Warn typo's.
—i love you ³thsnd—
🍍🍍🍍
"wah, Jaemin udah bener - bener buta sama cinta lo, Fel."
Felicia menoleh pada Haruto yang tengah asik memperhatikan buku - buku yang berjajar pada rak. "ih apasih. Jangan gitu ngomongnya."
Laki - laki ini ikut menoleh. "canda. Maaf - maaf."
Kemudian Felicia menaruh novelnya diatas meja, dan mendekat merebahkan diri diatas sofa— yang sebelumnya duduk diatas karpet bulu.
"Fel, pergi yuk. Bosen gue diem gini aja."
"mager. Udah disini aja. Lo bisa keliling kemanapun. Atau, kita nonton aja?"
Laki - laki jangkung bercelana jeans hitam, kemeja bergaris garis berwarna hitam putih, dan dengan anting di satu telinganya itu mendekat dan mengangkat kedua kaki Felicia. Haruto lalu duduk,menaruh kedua kaki Felicia diatas pahanya.
"ah, bosen juga. Kaya semuanya udah pernah gue lakuin."
Felicia mengernyit. "udah pernah semua? Nyuri? Berarti pernah dong."
"enak aja lo! Ya enggak lah."
Perempuan itu tertawa. "katanya udah pernah semua... Lo yang salah lah bilangnya begitu."
"eh tapi, lo beneran jadi model?"
Haruto diam sejenak. Ia berdehem, lalu mengangguk. "ya, begitu. Banyak yang casting gue. Tapi- agak gimana gitu, banyak yang goda bilangnya kasi penghasilan besar lah, ini lah, itulah. Tapi, gue coba aja dulu, tau - taunya, cocok juga."
Mulut Felicia terbuka sedikit. "wah.. Pasti banyak yang suka sama lo nih."
Tatapan mereka memang bertemu sedari tadi, tapi kali ini sedikit berbeda. Felicia bisa merasakannya dari kedua mata Haru yang menatap dirinya lekat.
Haruto tersenyum tipis. "ya— begitu. Cuma.. Cewe yang gue suka ga suka sama gue."
"h-hah? Siapa? Gamungkin lah. Lo udah sempurna begini. Siapa yang ga suka sama lo? Sini aduin sama gue. Berani - beraninya gasuka sama lo? Wah, ga normal tuh cewe."
Sudut bibir Haruto terangkat. "jangan. Dia udah nikah. Gue yakin sih udah bahagia dia sama suaminya."
Felicia sama sekali tak merasa bahwa, Haruto menyindir dirinya. Bibirnya kelu untuk menjawab kalimat Haru. "y-yaampun lo, kenapa ga cerita sama gue sih??"
Felicia lalu duduk, dan menggenggam satu tangan Haru. "gapapa, nanti lo pasti bakal dapet yang terbaik. Lo itu model, ganteng, tinggi, pasti rata - rata banyak yang tipe idealnya kaya lo. Percaya deh."
Mengangguk, Haruto tersenyum. "iya - iya. Nanti gue cari siapa jodoh gue nanti."
"eh, tapi, boleh gak, gue ikut sama lo. Maksudnya, gue pingin lihat lo waktu pemotretan. Heheh."
Apa ada, seorang laki - laki dan perempuan yang hanya sebatas sahabat dengan waktu lama?
Itu tidak berlaku pada Haruto. Laki - laki bertubuh jangkung itu sudah menyukai Felicia sejak mereka menginjak kelas 2 sma. Tapi, apa daya, Haruto tak bisa memberitahu itu semua, yang ia lakukan hanya mengatakan sebuah lelucon dengan kata - kata 'gue suka sama lo'.
Dan sekarang, melihat senyuman Felicia yang sama sekali tak berubah, ia menjadi jatuh lagi. Tapi ia sadar. Tentu. Haruto tak berniat untuk merebut perempuan didepannya dari Jaemin. Cukup dengan menjaga Felicia seperti ini, Haruto sudah senang.
"boleh gak??"
"ha? O-oh iya. Boleh lah. Kalau lo ada waktu aja."
"gue selalu di rumah kok. Ya kan pasti bosen nantinya."
"yaudah, nanti gue pasti bakal kasi tau kapan jadwal gue pemotretan. Kalo sekarang sih, belum dikabarin. Biasanya sore nanti atau, malam."
Felicia mengangguk semangat. Mereka kembali dengan percakapan ringan. Haru yang menceritakan bagaimana kehidupannya di Jepang, dan Felicia tak bisa berhenti untuk berdecak kagum. Ia bahagia memiliki sahabat yang sudah sukses, menurutnya.
