SUDAH puluhan detik aku berdiri didepan pintu yang setengah tidak tertutup. Jelas sekali terdengar obrolan yang dilakukan oleh Dirma dan Maura. Seketika dadaku bergemuruh mengingat kembali fakta bahwa mereka berdua berpacaran lagi.
Kalau ditanya, apakah aku cemburu? Sedikit. Yang benar itu aku kehilangan seseorang yang menjadi penyangga hatiku. Ya, Dirma selayaknya penumbuh sifat baik ketika aku sedang dilanda kekacauan dalam hatiku karena ulah Fajar. Hanya Dirma yang bisa mengatasi aku sepenuhnya.
Mungkin, bisa jadi, setelah ini Dirma akan menjauhiku lagi demi menjaga perasaan Maura. Ah, apakah aku hanya dijadikan tempat pelampiasannya? Apakah Dirma masih mencintai Maura? Pertanyaanku ini sepertinya memiliki jawaban yang dibenarkan. Dirma masih mencintai cewek gila itu. Kenapa kusebut gila? Karena segila itulah Maura sampai rela melepaskan cowok seperti Dirma yang berjiwa berlian.
Aku merasa kasihan kepada Dirma. Apakah perasaan Maura masih setulus dulu? Atau mungkin ini hanya candaannya saja? Entahlah.
"Sudah gue duga lo bakal kesini, La."
Sontak aku berjengit kaget kala mendengar suara berat milik Fajar. Dia berdiri tegak dibelakang tubuhku. Aku memutar tubuhku sepenuhnya menghadap kepadanya yang sedang menatapku datar. Ditangannya pun terdapat sebuah botol air mineral yang isinya tinggal setengah. Kulihat dia masih kelelahan akibat pertandingan tadi.
"Kamu juga kesini," balasku heran.
Fajar tersenyum miring, dia teguk air didalam botol plastik tersebut dan menelannya pelan.
"Cuma firasat yang menjadi dugaan."
"Dugaan apa?" aku sengaja memperpanjang obrolan tidak jelas ini agar Fajar berhenti untuk membuatku semakin terpojok.
"Menduga kalau Lala sekarang sudah berubah," katanya seraya berjalan mendekatiku. Sialnya aku malah terpojok. Bodoh!
Dia menatapku teduh dengan senyuman yang cukup membuatku hampir jantungan. Kurasa bukan aku yang berubah tapi dirinya sendiri. Beberapa menit lalu dia marah-marah kepadaku dan sekarang dia berubah menjadi seramah ini. Manusia jenis apakah dia? Jenis manusia miliknya Zella-lah!
"Fajar!"
"Apa?"
"Pertandingan akan dilanjut, sebaiknya kamu pergi sekarang!" sentakku namun tidak galak seperti biasanya. Aku hanya gemas sekali padanya. Tidak biasanya dia bersikap seperti itu. Aku merasa Fajar berubah total, setelah Dirma berpacaran lagi dengan Maura.
"Gue minta diresign dan pak Gunawan setuju."
Aku membulatkan mataku terkejut, "Kenapa? Kan belum ada pemenangnya, Jar."
"Kamu pemenangnya, La." Fajar semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku. Bahkan aku bisa merasakan hembusan napas hangatnya, "Pemenang dihati gue."
Kemudian terdengar ledakan tawa menggema disepanjang koridor sekitar UKS. Aku memberengut kesal. Sengaja kutunjukan ekspresi itu supaya Fajar tidak meledekku yang mudah dirayu olehnya.
"Eh, ada sepasang kekasih didepan UKS."
Tiba-tiba muncul suara lain dibelakangku. Tidak perlu ditebak, suara cempreng itu milik Maura. Aku kembali dirundung kesal akibat kehadirannya yang mengganggu waktuku saat bersama Fajar.
"Keadaan pacar lo bagaimana, Ra?"
Aku semakin jengkel kala dengan sengaja Fajar menekan kata pacar dan aku tahu dia sedang menyindirku.
"Baik, Jar. Oh, iya, makasih udah bikin dia terluka."
Hah? Apa katanya? Berterima kasih? Waraskah dia setelah mengucapkan kalimat paling keji itu? Hei, ingat! Dirma pacarnya bukan musuhnya!

KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR [Tamat]
أدب المراهقينTamat Ini kisahku dengan dia. Ini aku yang merasa asing namun diam-diam selalu dicintai. Ini kisahku dengan mereka. Ini aku yang mulai sadar bahwa aku hidup tidak sendirian. Ada mereka yang selalu berusaha menggapaiku meski aku selalu menghindarinya...