Tampak Yuna tengah menunggu angkutan umum di halte. Dengan mengeratkan tasnya sambil tengok kanan kiri.Di sebrang sana, Yuna melihat Imel dan Wiesda tengah menatapnya dengan tajam seolah membunuh. Yuna dengan cepat menunduk. Yuna takut jika mereka berdua memata-matai nya lalu melaporkan kepada Kila.
"Hei!"
Yuna terperanjat kaget saat pundaknya di tepuk oleh seseorang dari belakang. Yuna lantas menghadap ke belakang melihat siapa orang yang telah membuat jantungnya hampir copot.
Yuna melihat senyuman dari bibirnya. Yuna ikutan tersenyum saat ada perempuan yang mau dekat dengan nya.
"Yuna Yui kan?" Tampilan perempuan itu sama seperti dirinya. Tapi, bedanya dia tidak memakai kacamata. Hanya berpenampilan rambut yang di kuncir dua. Suaranya yang khas seperti suara anak kecil.
Cantik, mancung, putih, hampir sempurna. Walaupun penampilannya seperti itu tapi dia tidak terlalu pendiam seperti Yuna.
"Iya. Aku Yuna"
"Kenalin, aku Dita kelas XII IPA 2. Kelas kita sebelahan ko. Salam kenal" tangan Dita memberikan kode agar Yuna menyambut tangannya dengan baik.
Perlahan, Yuna mengangkat tangan kanannya lalu menyambut baik tangan Dita "Salam kenal juga" jawab Yuna dengan menampilkan senyumannya lalu menghadap ke jalan.
"Kamu mau jadi temen aku?" Dita melangkah maju sejajar dengan Yuna. Yuna menoleh ke samping untuk melihat Dita yang sangat ramah menurut Yuna.
"Teman?" Tanya Yuna memastikan jika Dita tidak bercanda.
Dita mengangguk antusias "Iya"
Tidak ada jawaban dari Yuna, dirinya malah menunduk dan memalingkan wajahnya ke arah Imel dan Wiesda yang tetap menatapnya.
"Nggak mau yah? Yah sayang banget" wajah Dita berubah drastis menjadi sedih.
"Aku mau ko jadi temen kamu" Jawaban Yuna berhasil membuat Dita menjadi riang lagi. Dita meloncat-loncat bak anak kecil yang di kasih hadiah permen.
Dita memeluk Yuna kencang membuat Yuna merasa tercekik.
"Maaf kelewatan peluknya" Dita melepaskan pelukannya lalu menampilkan giginya.
"Nggak pa-pa ko. Aku seneng sekarang aku punya temen juga"
"Kalau aku banyaaaak temen tapi masih ditangguhkan hehe"
Yuna menggelengkan kepalanya saat mendengar ucapan Dita yang tersirat jika dirinya juga tidak mempunyai teman.
Yuna berfikir apakah orang yang terlihat cupu tidak bisa mempunyai teman? Apakah hanya perempuan cantik yang sangat di hormati dan di sanjung? Ternyata perempuan cantik lebih di sukai walaupun tidak punya moral.
"Kamu nggak di jemput?" Tanya Dita.
Yuna hanya menggeleng tanpa berbicara.
"Kalau gitu nanti bareng aja sama aku pulangnya. Rumahnya emang dimana?"
"Nggak usah Dita. Aku bisa pulang sendiri ko, lagian kan ngerepotin juga"
"Nggak ko, Yui"
Panggilan apalagi itu? Apakah Anu, Una dan Yuna tidak cukup? Betapa beragamnya panggilan.
"Nggak pa-pa. Aku pulang sendiri aja"
Mobil hitam dengan merek ternama berhenti di hadapan Dita. Sopir itu turun lalu menyapa Dita.
"Non udah nunggu lama?"
"Nggak ko Pak. Ayo Yui bareng sama aku"
Yuna lagi-lagi menolak karena tidak enak dengan Dita. Apalagi mereka baru kenal, Yuna tidak mau ada orang tahu tentang rahasia kesedihannya di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DO.NA [End]✓
Teen FictionCinta memang unik, pilu menjadi rindu, sayang bertahap menjadi cinta. Kisah ini mungkin terlalu rumit dalam kehidupan nyata. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya warna ini muncul ketika ada dia. Dia itu aneh, perempuan yang tidak bisa di tebak. An...