POI 20 - Keindahan?

50 13 2
                                    

"Astaga, aku tidak menyangka akan bertemu dengan-mu lagi...!" Satria terlihat senang ketika melihat Aditya karena ia terlihat cukup sehat sekarang, entah kenapa melihat diri-nya membuat Satria terharu sampai ia langsung memeluk diri-nya dan menepuk punggung-nya beberapa kali, "Sakit...!!! Tubuh-ku masih sakit...!"

"Ahh, hampura." [Hampura] bahasa Sunda dari Maaf.

"Wahhh... apakah ini kebetulan juga?! Oh my god! Lebih baik kita berbicara di dalam mobil saja agar kita bisa mengejar bis yang meninggalkan-mu itu, Aditya." Wilhelm membuka pintu depan lalu ia masuk dan menyalakan mesin-nya sedangkan Satria mengajak Aditya untuk duduk disebelah-nya karena banyak sekali hal yang ingin ia bicarakan bersama teman lam-nya.

Beberapa menit kemudian, Wilhelm menginjak gas dan menaikkan kecepatan mobil itu pelan-pelan, ia mulai menatap ke depan sambil berwaspada melihat jalan juga kaca spion-nya karena ia sekarang bersama seorang buronan yang dicari-cari jika Wilhelm melihat sebuah mobil yang berisi para tentara atau seseorang yang mencurigakan maka ia akan menggunakan listrik-nya untuk mematikan mesin mereka.

"Apakah kau benar-benar, Raden Aditya?!" Tanya Satria dengan ekspresi yang terlihat senang.

"Menurut-mu?" 

"Ternyata benar... jawaban yang dingin itu adalah Raden Aditya, pahlawan-ku yang terhebat dan tergagah!" Satria mencoba untuk menepuk punggung-nya tetapi Aditya berhasil menghindari-nya karena tubuhnya berada di fase pemulihan dari luka yang ia terima dari David, "Banyak sekali darah, aku lupa bahwa kau terluka... kenapa kau bisa terluka seperti ini?" Tanya Satria yang mulai mengambil tas-nya untuk mencari suntikan atau perban yang dapat menyembuhkan luka-nya.

"Bagaimana kau bisa terluka seperti ini...?" Tanya Satria.

"Inilah kenapa kau jarang melihat berita yang sedang terkini, Satria, Aditya telah diburu oleh seorang Jenderal yang bernama Wahyudi... Wahyudi bersama tentara-nya mencoba untuk melakukan operasi Petrus demi membunuh diri-nya, Aditya berasal dari Jakarta dan saat ini ia masih terus dikejar oleh mereka semua." Kata Wilhelm yang mulai menjelaskan itu, Satria terkejut ketika mendengar-nya... tidak mungkin Aditya teman lama-nya akan melakukan kejahatan.

"Ahh... aku pasti tahu penyebab-nya, garis Mana yang terlihat seperti tato 'kan? Lagipula Jenderal sialan itu sudah memburu banyak sekali pengguna Mana untuk dijadikan sebagai tentara militer yang melindungi Indonesia tetapi cara yang ia gunakan salah juga, aku pernah mendengar banyak gosip tentang diri-nya ketika di bandung." Satria mengeluarkan sebuah suntikan lalu ia menatap Aditya dengan ekspresi yang terlihat serius.

"Aku sudah mengetahui identitas-nya yang asli dari polisi yang ditugaskan untuk membunuh-ku, rakyat Indonesia seperti diri-nya lah yang dapat menyebabkan kerusuhan atau konflik antar bangsa..." Aditya mengepalkan kedua tinju-nya erat dan Satria mulai mengingat perkataan teman baik-nya yaitu Presiden RI yang pertama.

"Wajah-mu dan juga perkataan itu hanya membuat-ku mengingat masa penjajahan, Raden... hentikan, aing terharu dengar-nya..." Satria menahan air mata-nya karena ia tidak menerima kematian Presiden RI yang meninggal karena sebuah penyakit, "Kau merasa sedih ya...? Kau bayangkan jika beliau masih hidup dan mengetahui soal Petrus ini."

"Raden... hentikan!" Aditya terkekeh ketika melihat teman lama-nya yang masih memiliki sikap yang sama, mudah emosional dan juga gampang merasakan kesedihan dengan mudah. Aditya mulai menyuruh-nya untuk menggunakan suntikan itu untuk memulihkan diri-nya, "Apakah suntikan itu aman?"

"Tentu saja, aku mendapatkan suntikan ini dari doktor yang cukup hebat di bandung, dia sangat seksi bro!" Satria mulai menyuntik leher Aditya sampai ia melebarkan kedua mata-nya, tubuhnya terasa ringan untuk sekejap sehingga semua luka dan kerusakan yang berada di dalam-nya hilang tiba-tiba.

Pride of IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang