POI 39 - Pemulihan

36 8 5
                                    

Wilhelm tercengang ketika melihat Mana Burst Aditya terlihat seperti senapan otomatis tetapi menembakkan peluru yang terbuat dari bambu runcing, semua bambu runcing itu bahkan melaju lebih cepat dari peluru apapun itu dan Aditya masih terus menembak-nya tanpa henti sehingga Wilhelm mencoba untuk menyuruh-nya berhenti karena ia terlalu berlebihan menggunakan Mana Burst-nya itu.

"Hah... hah... hah... kekuatan besar sekali, aku hampir tidak bisa mengendalikan-nya." Aditya dapat dengan mudah menghentikan Mana Burst-nya, ia mulai memegang erat lengan kiri-nya yang terasa sangat lemas.

"Potensi dari Mana Burst-mu itu cukup hebat sekali, kau terlihat seperti memegang senapan tetapi tidak karena bambu runcing itu muncul dengan sendiri-nya. Pertahanan apapun itu, aku yakin tidak ada yang bisa menembus serangan bambu runcing yang terus menusuk secara bertubi-tubi." Kata Wilhelm, ia senang bisa membantu Aditya untuk menggunakan Mana Burst dan sekarang mereka hanya harus terus berlatih.

Beberapa menit kemudian, Wilhelm memilih untuk beristirahat dulu selama sepuluh menit untuk memulihkan Mana-nya dengan meminum air. Aditya yang dipenuhi dengan keringat mulai pergi meninggalkan Wilhelm untuk mengambil sapu tangan dan air minum yang ia tinggal di kamar-nya, ia melewati beberapa lorong dan melihat Andrian sedang berbicara bersama Putri dan Daisy.

Sepertinya Andrian mulai memberitahu mereka tentang persembunyian preman itu dan ia meminta bantuan kepada mereka karena Daisy dan Putri memiliki kemampuan Mana yang dapat memulihkan seseorang, Daisy juga bahkan dapat menciptakan obat dan makanan yang dapat memulihkan tubuh serta menambahkan efek menguntungkan ketika bertarung.

Aditya menghampiri kamar-nya dan ia tidak lupa untuk membuka kunci-nya karena Henzie masih tertidur di dalam kamar, ia bisa melihat Henzie yang masih tertidur dengan nyenyak. Aditya tersenyum tipis lalu ia mengambil botol minum-nya dan mulai meminum-nya sambil menatap Henzie yang dipenuhi dengan keringat... cuaca hari ini cukup panas sih dan ia memakai baju yang terlihat ketat.

Karena Aditya merasa bersalah melihat diri-nya berkeringat seperti itu, setelah ia menyelesaikan minum-nya ia menempatinya kembali di atas meja lalu menghampiri Henzie untuk menarik selimut-nya dan menatap tubuhnya, "Kenapa kamu memakai baju seperti ini di cuaca panas seperti ini sih...?" Aditya dengan polos-nya membuka kancing baju Henzie sehingga ia bisa melihat sesuatu yang berwarna hitam menghalangi dada-nya.

"Apakah ini yang aku rasakan dengan lengan-ku waktu itu...? Kelembutan dan keempukan?" Aditya mulai menyentuh dada Henzie, "L-Lembut sekali... sebenarnya apa ini?! Keindahan yang dimaksud oleh Satria...?" Aditya melihat Henzie dan ia tidak bangun, ia berpikir bahwa sesuatu yang menghalangi dada-nya itu adalah alasan yang membuat dirinya berkeringat seperti itu.

"Henzie, seharusnya kau tidak memakai baju ketat seperti ini... biar aku bantu..." Aditya menyentuh kedua dada-nya sehingga Henzie mengerang pelan, "Hah... hah..." Ia mulai bernafas berat entah kenapa, Aditya terlihat kebingungan karena ia mencari cara untuk membuka sesuatu yang menghalangi dada-nya itu, sepertinya ia harus membuka-nya dari depan... ia mulai menyentuh-nya tetapi seseorang mulai mengetuk pintu.

"Aditya, kamu di kamar?" Terdengar suara Daisy di, "Oh, Daisy... Tunggu sebentar."  Ketika Aditya menghampiri pintu, untungnya Henzie mengganti posisi tidur jadi dada-nya yang terbuka itu tidak terlihat dan beberapa sentuhan tadi tidak mampu untuk membangunkan-nya melainkan ia memimpikan Aditya.

"Aditya... kamu mesum..." Ucap Henzie pelan.

Aditya membuka pintu kamar-nya lalu ia melihat Daisy yang sedang tersenyum, "Apakah Henzie sudah merasa baikan?" Tanya Daisy, ia menatap Henzie yang masih tertidur dari jarak yang jauh, ia tidak ingin menghampiri-nya lebih dekat karena itu hanya akan menghabiskan banyak waktu untuk diri-nya karena ia memiliki tugas penting bersama Putri.

Pride of IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang