BAB 33

1.2K 162 13
                                    

Brak!

Jungkook dan Namjoon tersentak kaget melihat Joonmyeon yang membuka pintu dengan brutal.

Joonmyeon berjalan ke arah Namjoon membuat Namjoon dan Jungkook berdiri menatap Joonmyeon dalam diam.

Joonmyeon berhenti berjalan, menatap Namjoon tajam. Jungkook melihat Namjoon yang menundukkan kepalanya, lalu beralih menatap Joonmyeon yang hanya melihat Namjoon seolah Jungkook tidak ada di sini.

Sedangkan di belakang Joonmyeon terlihat Seok Jin, Taehyung, Jennie, dan Irene yang terengah-engah.

Plak!

Satu tamparan sukses melayang di pipi Namjoon, ia merasa panas di pipinya.

Jungkook terpaku menatap Namjoon yang ditampar, sedangkan Seok Jin ia menatap Joonmyeon marah. Jungkook beralih menatap orang yang ada di belakang Joonmyeon yang membeku.

"Kamu, anak gak tahu diri. Udah di sekolahin tinggi-tinggi malah bolos, mau kamu apa sih? Mau membuat keluarga saya malu?" sentak Joonmyeon pada Namjoon.

Jika saja tadi Irene tidak memberitahu Joonmyeon jika Namjoon membolos, ia tidak akan tahu karena sibuk dengan pekerjaan.

"Maaf ajusi, tapi ini bisa di omongin baik-baik gak perlu main tangan juga, kan?" ucap Jungkook pada Joonmyeon yang menatap Namjoon marah.

Joonmyeon beralih menatap Jungkook. "Kamu, ini bukan urusan kamu." Joonmyeon menatap Jungkook datar.

"Ini jadi urusan saya kalau ajusi main tangan sama Namjoon, Namjoon itu temen saya." protes Jungkook tak terima menatap Joonmyeon, bagaimana ia bisa tenang melihat kekasihnya ditampar? Kekasih? Masih belum. Kenyataan itu membuat Jungkook merasa pahit dalam hatinya.

Namjoon mengepalkan tangannya marah, menatap Jungkook, lalu beralih menatap Joonmyeon. Ia tidak terima kalau Jungkook yang akan menjadi sasaran kemarahan ayahnya.

Joonmyeon mengangkat kepalan tangannya, memukul Jungkook yang di depannya terlihat sok mau menolong Namjoon.

Bugh!

"Appa, berhenti!" teriak Namjoon saat melihat sudut bibir Jungkook yang berdarah.

"Appa kenapa sih? Selalu marah pada Joonie padahal Joonie gak tahu salah Joonie apa! Dan sekarang appa mukul temen Joonie? Emangnya salahnya apa sih? Kenapa apa selalu main tangan? Appa gak bisa gitu bicara baik-baik?!" Napas Namjoon memburu menatap Joonmyeon.

"Untuk kamu, saya harus memperlakukan mu dengan keras dan kasar."

"Kenapa? Kenapa? Apa karena penyakit ini? Apa karena Joonie cacat?"

Joonmyeon menatapnya sinis, "Menurut kamu? Kamu harusnya tidak terlahir." ucapnya lirih, namun masih bisa di dengar.

Namjoon mengepalkan tangannya, menatap Joonmyeon, matanya memanas. "Appa kenapa? Kenapa jadi berubah kayak gini? Dimana appanya Joonie yang selalu lembut? Kenapa jadi kasar? Joonie capek appa, Joonie capek pura-pura kayak gini."

Namjoonie diam memperhatikan Joonmyeon dan seluruh orang yang ada di kamarnya yang membeku, berjalan menuju lemarinya. Dan membukanya. Terlihat piala, mendali, piagam yang memenuhi lemari. Membuat mereka menahan napas.

"Lihat, Joonie gak bodoh, Joonie bisa raih juara. Tapi, appa semua peduli? Jawabannya enggak, yang kalian pedulian cuma Taehyung, Jennie, sama Seok Jin Hyung. Appa, apa peduli sama Joonie? Enggak kan? Appa, juga gak tahu kalau Joonie jadi siswa berprestasi, kan?! Kapan appa bisa bangga sama Joonie?! Joonie capek pura-pura jadi bodoh di hadapan kalian! Appa bilang Joonie gak tahu diri? Bikin malu keluarga? Jawabannya nggak!"

Namjoon meraih tangan Jungkook yang melongo menatapnya dan berjalan pergi dari rumah yang seperti neraka ini. Meninggalkan Joonmyeon yang menatap kosong ke arah lemari.

Kata orang tempat ternyaman adalah keluarga. Tapi, kalau keluarga ku telah hancur. Aku harus bagaimana?

*****

MONOKROMASI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang