POI 59 - Pengejaran Mobil dan Motor

25 6 0
                                    

"Sesudah makan siang... seperti biasanya kau akan melakukan rutin keseharian itu ya." Wilhelm menatap Satria yang saat ini sedang menyetir selagi menikmati satu batang rokok.

"Tentu saja, mencampurkan kenikmatan dengan kenikmatan lainnya seperti merokok setelah menikmati bakso itu, uhh... rasanya seperti di surga dah." Satria menghembuskan asap rokok melalui hidungnya lalu ia fokus kembali dengan jalanan.

Andrian yang sedang duduk di sebelah Aditya bisa melihat dirinya yang terus membaca koran selagi menandai berbagai macam tempat, sepertinya bukan hanya kota Yogyakarta yang sedang panas-panasnya dengan pembunuhan atau korban dari operasi penembakan itu melainkan kota lain juga memiliki pelaku itu tersendiri.

Yang menarik perhatiannya adalah kota Blitar selama ini sudah memiliki pelaku yang berani untuk melakukan penembakan misterius itu, waktu yang pas juga untuk nanti karena ia ingin mengunjungi kota itu untuk persiapan nanti, beberapa hari kemudian adalah ulang tahun teman dekatnya.

Ia harus mengunjungi makamnya untuk memberikan rasa penuh hormat dan bersyukur karena sudah mau memberikan banyak inspirasi kepada dirinya, Andrian bisa mengetahui apa yang Aditya pikirkan karena ia saat ini terus memperhatikan berita yang berasal dari kota Blitar.

"Apakah kau ingin ke kota Blitar nanti?"

"Sepertinya kau tahu ya, iya, aku harus ke sana untuk mengunjungi makam teman baikku. Sebentar lagi beliau ulang tahun dan aku juga ingin memeriksa tentang korban dari penembakan itu, bisa dilihat pelaku juga menggunakan kemampuan Mana karena tubuhnya itu dipenuhi dengan tusuk yang sangat kecil." Aditya memberikan koran itu kepada Andrian.

Andrian mulai membacanya dan menatap teliti gambar dari koran tersebut dengan mata yang di alirkan dengan Mana, ia dikejutkan dengan luka yang begitu kecil terdapat dimana-mana. Kemampuan Mana satu ini terlihat berbahaya dan bisa saja berkaitan dengan senapan yang cepat atau peluru kecil yang membunuh musuh secara langsung.

"Masalahnya bertambah semakin rumit dan besar saja ya... bukan hanya pelaku yang menjalani operasi itu tetapi beberapa preman yang memiliki kemampuan Mana kuat juga menggunakan kesempatan untuk berperang dengan polisi dan tentara lainnya yang tidak berdaya..."

"...preman yang tidak bisa berubah dan pelaku yang menjalani operasi, mereka perlu di hukum dan mengetahui arti hukum yang sebenarnya. Penjara itu seharusnya ada dan hukuman yang adil itu seperti memasukkan mereka ke dalam sel penjara lalu mencoba untuk memberi mereka sugesti secara pelan-pelan." 

Andrian terus membaca semua berita itu di setiap halaman, Aditya berhenti membaca karena ia sedang merasa sakit kepala karena memikirkan lokasi Wahyudi, semua ini bisa berakhir jika Wahyudi mendapatkan hukuman yang setimpal karena preman bertopeng yang ia lawan sebelumnya adalah ulah dirinya.

Bukan hanya itu saja tetapi beberapa preman dan polisi yang ia lawan satu bulan dan beberapa hari yang lalu memiliki kaitan dengan Wahyudi, tentara militer Indonesia seperti dirinya harus dihentikan karena tujuan yang ia pikirkan saat ini masih belum diketahui oleh Aditya bahkan kemampuan Mananya.

"Aku masih penasaran dengan kemampuan yang dimiliki oleh Wahyudi... semua bawahan atau orang-orang yang menuruti perintahnya seperti ketakutan setengah mati ketika mengetahui kemampuan yang ia miliki..." Aditya mulai mengingat kembali kejadian yang sudah terjadi dulu sekali.

"Sejak aku pertama kali bertemu dengan dirinya... aku tidak bisa merasakan sesuatu yang berbeda darinya bahkan aku ingat bahwa dia hanyalah sekedar Jenderal biasa yang tidak memiliki kemampuan Mana sama sekali."

"Jenderal itu bukan sekedar julukan biasa, Aditya. Banyak sekali cara untuk Manusia mendapatkan kemampuan Mana, aku mengetahuinya dari salah satu temanku di amerika... salah satunya dengan suntikan yang mengandung cairan Mana tetapi hasilnya tidak akan selalu berjalan dengan baik." Wilhelm mulai berbicara.

Pride of IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang