6. DO.NA

3.2K 306 8
                                    

Jalanan sepi, senyap, dan tidak ada kendaraan yang lewat. Pukul 6 pagi, Yuna berjalan kaki menuju ke sekolah. Sekitar 3 kilo jaraknya.

Jangan tanya masalah Kila. Kila selalu membawa mobil tanpa mau mengajak Yuna, adik tirinya. 

Yuna menunduk sambil membenarkan masker di wajahnya untuk menutupi memar di pipinya. Padahal, Yuna berusaha mengobati dengan mengompres pipinya dengan es batu. Tapi, tetap saja masih ada bekasnya.

Sesampainya di gerbang, Yuna langsung pergi ke kelas menyusuri koridor yang masih sepi.

"DAR"

Yuna terkejut dan langsung melihat ke belakang siapa orangnya yang membuat jantungnya hampir copot.

"SELAMAT PAGI ANUUU" sapa Sakri dengan menyalip Yuna dan berjalan mundur menghadap Yuna.

Redo dan Nais masing-masing di berada di samping Yuna artinya Yuna berada di tengah-tengah mereka.

Yuna menunduk agar mereka tidak melihat matanya yang sembab dan memar di pipinya bisa tertutupi dan Aca sengaja menggerai rambutnya yang panjangnya sepinggang.

"Anu, lo kesini naik apa?" Tanya Nais sambil menoleh ke arah Yuna.

"Jalan kaki" jawab Yuna tetap berjalan menunduk.

"Rumah lo deket dari sekolah?"

Yuna hanya mengangguk kecil menutupi kebohongan.

Redo menghembuskan nafas beratnya "Kenapa pake masker? Lagi sakit?"

Yuna menggelengkan kepalanya menandakan 'tidak'

"CIEEE REDO PERHATIAN" goda Sakri sambil tertawa mengejek.

"Emang gitu yah kalo nunjukin perhatian?" Tanya Nais dengan tampang polos.

Redo memukul bahu Nais lewat belakang "Belum minum obat penambah otak ya lo?"

"Hahaha dia sih bukan minum obat kayak begituan. Tapi, dia minum obat pelangsing  sama obat peninggi badan" ejek Sakri.

Yuna sedikit mengukir senyuman di bibirnya tanpa di ketahui oleh mereka karena tertutup oleh masker.

"Apa jangan-jangan, ini bentuk pencegahan agar lo terhindar dari virus Sakri?" Tebak Nais menyelidik.

"Enak aja lo! Lo kali yang udah bervirus"

"Kenapa ribut lagi sih. Ini masih pagi" suara Redo sedikit memelas.

Di sepanjang perjalanan ke kelas, ketiga upil semut itu tidak berhenti diam. Mereka selalu bicara dengan bersaing suara. Yuna hanya bisa menunduk dan memilih diam daripada ada masalah lagi.

Akhirnya mereka tiba di kelas dengan keadaan masih sepi. Dari pada Yuna canggung, dirinya memilih untuk membaca buku cerita yang kemarin dia pinjam di perpustakaan.

"Anu, bayar uang kas" tagih Sakri.

"Berapa?"

"Lima ribu rupiah saja per hari" jawabnya dengan nada di cengkok.

Yuna mengeluarkan uang yang bisa dikatakan lusuh dan sedikit sobek lalu memberikannya pada Sakri.

Sakri mengambilnya dan menerawang dengan mengernyitkan dahinya "Nggak ada uang yang lain?"

Yuna lantas menggelengkan kepalanya dengan tetap fokus pada buku.

"Nih, pake duit gue aja" Redo mengeluarkan uang lima ribu lalu menempelkannya pada dahi Sakri.

Yuna menoleh ke arah Redo "Nanti, aku ganti besok"

Redo tersenyum "Nggak usah. Gue kebanyakan duit soalnya. Gue bingung caranya ngebuang duit kayak gimana"

DO.NA [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang