Part 39 : [Hear my tears]

990 65 4
                                    

Adalah sebuah kesalahan, memberi perasaan ini padamu.
Adalah sebuah penyesalan, memperjuangkanmu segigih itu dulu.

~Ramadhan Erliansyah~

~Ramadhan Erliansyah~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading

Ditsya menelan pil itu, entah pil apa ia tak tahu.

"D-ditsya..."

Bias suara itu, terdengar begitu gemetar. Gadis itu menoleh kebelakang.

"R-rama..."

Napas gadis itu mulai memburu, rasa takut, cemas, gelisah, sedih bercampur menjadi satu. Setelah melihat semua itu, Rama pergi meninggalkannya tanpa sepatah kata.

Pria itu sedang berduka, pastilah asumsi-asumsi buruk melintas begitu saja dipikiran Rama. Rama pastilah sangat marah dan kecewa. Bisa dilihat dari manik mata sekelam pualam samudra itu. Menyedihkan.

Ditsya menatap nanar kepergian Rama. Pria itu-cepat sekali berlari, membuat gadis itu sulit mengimbangi. Napasnya-mulai menghimpit, ia tak sanggup mengejarnya lagi.

"Ram... "

Ditsya tak mampu menopang tubuhnya, ia bersender dibawah pohon. Menghirup oksigen dalam-dalam, seperti tak ada udara sama sekali yang ia hirup, mematikan.

Ronald datang setelah menatap intens gadis itu, dilihatnya gadis itu sedang meringkuk memegangi dadanya yang terasa sakit. Ronald menyeringai.

"Butuh bantuan sweety?" Ronald mengelus surai legamnya. Ditsya menggeleng pelan, dirinya tak mampu untuk memaki pria yang ada dihadapannya ini.

"Kayanya lo terlalu gengsi buat minta napas buatan" Ditsya terdiam, matanya terpejam. Dirinya masih terus menghirup udara dalam-dalam. Napasnya mulai memburu, tarikan napasnya lama kelamaan makin menghimpit.

Ronald —pria itu benar-benar tidak tahu diri. Jika dirinya ingin membuat gadis itu mati, mengapa tidak ia biarkan saja?

"Cowok lo ya?" Ronald maksud siapa pria yang pergi itu. "Kayanya dia gak bakalan marah, karena kalo gue gak nolongin lo, lo bakalan —mati"

Tanpa disuruh Ditsya hanya berdiam saja ketika Ronald memajukan wajahnya, mendekatkan bibirnya kearah bibirnya lagi. Dirinya tak bisa berbuat apa-apa, karena ia tak membawa inhaler. Ronald mulai memberi pasokan oksigen untuk dirinya bernapas.

Disisi lain, Rama hanya pergi menatap kosong kearah depan. Salahkah dirinya? Salahkah dirinya pergi begitu saja, meninggalkan gadis itu tanpa meminta penjelasan?

Ini bukan dirinya, sekecewa apapun dirinya terhadap gadis itu, ia sudah berjanji tak akan meninggalkannya.

Rama berlari, memutar arah untuk menjemput Ditsya. Gadisnya, yang ia cintai.

05 OKTOBER [TAMAT]  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang