SINAR terik mentari mengganggu kenyamanan tidurku. Lantas aku terpaksa membuka mata lebar-lebar kemudian menggeliat.
"Jam berapa sekarang?" gumamku sambil mencari-cari jam dinding.
Aku mendelik melihat waktu menujukan pukul setengah 9. Segera aku bangkit dan menyibakan selimut kasar. Berlari keluar kamar dengan melupakan keadaan diriku yang awutan.
"BU, KENAPA NGGAK BANGUNIN ZELLA, SIH?!"
"Eh, Zella?"
Aku menoleh mendapati Kinan yang menatapku terkejut. Aku juga terkejut melihat dirinya didepan kamar.
Sadar dimana aku berada, aku pun menampar pipi, "Maaf, Nan, gue lupa kalau gue lagi nginep di rumah lo. Astaga malu-maluin banget."
Kinan menyunggingkan senyuman dan berjalan mendekatiku, "Santai aja, Zel. Lagian gue nggak tega mau bangunin lo soalnya pulas banget." tangannya mencekal bahuku lembut, "Lo jangan khawatir, masih ada waktu satu jam lagi untuk sesi ujian kita. Sekarang lo mandi habis itu sarapan, oke?"
Betapa baiknya cewek ini. Aku semakin nyaman bersamanya. Tidak ada alasan lain untuk mengelak kalau dia bukan Kinan yang dulu. Tapi masih ada yang mengganjal di otakku. Dan aku harus segera menanyakannya pada Tante Andin.
***
Selesai mandi, aku langsung mencari keberadaan Kinan. Rumah ini lumayan luas dan mempersulit diriku mencarinya.
"Apa kabar, Zella?"
Langkahku terhenti mendengar suara itu. Kuputar tubuhku hingga mataku melihat Tante Andin berdiri santai tak jauh dariku.
"Kamu nggak usah bingung. Tante masih ingat sama kamu. Kamu itu anak dari pria yang dulu sangat saya cintai."
Hatiku panas mendengar pernyataan itu. Terdengar sangat menyakitkan. Napasku kian memburu ketika bibirnya itu tersenyum yang kurasa adalah senyuman penuh kemenangan atas apa yang telah dia lakukan pada keluargaku.
Tapi aku harus bisa melawannya. Aku bisa berdebat dengan orang tuaku, kenapa dengannya tidak?
"Makasih udah mencintai Ayah saya, tapi ada satu hal yang ingin saya tanyakan sama, Tante."
Tante Andin menaikan sebelah alisnya. Wajahnya terlalu santai untukku yang dirundung kemarahan ini.
"Apa?"
"Kenapa dulu, Tante, bilang sama Ayah kalau Kinan meninggal?"
Wajah santainya lenyap berganti sedikit terkejut dengan pertanyaanku. Seolah-olah pertanyaanku ini adalah sumber ketakutan terbesarnya. Buktinya sekarang tatapannya berlarian tak terarah.
"S-saya hanya menjaga keamanan putri saya."
"ANDA HARUS TAHU KALAU INFORMASI PALSU YANG ANDA KATAKAN SAMA AYAH ITU SANGAT BERPENGARUH SAMA ISI HATINYA. ANDA HARUS TAHU ITU!!"
Tanganku mengepal kuat. Setidaknya beban dihatiku lumayan berkurang karena sudah kubuang dengan teriakan barusan. Tidak peduli jika Kinan mendengarnya tapi yang pasti dia harus tahu rahasia ini.
"Saya katakan sekali lagi sama kamu, Zella. Saya hanya ingin menjaga keamanan putri saya. Apa itu salah? Apa itu larangan?"
"Dengan mengorbankan keutuhan rumah tangga orang lain, begitu maksud anda?" Aku mengusap wajahku kasar dan telujukku sudah mengarah ke wajahnya, "Saya sebagai anak yang depresi sejak kecil sampai sebesar ini belum bisa melupakan kejahatan, Tante. Mungkin hanya saya yang tahu kalau, Tante, adalah selingkuhan Ayah saya. Sialnya, Ibu saya nggak tahu soal ini, yang dia tahu, Tante, itu saudaranya. Saya sulit untuk melupakannya!"
Melihat ada kursi kosong, aku langsung mendudukinya. Memijit kepalaku kuat-kuat yang entah kenapa terasa sangat pusing.
Hatiku bertambah sakit karena ingatanku kembali tertuju pada kenangan beberapa tahun lalu, dimana saat Tante Andin diam-diam bertemu dengan Ayah malam itu. Aku melihatnya dengan jelas apa saja yang mereka lakukan. Aku yang masih kecil mencoba untuk mencerna semuanya, yang nyatanya susah untuk dijelaskan dengan logika.
"Ibu, Zella, kalian ngapain?"
Sontak kami berdua terkejut dan segera merubah ekspresi karena kedatangan Kinan yang mendadak itu. Aku mengatur deru napasku dan berusaha menghilangkan kemarahan yang menggebu didalam rongga dada.
"Temen kamu pusing, Nan. Ibu mau mengajaknya ke rumah sakit tapi dia nggak mau. Lebih baik kamu anter dia pulang aja biar Ibunya yang merawat." dusta seorang Ibu yang membuatku tertawa didalam hati.
Kinan mengangguk paham, "Yaudah tapi aku nyuruh Bi Ami dulu buat bawain Zella makanan, ya, Bu."
Tante Andin mengangguk mengiyakan usulan Kinan. Tapi aku sadar akan sesuatu, "Nggak usah, Nan. Gue mau langsung pulang aja. Kali ini tolong turutin kemauan gue, ya?" aku harus memaksa Kinan untuk membatalkan keinginannya membawakan masakan wanita itu.
"Oke, oke, gue nurut. Oh iya, Zel, lo mau gue anterin apa pake motor lo sendiri?"
"Motor." balasku sesingkat-singkatnya. Karena Kinan selalu tahu diriku jika sedang terlihat tidak sehat maka diusahakan jangan banyak bicara.
Tanpa banyak berpikir lagi, aku mulai melangkahkan kaki keluar dari rumah ini. Mengucapkan banyak terima kasih dan perlahan motorku melaju meninggalkan mereka berdua dengan pikiran masing-masing.
Selama ini aku menghormati orang yang salah. Seharusnya aku lebih menghormati Ibu bukan Ayah. Untuk apa menghormati orang yang sudah menyeleweng? Tidak peduli itu Ayahku sendiri, rasanya aku ikut berdosa karena aku anaknya.
Sesampainya di rumah, aku langsung mencari Ibu. Ternyata beliau sedang meringkuk disofa dengan wajah lesuh.
"Ibu!"
Beliau terkejut melihat kedatanganku. Aku langsung berhambur ke pelukannya. Dia terisak karena semalaman kehilangan anaknya. Aku merasa bersalah sudah meninggalkannya. Aku merasa sudah menjadi anak yang egois, hanya mementingkan diri sendiri tanpa melihat perasaan sedih sosok Ibu.
"Maafin Zella, Bu. Maaf." bisiku terisak dipelukannya.
"Kamu kemana aja hah? Ibu sangat khawatir sama kamu!" pelukannya semakin erat seakan-akan baru bertemu denganku setelah bertahun-tahun.
"Yang terpenting sekarang Zella pulang dan nggak akan ninggalin Ibu lagi."
Saat ini hatiku benar-benar hancur berantakan. Ketika tahu Ayahku berkhianat dan hal itu masih menjadi misteri untuk Ibuku. Kalau aku diposisi Ibuku maka aku selamanya tidak akan pernah mau bertemu dengan Ayah. Bahkan untuk mengenang namanya, aku tak sudi.
Aku melepaskan pelukan dan menatap wajah Ibuku nanar, "Sekarang aku udah ikhlas kalau Ibu memang mau bercerai sama Ayah. Aku ikhlas, Bu."
-<<<FAJAR>>>-

KAMU SEDANG MEMBACA
FAJAR [Tamat]
JugendliteraturTamat Ini kisahku dengan dia. Ini aku yang merasa asing namun diam-diam selalu dicintai. Ini kisahku dengan mereka. Ini aku yang mulai sadar bahwa aku hidup tidak sendirian. Ada mereka yang selalu berusaha menggapaiku meski aku selalu menghindarinya...