Yuna berjalan menuju halte depan gerbang untuk pulang. Kebetulan, uang yang lima ribu tadi di balikan oleh Sakri pada Yuna.
Cuaca mendung menghiasi langit sore. Oleh karena itu, Yuna memilih untuk naik angkot daripada jalan kaki. Takut hujan.
Yuna tengok kanan kiri mencari angkot. Tapi, tidak ada angkot yang lewat. Yuna melihat Kila melewatinya dengan melambaikan tangannya sambil tersenyum tengil melajukan mobil dengan teman barunya.
Kila gampang mencari teman. Wajah cantik, pakaian modis banyak yang mengaguminya. Wajah saja.
Yuna?
Yuna terdiam meratapi nasibnya. Yuna ingin sekali menangis menumpahkan segala air matanya. Sekarang, tidak ada orang yang mau mendengarkan curhatannya. Dulu, Papahnya selalu memberikannya nasehat lalu mendapatkan elusan di rambutnya.
Yuna rindu Papah. Disini Yuna sendiri. Mamah sama Kila jahat Pah.
Yuna mengusap air matanya yang tiba-tiba jatuh. Yuna membernarkan kacamatanya lalu menoleh ke arah orang-orang yang tengah berbincang dengan temannya ataupun pacar.
Yuna tersenyum kecut melihat nasibnya sendiri. Berdiri sendiri di dekat halte sambil melihat siswa-siswi di jemput oleh orangtua menambah sensasi mendung di hatinya.
Yuna sudah menunggu hampir 20 menit sampai depan sekolah berhenti. Alhasil, Yuna terpaksa jalan kaki ke rumah dengan awan gelap yang meminta hujan.
Sepanjang jalan sepi, perlahan Yuna membayangkan bagaimana dulu dia bahagia bersama Papah dan Mamah kandungnya. Bermain bersama, piknik, nonton tv, dan membuat kue bolu bersama mereka.
Yuna berhenti di tengah jalan yang lengang, menatap ke atas awan lalu membuka kacamata.
"Jika aku bisa mengulang waktu. Aku lebih memilih tiada sebelum papah dan mamah pergi" katanya dengan mulut bergetar. Matanya berkaca-kaca membendung kesedihan.
"Yuna menderita. Seolah tidak berdaya hidup di dunia. Sebentar lagi, Yuna akan di siksa oleh Mamah sama Kila di rumah. Apa Tuhan, bisa membantu Yuna untuk pergi?"
Tes
Hujan berhasil jatuh tepat pada pipi Yuna. Seolah tahu kepedihan yang tengah dia rasakan. Pukulan demi pukulan selalu dia dapatkan tanpa terlewatkan. Hinaan dan cacian selalu dia dengar.
Yuna memejamkan matanya menikmati air hujan yang perlahan turun dengan deras. Kini, air hujan menyatu dengan air mata.
Bahu Yuna bergetar, menangis sesekali berteriak merasa tertekan hidup di dunia.
"Papah hiks hiks hiks" Yuna menjatuhkan badannya ke jalan dan menunduk dengan baju yang sudah basah kuyup.
Seberapa berat beban yang harus ditanggung oleh Yuna. Yuna menangis diantara keluarganya yang bahagia. Yuna tertekan di antara mereka yang terpuaskan.
Tiba-tiba hujan reda, bukan. Yuna melihat sekelilingnya masih terguyur hujan. Yuna mendongakkan kepalanya menatap ke atas. Ada payung disana. Payung yang dibawa oleh seorang laki-laki.
"Redo" kata Yuna pelan lalu berdiri sambil mengusap air matanya yang bercampur dengan air hujan itu.
"Lo ngapain disini?" Tanya Redo dengan sedikit berteriak karena guyuran hujan semakin deras.
"Lagi main sinetron FTV? Atau lagi nyari ide buat cerita di novel?" Lanjutnya.
Yuna tetap terdiam dengan menatap wajah Redo.
"Gue udah nganterin bayi nyamuk. Kebetulan gue lewat sini mau ke rumah temen, mau ngambil buku tugas. Lo ngapain, Na?"
"A..aku aku-" Yuna gelagapan mencari jawaban atas pertanyaan Redo.
KAMU SEDANG MEMBACA
DO.NA [End]✓
Teen FictionCinta memang unik, pilu menjadi rindu, sayang bertahap menjadi cinta. Kisah ini mungkin terlalu rumit dalam kehidupan nyata. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya warna ini muncul ketika ada dia. Dia itu aneh, perempuan yang tidak bisa di tebak. An...