49

2.6K 230 41
                                    

Ujian semester kenaikan kelas telah usai, kini saatnya semua siswa SMA GARUDA menunggu hasil dari kerja keras mereka yang berupa nilai untuk bisa naik kekelas selanjutnya.

"buruan ke mading gue penasaran sama nilai gue" teriak Kirun

"heh oncom lo gak liat mading penuh noh" tunjuk Gritte kesal kearah mading

"sabar aja Run kita tunggu mereka pergi dulu" seru Mila yang diangguki Prilly

"hai" sapa Cassa yang baru datang bersama Sisi dan Ali

Prilly dkk menoleh "hai"

"kalian udah kemading?" tanya Ali

"belom, mading penuh" sahut Prilly

"mudah mudahan kita semua naik kelas ya" seru Sisi

"AMINNN"

Setelah mading sepi, dengan segera Kirun berlari ke sana untuk melihat nilainya.

"GUE NAIK KELAS... ASEKKKK" teriaknya heboh

"YES, GUE NOMER 3. MANTAP" seru Gritte

Prilly menggeleng pelan melihat tingkah absurd teman temannya.

"seperti biasa Unyil gue selalu nomer satu" kata Kirun lagi

"lo nomer 5 Mil" kata Gritte

"yes, naik kelas" kata Mila senang

"yah, gue nomer 20 gays" kata Ali membuat Prilly dkk menoleh kearah Sisi dkk

"gue nomer 30" kata Cassa sedih

"gue nomer 16" seru Sisi lagi

Prilly menepuk bahu Ali lalu merangkul Cassa dan Sisi "jangan sedih masih ada satu tahun lagi untuk merubah nilai nilai kalian menjadi lebih baik"

"thanks Prilly"

"sama sama"

***

Mariska membuka pintu kamar berwarna biru langit itu dengan pelan di sampingnya berdiri Leo dengan mimik wajah yang sulit diartikan.

Yah memang pagi tadi Mariska sudah diperbolehkan pulang karena kesehatannya yang sudah membaik. Tapi sesampainya dirumah bukannya langsung istirahat Mariska malah pergi menuju kamar yang memiliki pintu berwarna biru langit tersebut.

"mama mau ngapain ke kamarnya anak gak tahu diri ini?" tanya Leo penasaran

"ntahlah pah, seperti ada sesuatu yang menarik mama untuk masuk ke sini. Mama juga bingung"

Mariska memandangi semua isi kamar tersebut, tidak banyak hiasan disana tidak seperti kamar Sisi yang penuh dengan berbagai barang barang antik. Dikamar Prilly hanya ada beberapa guci berukuran sedang dan beberapa vas bunga yang menghiasi sudut kamarnya kemudian ada beberapa pigura yang menunjukkan kebahagian gadis itu bersama dengan teman temannya.

Pandangan Mariska terhenti pada sebuah buku bersampul coklat yang terletak di nakas samping tempat tidur. Dia berjalan menuju buku tersebut dan mengambilnya.

Diary Prilly

Begitulah yang tertulis rapi disampul bagian depan buku tersebut, rasa penasaran yang tinggi membuat Mariska ingin mengetahui apa saja yang tertulis didalam buku tersebut. Dia segera duduk di atas ranjang dan membuka buku tersebut.

"itu buku apa mah?" Leo mengernyitkan dahinya melihat sang istri memegang sebuah buku bersampul coklat

"diary Prilly pah. Mama penasaran. Mending kita baca aja yuk"

"terserah mama deh"

"papa duduk disini ya" ajak Mariska agar Leo duduk di sampingnya dan Leo pun mengangguk setuju

Satu persatu cerita yang ditulis Prilly di buku diary itu dibaca oleh mereka, sesekali Mariska membekap mulutnya karena tidak percaya pada apa yang dia baca hingga sampai disebuah bagian di pertengahan diary Prilly terdapat sebuah cerita yang mengiris hati mereka berdua.

Hay diary

Kapan mama dan papa bisa sayang sama aku?

Aku juga pengen disayang kaya Sisi tapi mama sama papa gak pernah sayang sama aku.

Hmm diary, sudah seminggu ini kepala ku sangat sakit. Aku gak tahu apa yang terjadi tapi badanku selalu mudah kelelahan padahal aku cuma kerja kecil kecilan kok sama Kirun dan Mila. Tadi Rio juga udah menyarankan untuk ke dokter tapi kan aku gak punya uang. Terus tadi juga Gritte bilang sama om Dante kalau aku sakit terus om Dante bawa aku ke dokter. Dokter kasih aku obat dan katanya aku harus minum obat itu setiap hari, tapi aku ragu soalnya harga obat itu mahal banget aku gak mampu beli.

Mila sama Kirun memaksa aku untuk tetap minum obat itu dan mereka bilang mereka akan berkerja keras untuk bantu aku beli obat itu, Rio sama Itte juga ikut ikutan pengen bantu padahal aku ngerasa gak enak karena udah sering merepotkan mereka, tapi mereka tetap memaksa karena kata mereka berempat aku adalah prioritas mereka. Om Dante dan tante Tiara juga sayang banget sama aku. Kadang aku pengen deh om Dante dan tante Tiara itu menjadi orang tuaku tapi mau bagaimana lagi allah udah kasih aku sama mama Mariska dan papa Leo. Walaupun mereka gak sayang aku, aku tetap sayang mereka.

Mudah mudahan papa sama mama bisa sayang aku ya. Love you mah, pah.

"pah. Dia kerja pah" kata Mariska terisak

"iya papa tau mah, papa juga sedih"

Lalu dibukanya kembali diary itu ke halaman selanjutnya dan kembali tulisan disana mengukir luka di hati mereka.

Perusahaan papa diambang kehancuran karena karyawannya berkhianat ditambah lagi Sisi sakit harus dirawat dirumah sakit dalam kurun waktu yang tidak dapat di tentukan. Aku pengen bantu papa tapi aku bingung harus bantu pake apa karena uang tabunganku gak sebanyak yang mereka butuhkan. Waktu itu aku udah jadi murid SMP disalah satu sekolah yang gak terlalu terkenal.

Keempat sahabatku menyarankan untuk mencari kerja di tempat yang gajinya lumayan banyak, hingga akhirnya kami menemukan sebuah perusahaan yang baru saja berkembang pesat tengah membutuhkan tenaga kerja dengan bersusah payah aku, Mila dan Kirun bisa masuk kerja disana. Awalnya Rio dan Itte juga mau ikut tapi aku larang Karena mereka anak orang kaya gak pantes kerja jadi karyawan perusahan kecil begitu.

Beberapa bulan disana, aku bisa membantu papa dengan membiayai perobatan Sisi tapi melalui seseorang agar papa tidak marah karena tau aku membantunya. Lalu aku juga membantu perusahaan papa dengan kembali menanam saham ku disana bersama saham Kirun dan Mila juga. Saham itu kami dapatkan dengan kerja keras kami selama kerja diperusahaan tersebut.

Aku senang karena bisa membantu papa, setidaknya dengan begitu mama tidak perlu malu lagi diejek saat berkumpul dengan teman teman arisannya.

Mah, pah, sampai saat ini aku masih menunggu papa dan mama. Aku masih menunggu uluran tangan kalian, menunggu kasih sayang yang selama ini tidak kalian beri padaku.

Tapi mah, pah, ada saatnya aku lelah dan memilih berhenti karena aku gak mampu menunggu mama dan papa terlalu lama. Aku mendapat uluran tangan dari orang lain yang selama ini menyayangiku seperti anak mereka sendiri. Mereka mampu memberiku apa saja yang tidak pernah aku dapatkan dari kalian, bahkan mereka lebih menyayangiku daripada anak mereka sendiri.

Aku senang mah, pah, senang banget. Semoga mama dan papa bahagia ya. Ingat aku masih selalu menjaga dan melindungi kalian dari jauh termasuk melindungi saudara kembarku dari rival bisnis kalian yang selalu berniat mencelakainya.

Mariska terisak sesenggukan, dia tidak menyangka anak yang selama ini dia benci dan selalu dia hina selalu melindunginya dan keluarganya. Bahkan kekayaan yang dirasakannya kini adalah campur tangan dari anak bungsunya tersebut.

"pah, apa yang selama ini kita lakukan, mengapa kita menyia-nyiakan anak sebaik Prilly pah"

Leo tidak menjawab dia malah mengeratkan pelukannya pada Mariska. Jujur dia juga sama terkejutnya dengan Mariska, dia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini.

"kita akan bawa di kembali pada kita mah, dia putri kita, anak bungsu keluarga kita, permata hati kita" kata Leo pelan sesekali mengecup pucuk kepala Mariska.

WhyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang