POI 35 - Masa Lalu

47 10 7
                                    

"Hahahahaha! Belegug sia!" Kata Satria sambil menertawakan sebuah berita yang menceritakan tentang keberuntungan seorang preman yang menurun drastis karena ia mencoba untuk mencuri tas wanita tetapi berakhir berhadapan dengan seorang polisi yang langsung melaksanakan penembakan misterius itu. 

Wilhelm dan Henzie menatap Satria suram karena yang dia lakukan daritadi hanya makan, merokok, tertawa melihat majalah dan koran. Dia tidak membantu sama sekali, walaupun dia tadi bilang kepada Andrian bahwa ia ingin sekali ikut untuk membantu mereka mengangkat beberapa barang dan bahan, "Oi... jika kau mau menjadi beban kami... kenapa kau tidak diam saja di rumah?"

"Hahahahaha... tunggu dulu, banyak sekali berita dan majalah ngakak ini, nanti aku bantu deh." Satria terus tertawa-tawa sambil menunjukkan perban yang menghalang mata kanan-nya itu, "Ayolah, jangan menyombongkan luka-mu itu, Satria. Bantu!"

"Hahaha, iya-iya." Satria mulai membantu mereka, mereka bertiga sebenarnya pergi berbelanja untuk mempersiapkan makan siang dan malam untuk sekarang sampai hari yang akan datang, mungkin dalam dua atau tiga hari mereka akan pergi berwisata menuju candi prambanan untuk menenangkan diri mereka, walaupun Mana Battlefield bisa menyerang kapanpun... mereka bisa mempermudah pekerjaan mereka dengan mudah semua preman bertopeng itu.

Karena pertarungan di tengah malam itu, Wilhelm bisa memprediksi bahwa kedua geng itu telah kehilangan banyak anggota. Mungkin saja mereka tidak akan menyerang sampai mereka benar-benar siap dan mengumpulkan lebih banyak preman lagi tetapi... ia sendiri yakin bahwa mereka semua akan bertambah kuat dan dengan mudah mengalahkan semua sampah yang terus berserakan itu.

Satria diam-diam menendang kaki Wilhelm pelan untuk memberitahu-nya karena mereka berdua sekarang bersama seseorang yang sangat mencintai Aditya, "Wilhelm... mungkin sudah saat-nya kita memberitahu tentang itu... apa yang dia pikirkan... aku yakin dia akan jujur kepada kita." Kata Satria, untungnya Henzie sedang fokus mengangkat barang yang berat jadi ia tidak sempat untuk membaca pikiran Satria.

Satria mulai menatap Henzie dan Henzie menatap-nya dingin, entah kenapa ia terlihat lebih seperti seorang wanita ketika di hadapan Aditya tetapi sekarang ia terlihat menyeramkan... seperti seorang gadis pemimpin yang sangat tegas, "Henzie, nama-mu Henzie Van Briouse 'kan?"

"Iya, apakah ada perlu dengan-ku?" Tanya Henzie, Satria bisa menebak dari karakteristik-nya bahwa dia benar-benar seorang pelayan bangsawan jadi ia memiliki sifat yang dingin dan sangat tegas tetapi Satria sudah memiliki ide, satu kata atau kalimat saja sudah pasti akan mengubah Henzie menjadi seseorang yang berbeda, "Jadi... bagaimana hubungan-mu dengan sahabat-ku yang bernama Aditya akhir-akhir ini?"

Ketika Henzie mendengar nama Aditya, ia mulai terkejut sampai wajah-nya berubah menjadi merah. Wilhelm dan Satria mencoba sekuat mungkin untuk menahan tawa mereka ketika melihat perubahan signifikan Henzie, ekspresi-nya yang tadi terlihat sangar dan serius berubah menjadi ekspresi yang dipenuhi dengan rasa malu karena dia mengingat kejadian ketika ia mencoba untuk menyatakan perasaan-nya.

"Y-Yah... kenapa kau selalu ingin tahu urusan orang lain sih...? Bukan b-berarti aku mencintai-nya atau apapun tetapi dia itu spesial--- Ahhh!!! Spesial yang aku maksud itu seperti teman laki-laki, i-itu ya... Aditya itu memang keren--- hebat, yang aku maksud hebat adalah dia adalah pria yang benar-benar seperti pria!" Satria terus menahan tawa-nya itu ketika ia melihat Henzie mulai saling tingkah, rasa malu-nya mulai menguasai tubuh-nya ketika mendengar nama Aditya.

"D-Dia itu baik... yah... hubungan kita... sebagai teman atau apalah itu... lancar mungkin... Ini, ini! Aku tidak menyukai-nya loh! Jangan berani-berani kalian memberitahu, Aditya! Aku takut dia tidak men--- menganggap-ku sebagai pa--- teman-nya juga!" Ekspresi Henzie terus berubah menjadi kesal dan malu, ia tidak bisa mengontrol perasaan dan emosi-nya yang saling bertentangan karena ia tidak ingin membicarakan Aditya di depan sahabat Aditya sendiri yang keras kepala yaitu Satria.

Pride of IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang