja, papa juga udah ngantuk"

Mariska mengangguk dan memperbaiki posisi tidurnya agar nyaman. Dilihatnya Dante sudah tidur disofa samping Sisi, kemudian dia menghembuskan nafas kasar dan menatap kosong kearah depan.

"jadi semua yang dikatakan dokter itu benar, dia harus mengkonsumsi obat khusus agar tetap bertahan hidup. Tapi sejak kapan dia mengkonsumsinya? Aku harus memastikan ini saat sudah tiba dirumah nanti" kata Mariska pelan kemudian menutup matanya.


WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang