BAGIAN DUA

42 4 0
                                    

KICAUAN burung peliharaan Ayahku membuatku terbangun dari tidur panjang. Meskipun masih terkantuk-kantuk tetap saja kedua kaki ini bergerak mendekati kamar mandi. Ketahuilah bahwa mata ini belum sepenuhnya terbuka dan jemariku sudah memutar keran. Alhasil cipratan air yang memantul diatas ubin mengenai wajahku.

"Sampai nggak sadar kalau udah bangun." gumamku setelah sadar sepenuhnya.

Kemudian kegiatan didalam kamar mandi pun berlanjut selama beberapa menit ke depan. Sampai ketika sudah cukup bersih, aku mengambil seragam di gantungan. Ketika akan memakai seragam tersebut, perhatianku tertuju pada ponsel yang tergeletak diatas bantal. Aku baru ingat semalam selepas mandi aku langsung tidur, tidak berniat untuk mengecek apakah Fajar mencariku atau tidak.

Hei, aku sedang berharap.

Rasa penasaranku sudah membumbung tinggi. Segera kuaktifkan data dan setelahnya muncul notifikasi panggilan video yang tidak diangkat sebanyak tiga kali. Ternyata Fajar mencoba untuk memvideo call semalam. Aku tertawa mencemooh dalam hati. Rasanya bangga bisa balas dendam tanpa diminta.

Namun pesan terakhirku belum juga dibalas. Seharusnya ada pesan yang terkirim. Aku tidak mau video call darinya, aku butuh pesan darinya. Kukira akan ada spam chat ternyata hanyalah anganku saja. Sudahlah, biarkan. Biar aku saja yang memulai obrolan online ini.

Zella : Vc terus ada perlu?

Baiklah, ini adalah kata-kataku yang paling tidak menghargai Fajar. Bagiku ini impas. Kemarin dia tidak memberiku kabar sedikitpun. Aku marah sekaligus kesal setengah mati. Tidak ingatkah dia bahwa aku pacarnya? Yang selalu ingin tahu akan kabarnya? Sebegitu pelitnya dia padaku, sebegitu cueknya dia padaku dan sebegitu kurang ajarnya dia padaku, aku tetap sabar.

TING

Sontak aku berjengit kaget kala mendengar suara notifikasi pesan masuk. Hebat! Fajar mau membalas pesanku di pagi ini. Kamu rindu ya?

Fajar : Iya gue perlu banget

Zella : Ada apa?

Fajar : Lupain ajalah

Zella : Ok

Suara tawa nyaring pun keluar dari mulutku. Entah kenapa baru kali ini aku bangga terhadap pembalasan dendam ini. Mengerjai Fajar sudah menjadi kesukaanku semenjak kami pacaran. Sebab diawal pacaran dia sangat menyebalkan sekali. Cowok aneh tapi selalu berhasil buat aku jatuh cinta setiap hari. Bucin? Biarin.

Fajar : Lagi apa?

Untuk kedua kalinya aku terkejut. Kukira pesan akan berakhir. Ternyata Fajar masih berada di obrolan online kami.

Zella : Kamu kok tumben banget bisa balas chat aku pagi ini

Fajar : Kan gue udah bilang tadi gue ada perlu sama lo Lala

Ya. Hanya Fajar saja yang memanggilku dengan nama Lala. Dan dia sendiri yang menciptakannya. Tapi aku suka tentunya.

Zella : Kenapa?

Fajar : Gue lagi sakit, buatin gue surat izin

Zella : Sakit apa?

Fajar : Buatin aja apa susahnya sih

Zella : Sakit apa dulu, kalo nggak bilang mana mau aku buatin

Fajar : Yaudah nggak jadi sori

Zella : Astaga sayang

Dan pesanku hanya tertanda centang satu. Dia marah pagi ini. Dan dihari ini aku tidak akan berjumpa dengannya di sekolah. Entah apa yang merasukinya. Masih pagi dan moodku sudah amblas, rusak total karena Fajar.

Baiklah. Aku mengalah lagi. Sabar. Untuk itu aku mengabulkan permintaannya, mulai menuliskan surat izin untuk Fajar. Ya, meskipun hatiku sakit karena dia super menyebalkan tapi tidak masalah selagi dia tidak punya niatan untuk meninggalkan aku. Dia masih bersamaku saja sudah lebih dari cukup. Bersama? Faktanya kami tak pernah bisa bersama. Faktanya dia selalu menghindariku. Apa yang bisa kuharapkan darinya?

Selesai membuat surat, aku melanjutkan persiapan untuk sekolah dihari ini. Sekolah tanpa Fajar yang melengkapi.

***

Bel pergantian pelajaran baru saja terdengar. Guru pengajar pun sudah berpamitan pergi. Kini hanya terdengar suara kebisingan yang diciptakan oleh mulut kelas 12 Ipa 1. Aku benar-benar suntuk. Kemudian aku ingat Fajar, aku belum memberinya kabar bahwa aku sudah membuat surat untuknya dan sudah kuletakan diatas meja guru dikelasnya.

Ponsel warna hitam sudah kugenggam. Mulai kumainkan untuk membuka ruang obrolan kami. Menyambung obrolan pagi tadi. Ingin tahu apakah Fajar sudah membalas pesanku apa belum.

Kutarik napas jengah. Sekali lagi kutarik napasku kuat lalu kuhembuskan perlahan. Fajar belum membalas pesanku dan masih centang satu. Kemana dia? Sedang apa dia?

Zella : Aku udah buatin kamu surat

Kubiarkan pesanku menganggur. Dari whatsapp beralih ke instagram. Kulihat ada instastory terbaru dari Dirma. Tanpa berpikir panjang langsung kulihat saja apa isinya. Ternyata sebuah caption. Puitis juga ya Dirma.

Kita itu singkat. Yang membuat kita lama adalah hubungan. Namun waktu pun telah menyingkatkan hubungan kita.

Aku berpikir ada yang tidak beres dengan hubungan Dirma dan Maura. Mereka berdua pasti sedang dirundung masalah. Dirma memang kuakui memiliki sejuta pesona, itulah mengapa aku masih saja menyukainya sampai sekarang. Mungkin bukan aku dan Maura saja yang menyukainya, mungkin beberapa gadis di sekolah ini pun turut menyukai seorang Fajar Dirmasukma Septian.

"Hoi! Pindah chanel, Zel. Lihat noh story gue masih lo lihatin mulu."

Hampir saja aku melempar ponselku karena dikejutkan oleh suara barithon milik Dirma.

"Hampir aja, Dir!" teriakku kesal setengah mati. Refleks telapak tangan Dirma membungkam mulutku.

"Anak kecil kepo banget sama urusan anak gede!" bisik Dirma menggelitik di telingaku. Aku bergidik karenanya dan segera melepaskan bekapannya.

"Kurang ajar banget sih!"

"Kok teriak sih!"

"Ya lo ngeselin!"

"Tapi ngangenin kan?"

Kedua mataku membulat setelah mendengar kalimat itu. Kemudian kuinjak saja kakinya yang berbalut sepatu. Tanpa merasa kasihan sedikitpun aku benar-benar menyiksa kakinya. Sial, Dirma hanya memasang wajah datar.

"Kok nggak kesakitan sih! Biasanya kalau orang lain diginiin juga kesakitan,"

"Ajaib kan?"

"Nggak nyambung."

"Kaya lo sama Fajar. Nggak ada nyambung-nyambungnya."

"Yang penting nggak putus."

"Kan gue bilang nggak nyambung ya berarti putus."

"Nggak akan pernah mau putus!"

Ketika teriakanku membuat seluruh perhatian satu kelas mengarah kearah kami berdua, aku bungkam. Kemudian Dirma mengangkat ibu jarinya didepan wajahku seraya tersenyum tipis. Lalu pergi dari kelas begitu saja. Aku terbengong ditempat berpijak. Rasanya ingin menangis. Seharusnya bukan Fajar yang ini yang setiap hari bertengkar denganku tapi Fajar yang itu yang menjadi pacarku.

Aku ingin kamu seperti Fajar Dirmasukma Septian, sayang. Yang bisa buat aku tertawa ketika aku sedih karenamu. Yang selalu mengajak bertengkar ketika aku sedang kesal karenamu. Karena Fajar yang ini adalah tempat pelampiasanku sekarang. Dia bukan lagi orang yang aku cintai sedalam aku mencintaimu, Fajar.

Aku ingin kamu disampingku, aku hanya memintanya. Terserah kamu akan mengabulkannya kapan, aku akan selalu menunggunya.

-<<FAJAR>>-

FAJAR [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang