Sesampainya di rumah, Jaemin langsung menaruh tas ranselnya diatas meja makan. Kemudian ia mengambil segelas air ke dapur dan meneguknya hingga habis.
"nak, tadi, kamu ada lihat Felicia?"
Jaemin menoleh pada pembantu rumah tangga– ibunya Felicia.
Jaemin mengangguk. "iya, tadi dia bawain barang saya yang ketinggalan. Ada apa?"
Ibu Felicia terlihat cemas. "kira kira dia kemana? Harusnya udah balik kan dari tadi, tapi udah jam segini dia belum datang."
Mendengar itu, Jaemin menaruh gelasnya dan melihat arloji ditangan kirinya. Sudah pukul sembilan malam.
"gapapa, mungkin dia lagi dijalan pulang. Bibi diem aja, biar saya yang cari."
Jaemin berbalik dan berjalan menuju pintu utama, tapi langkahnya terhenti karena panggilan dari sang bibi.
"Nak Jaemin, makasih banyak."
Ia pun menoleh dan tersenyum tipis.
.
Baru saja Jaemin keluar dari gerbang, ia sudah melihat Felicia yang berjalan dengan lambat. Jaraknya cukup jauh, tapi Jaemin bisa melihat Felicia seperti habis menangis.
"lo punya hp ga sih?"
Langkah Felicia terhenti dan mendongak untuk melihat Jaemin. "apa?"
"mama lo khawatir. Bukannya pulang langsung malah liaran." setelah mengatakan kalimat ini– cukup membuat Felicia sakit mendengarnya, Jaemin kembali masuk.
Felicia berjalan cepat, setelah sudah dekat dengan Jaemin, gadis ini memukul punggung lebar Jaemin, dan membuat Sang empu meringis.
"apa apaan lo?!"
"kalau gatau apa - apa mending diem, jangan asal ngomong. Kenapa aku bisa pulang malem bukan urusan kakak!" kedua mata Felicia berkaca kaca.
Jaemin hanya menatap gadis didepannya ini dengan alis yang menyatu.
"kenapa sih harus pindah kesini, kenapa juga harus diusir dari rumah." suara Feli gemetar. Ia menahan tangisnya.
Jaemin mengalihkan pandangannya. "masuk, besok lo sekolah."
Ia berjalan lebih dulu, tapi telinganya malah mendengar Felicia yang menangis. Tentu, Jaemin kembali menoleh dan melihat Feli yang berjongkok sembari menangis.
"eh lo kenapa nangis? Bangun, nanti semua pada denger." Jaemin mendekat dan menarik bahu Feli agar mau berdiri.
Gadis itu menatap Jaemin, "Kak, aku ini masih sekolah, tapi kenapa aku harus ngalamin hal berat kaya gini?" katanya dengan isakan kecilnya.
"masalah bisa dateng kapanpun dia mau, ga harus lo udah tua atau kecil. Sekarang masuk—"
"gamau, aku gamau mama aku lihat aku nangis kaya gini."
"ya makanya hapus airmata lo."
Felicia diam sesaat, ia mengatur nafasnya. Lalu ia juga menghapus bekas airmatanya, yang menurut Jaemin masih terlihat.
Jaemin mendecak, kedua tangannya terulur untuk membersihkan bekas airmata Feli dikedua pipi gadis itu.
Felicia terpaku.
"gue emang gatau masalah lo apaan, tapi sebesar apapun masalah lo, jangan merasa sendiri. Cari temen lo untuk cerita. Ga mungkin lo ga punya temen kan?"
Kalimat Jaemin membuat Felicia merasa seperti patung, terlebih lagi suara Jaemin yang berat itu, namun nada bicaranya tetap datar.
Lalu ia tersadar, Felicia menghempaskan kedua tangan Jaemin yang berada dipipinya. Ia menyembunyikan wajahnya yang merah dengan mengalihkan pandangannya.
Felicia langsung saja masuk berlari meninggalkan Jaemin yang menatapnya dengan tatapan tak mengerti.
Jantungnya, berpacu lebih cepat. Felicia takut, kalau Jaemin akan tau bahwa, ia menyukai dirinya.
Namun, tak terlihat.
.
Seharusnya Jaemin bangun lebih siang, tapi karena ponselnya bergetar, ia malah terbangun. Jaemin mengucek matanya lalu melihat notifikasi dari Jeno.
Ia membuka aplikasi berwarna hijau itu, dan membaca pesan dari Jeno.
'Jaem, lo keberatan ga gue titip Jeni? Ga lama kok.'
Jaemin mengernyit. Ia kemudian duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Ia kemudian menekan simbol telepon dan mendekatkan ponselnya ke daun telinga.
Tak perlu menunggu lama, Jeno sudah langsung mengangkat telepon dari Jaemin. "lo mau kemana emang?"
"sebenarnya gue mau ajak Jeni juga sih ke acara temen mama gue, tapi ya lo tau kan, Jeni masih agak rewel. Kosong kan lo hari ini?"
Jaemin beranjak dari ranjangnya, ia membenahi pakaian tidurnya. "kosong sih, yaudah bawa aja kesini entar."
Jaemin turun untuk ke dapur, ia merasa haus.
"serius? Gue mau titipin ke Haechan atau Renjun, mereka pada ada jadwal masing masing."
"yaelah lo kaya ngomong sama orang baru kenal, sans aja, gue jagain anak lo." saat membuka pintu dapur, Jaemin sudah melihat Felicia yang sudah lengkap dengan seragam sekolahnya, sedang sarapan sambil berdiri dan membaca buku.
Jaemin berjalan santai dan berdiri disamping gadis itu— untuk menuangkan air yang ada pada teko kedalam gelas.
"bawa aja keperluan anak lo nanti."
"yaudah, ntar lagi gue otw."
Jaemin mematikan ponselnya dan menaruhnya diatas meja. Ia melihat Felicia yang fokus membaca dengan mulutnya yang penuh makanan.
"makan itu duduk, bukan berdiri sambil baca kaya gini."
Mendengar itu, Feli menoleh pada Jaemin, dan ia sedikit tercekat.
Jaemin benar - benar tampan, rambutnya sedikit berantakan, baju tidur yang dua kancing teratasnya dibuka membuat dada dan juga kalung salibnya terlihat.
Melihat itu, Jaemin merunduk dan mendekati wajahnya pada Felicia. "mikir apaan lo? Gabaik nelanjangin gue dipikiran lo."
Felicia kemudian batuk, ia tersedak makanannya sendiri. Namun dengan santainya Jaemin menuangkan air dan ia berikan pada Felicia.
"nanti langsung pulang, ada kerjaan buat lo." kata Jaemin kemudian meninggalkan Felicia yang wajahnya memerah.
Buru buru Felicia meneguk segelas air putih itu. Dan saat ia selesai minum, ia langsung sadar. Gelas yang ia pakai adalah bekas dari Jaemin.
Ia menyentuh bibirnya, dan menatap punggung Jaemin yang terlihat karena pintu dapur itu berwarna bening.
✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖✖
Tau ga, drama the heirs? Dapur rumahnya Jaemin kaya gitu pokoknya, ada pintunya.
Demi apapun ganteng banget hiks
KAMU SEDANG MEMBACA
[2]I Love You 3000; forever | Na Jaemin✔️
Fiksi Penggemar[SPIN OFF] Kisah Na Jaemin yang menyukai pembantunya sendiri, dan berbagai masalah yang ia hadapi guna untuk perjuangan mendapatkan sosok yang ia cintai. -selesai-