Kalau Haru menjadi seorang model, bukan kah nanti wajahnya akan terpampang dimana - mana? Seperti di majalah, atau di layar besar pada jalan raya? Felicia membayangkan itu semua.
"kalau lo udah sukses banget, jangan lupain gue." ucap Felicia tegas. Dan Haru malah tertawa. "ya-mana bisa sih gue lupain lo?! Gue udah nyaman kenal sama lo, jadi sekarang gue balik. Kalau lo udah berkeluarga nanti, jangan lupain gue. Kalo bisa anak lo nanti gue yang asuh, biar dekatnya sama gue."
Felicia tertawa cukup keras. "ih, mana boleh enak aja lo. Nanti ngiranya lo bapaknya, bukan si Jaemin."
Haruto juga tertawa. "ya.kali. Mana bisa gue ngasuh anak sendirian."
Mereka asik mengobrol, tertawa, bahkan hingga Felicia merasa sakit perut karena saking lelahnya tertawa. Hingga tak sadar kalau, ponsel Felicia berkali - kali bergetar dari, Ibunya.
.
"kenapa?"
Jaemin menatap Mark dengan wajah datarnya. Mereka saat ini tengah berada di cafe terdekat kantor Jaemin.
Laki - laki bermarga Lee itu menghela nafas. Ia mengubah posisi duduknya menjadi menumpu kedua tangannya diatas paha. "bokapnya Felicia, meninggal."
Rasanya Jaemin seperti dihantam batu tepat pada kepalanya. Matanya sedikit menyalang. "lo mau nipu apa lagi?"
Mark sudah yakin Jaemin mungkin tidak akan percaya padanya. Ia memejamkan matanya dan kembali melihat Jaemin. "Jaem, gue tau gue salah besar sama lo, anak - anak lain. Gue juga merahasiakan pekerjaan gue ke kalian, gue cuma gamau kalian tau. Gue gabisa ngelakuin apa - apa lagi, Jaem. Dan sekarang gue udah ga sama mereka. Gue udah menjauh. Please.. Denger penjelasan gue sekarang, gue ga bohong menyangkut Felicia."
Jaemin hanya diam. Ia menunduk, kedua tangannya yang menyatu perlahan melonggar. "bilang kalau bokap gue satunya masih hidup."
"sebenarnya gue baru dari lapas, tadi pagi. Gue kesana emang mau ketemu Taeyong, dan juga Ten. Sekedar perpisahan, tapi gue lihat, sebagian barang barang bokap Felicia, dikumpulin. Gue gatau mau diapain, dan gue tanya, ga mungkin gue gak kaget saat denger jawaban dari pertanyaan gue."
"bokap Felicia meninggal, karena sakit jantung. Gue gatau, kalau beliau punya riwayat sakit."
Penjelasan Mark benar - benar membuat Jaemin diam seperti batu. Padahal baru beberapa jam yang lalu Sang Ayah meneleponnya, dan ternyata, itu sebuah perpisahan yang tak akan pernah bertemu lagi.
Jaemin sangat jelas mendengar napas Ayah mertuanya memang tidak normal saat ditelepon. Mata Jaemin sedikit berair. Ia lalu menatap Mark. "thanks infonya. Gue harus pergi sekarang. Keluarga gue mungkin udah tau sek—"
Drrt.. Drrt..
Benar saja, nama Ibunya terpampang dilayar ponsel. Jaemin langsung menekan ikon berwarna hijau dan menempelkan benda itu ditelinga.
"iya, Ma."
"..Jaem, tolong cepat kamu kesini. Mama kirim alamatnya."
Baru saja Jaemin ingin menjawab, tapi sambungan sudah terputus secara sepihak. Ia menghela nafas dan mengacak rambutnya. "gue pergi."
Ia melangkah, melewati Mark. Namun, langkahnya terhenti dan menoleh sedikit, "lo masih bisa main sama anak - anak lain, kecuali istri gue. Jangan pernah kalian bertemu. Dia masih trauma. Lo tau itu."
✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖
Double up? Vote sampe 50+ aku up sekarang juga.
Bisa ga ya? :')
KAMU SEDANG MEMBACA
[2]I Love You 3000; forever | Na Jaemin✔️
Fanfic[SPIN OFF] Kisah Na Jaemin yang menyukai pembantunya sendiri, dan berbagai masalah yang ia hadapi guna untuk perjuangan mendapatkan sosok yang ia cintai. -selesai-