Part 40 : [ Please, Go]

801 63 11
                                    

Esok atau nanti, kau akan rindu pada sosok sepertiku yang tak pernah kau temukan pada siapapun.

~Alditsya Dinata~

~Alditsya Dinata~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Happy Reading ❤

Malam, hanya suara hujan yang menggelegar seakan Tuhan mengerti akan sebuah kesedihan yang gadis itu alami. Gadis itu masih tertidur, meringkuk memegangi kepalanya yang terasa amat pusing.

Dibukanya manik mata hazel miliknya itu, hanya ada gelap yang hadir dalam indera penglihatannya.

"R-rr-rama" paraunya, melihat sesosok pria yang sedang duduk merenung. Pikirkan pria itu sama sekali kosong. Hatinya berkecamuk, dan pandangnya abu, sembari memegang sepuntung rokok.

Hanya ada satu dipikirannya sekarang. Ditsya mengkhianatinya. Hal itu jauh lebih memukul ketimbang Ayahnya yang mengkhianati ibunya.

Tak ada lagi kepercayaan untuk seseorang. Semua munafik, meskipun jalan pengkhianatan adalah jalan terbaik, siapa yang akan menyukainya?

Rama, menangis tanpa suara. Dirinya berusaha sebisa mungkin untuk tidak menimbulkan isakan.

Ditsya yang memperhatikan pria itu, sudah membendung air mata. "Rama... " Ditsya memeluk erat pria itu, menumpahkan segala keluh kesah yang ia pendam.

Rama mematikan sepuntung rokok yang hampir setengah kotak ia habisi. Memandang gadis itu yang sedang—menangis. Entah mengapa rasa amarah berhasil menyelimutinya ketika melihat wajah gadis itu. Gadis yang selalu ia cinta, dan ia puja-puja.

Rama tak menolak, ketika tubuh ringkih Ditsya mendekapnya. Sangat erat.  Membiarkan gadis itu menangis didalam pelukan itu. Seperti yang pernah ia bilang sebelumnya, sebelum gadis itu menjadi miliknya. Memori-memori itu masih membekas.

"Lo nangis?"

"Enggak kelilipan"

"Sini!"

"Nangis dipelukan gue, kalo lo mau nangis"

Rama menahan sesak yang tiba-tiba datang menghantamnya, menghimpit jantungnya untuk bernapas.

"M-aafin aku... Tolong..."

Rama tersenyum getir, ketika melihat manik mata sekelam pualam itu yang menghipnotisnya lagi dan lagi.

Rama telah menyiapkan burung merpati itu, sesuai permintaan Ditsya —mungkin ini kenangan terakhirnya. Detik ini juga, Rama mulai membenci burung merpati.

"Ram... merpatinya gak jadi aku bawa pulang deh, kamu lebih butuh burung itu buat nemenin kamu saat sedih. Maafin aku, udah buat kamu sedih"

"Ini buat lo... Kenangan terakhir gue" entah apa maksud Rama memberi sepasang burung merpati itu padanya.

05 OKTOBER [TAMAT]  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang