Kring kring kringBegitulah suara bel sekolah menandakan pulang.
"Baik anak-anak, pertemuan kita sampe disini dulu. Sampai ketemu besok, selamat sore" Pak Tri selaku guru bahasa Indonesia pergi dengan membawa setumpuk buku.
"SORE PAK"
Semua siswa dengan cepat berlari menuju gerbang seperti sedang lomba. Sakri dan Nais berdiri dan berjalan ke luar meninggalkan Redo dan Yuna. Yuna sedang menyusun buku agar mudah untuk di bawa. Tipikal orang yang sangat rajin.
"Na"
"Hm?"
"Kita main dulu yuk"
Seketika Yuna menoleh "Main?"
Redo mengangguk pelan "Iya. Gue bosen, males kalo di rumah terus" alibinya.
Yuna nampak tengah berpikir sesekali melihat mata Redo yang membuat Yuna merasa tidak enak jika menolak.
"Ehm, ya-yaudah ayo" ukiran senyuman Yuna membuat Redo bahagia.
"Ayo!" Redo menggenggam tangan Yuna dan berjalan.
Kejadian ini sudah terulang berapa kali oleh Yuna. Perasaannya sangat nyaman dan seperti terjaga. Buku Yuna pun di bawa oleh Redo dengan tangan kirinya karena tangan kanannya menggenggam tangan Yuna.
"Gue mau jalan dulu sama Yuna" kata Redo membuat Nais, Sakri dan Dita terkejut. Di tambah kode tangan Redo membuat mereka tercengang karena Yuna mau saja di genggam oleh anak Irpan itu.
"Kemana?" Tanya Sakri.
"Kemana aja yang penting happy" jawab Redo dengan menaik-turunkan kedua alisnya.
"Yaudah gue juga mau pulang bareng Dita" Sakri dengan beraninya merangkul pundak Dita.
Niscaya Nais sangat bersedih bahkan terpukul karena nasibnya yang malang. Masing-masing sudah menggandeng dan menggenggam tapi dirinya? Hanya bisa mengeratkan tasnya saja dengan menampilkan wajah murung.
"Gue jomblo. Jangan ngomporin gue deh. Gue juga mau cabut, nyari cewe" ketus Nais.
"Emang pada mau?" Tanya Redo.
Yuna menundukkan kepalanya sambil melihat eratnya genggaman Redo. Seperti tidak ingin melepaskan Yuna.
"Ya mau lah. Minta duit gue. Gue mau pulang, sedekah sama orang susah bakalan masuk surga"
Dengan pekanya, Sakri memberikan uang 50 ribu kepada Nais untuk ongkos pulang.
"Makasih"
"Gue duluan. Mau jalan-jalan" ejek Redo pada Nais.
"Gue juga mau mesra-mesraan" giliran Sakri yang mengejek Nais.
Mereka meninggalkan Nais yang tengah galau. Nais melihat uang yang di berikan oleh Sakri lalu menempelkannya ke dahi.
"Nasib-nasib. Kagak ada yang mau gitu ama gue? Kalo gue udah kaya, seratus ribu lima ratus cewek bakalan ngantri ke gue" gerutunya dengan menghentakkan kakinya lalu melenggang pergi.
Di dalam mobil hanya alunan lagu yang mengiringi Yuna dan Redo. Tidak ada niatan untuk memulai pembicaraan. Yuna pun hanya melihat ke arah jendela dengan jantung yang sangat aneh. Redo menyetir sambil mengetuk-ngetuk stir mobil sambil memikirkan sesuatu.
Yuna yang memakai sweater rajut agar logo sekolahnya tidak tercemar dan Redo pun sama memakai jaket.
Tibalah mereka di cafe yang sering di datangi oleh ketiga kucrut itu. Mereka duduk di pojokan lantai atas dengan menikmati pemandangan jalanan kota. Redo menaruh buku Yuna di samping sambil memilih menu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DO.NA [End]✓
Dla nastolatkówCinta memang unik, pilu menjadi rindu, sayang bertahap menjadi cinta. Kisah ini mungkin terlalu rumit dalam kehidupan nyata. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya warna ini muncul ketika ada dia. Dia itu aneh, perempuan yang tidak bisa di tebak. An...